Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
MAHKAMAH Konstitusi mengelar sidang perkara bernomor 79/PUU-XVII/2019 dengan agenda pemeriksaan pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi (12/9). Perkara tersebut mengajukan permohoan uji formil terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sidang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan hakim anggota yakni Saldi Isra dan Wahiduddin Adams. Tercatat sebagai pemohon adalah Agus Rahardjo, Laode Muhamad Syarif, dan Saut Sitomorang. Ketiganya saat ini menjabat sebagai Pimpinan KPK. Selain mereka bertiga, tercatat 10 nama pemohon lain. Sedangkan kuasa hukum mengatasnamakan Tim Advokasi UU KPK yang berjumlah 39 orang.
Kuasa hukum pemohon mendalilkan bahwa pembentukan UU KPK tidak memenuhi kuorum saat kemudian rapat sidang paripurna. Pemohon menyebut terdapat sekitar 180 Anggota DPR yang tidak hadir dan hanya titip absen.
Baca juga: Anggota DPR Titip Absen jadi Materi Gugatan UU KPK
Terkait dengan argumen tersebut, Hakim Konstitusi Saldi Isra juga meminta agar pemohon menyediakan alat bukti terkait kuorum anggota DPR saat sidang peripurna.
"Yang paling penting adalah kalau tadi kuasa hukum pemohon mengatakan ini dari pemantauan kami hadir sekian orang, kira-kira bukti apa yang bisa disodorkan ke kami yang diklaim sekian orang itu bisa kami lihat kebenarannya. Itu tolong dikedepankan yang seperti itu," ujar Saldi Isra saat sidang.
Salah satu tim kuasa hukum Violla Reininda mengungkapkan bahwa tim kuasa hukum sudah mengusahakan alat bukti sebelum diminta di persidangan. Sayangnya, pihak DPR belum memberikan semua berkas yang diminta.
"Tiga hal yang belum kami dapatkan sampai sekarang pertama absensi kemudian berita acara, dan juga keputusan rapat. itu agak sulit untuk dimintakan, meskipun sudah beberapa kali kami minta, tapi sampai sekarang pun masih kami pantau apakah akan diberikan atau tidak? memang responnya tidak positif," terang Violla usai sidang.
Menurutnya, pihak DPR hanya memberi dokumen dasar seperti daftar UU Prolegnas.
"Kalau yang sudah dikasih mungkin yang basic, seperti keputusan Prolegnas, terus list UU yang ada dalam Prolegnas itu apa saja," tambahnya.
Kuasa hukum pemohon Feri Amsari juga mengungkapkan hal yang sama. Menurutnya jika DPR memberikan dokumen yang diminta sama halnya dengan DPR membuka borok sendiri.
"Kalau DPR ngasih itu mereka bunuh diri," ujar Feri Amsari usai sidang.
Feri berharap mahkamah bisa memaksa DPR untuk membuktikan bahwa pembentukan UU KPK telah melewati proses yang benar.
"Mudah-mudahan hakim bisa memaksa DPR untuk membuktikan bahwa sidang paripurna itu kuorum. Di MK kan pembuktian tidak hanya soal siapa yang mendalilkan, tapi apakah kebenaran itu bisa dibuktikan oleh pihak termohon," tandas Feri. (OL-8)
KETUA Pusat Studi Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman Samarinda, Orin Gusta Andini menilai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih berjalan stagnan.
UU KPK digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon mengajukan uji materi Pasal 30 ayat (1) dan (2) mengenai proses seleksi pimpinan KPK yang dianggap tidak sah.
Sejumlah harapan kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK 2024-2029. Salah satu harapannya ialah KPK jangan tebang pilih dalam memberantas korupsi.
Saut Situmorang mengatakan lima pimpinan KPK yang baru terbentuk periode 2024-2029 berpotensi akan bekerja tidak independen dalam memberantas korupsi karena revisi UU KPK
Soleman B Ponto menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XXI/2023 membenturkan kewenangan KPK dengan Kejaksaan dan TNI lewat Polisi Militer.
ICW harap pansel bisa objektif pilih kandidat Capim KPK
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved