BADAN Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara menyerukan terciptanya situasi kondusif jelang pelantikan presiden.
Unjuk rasa dinilai rentan disusupi hingga memunculkan stigma upaya penggagalan pelantikan presiden.
"BEM Nusantara belum ada mengeluarkan seruan aksi demonstrasi supaya kami tidak disebut memiliki isu menggagalkan pelantikan presiden," tegas Koordinator Pusat BEM Nusantara Hengky Primana.
"Kami mengimbau BEM Nusantara agar menjaga kondusivitas dan keamanan negara. Jangan sampai ada bahasa penggagalan pelantikan presiden, itu sama saja dengan mengkhianati proses demokrasi yang sudah dilalui kemarin," lanjutnya berpesan.
Mengenai UU KPK, Hengky menyampaikan tak sepenuhnya menolak keberadaaan beleid tersebut, tetapi ada poin-poin yang harus diperbaiki.
BEM Nusantara akan menempuh tiga langkah dengan mengutamakan dialog terkait UU KPK.
"Ada tiga langkah. Pertama, Perppu kami ingin berdialog dengan presiden, memberikan pertimbangan kenapa harus ada Perppu. Yang kedua, legislatif review, kami ingin berdialog dengan ketua DPR, poin-poin apa yang harus diperbaiki di UU KPK itu. Yang ketiga melalui judicial review di MK," paparnya.
Di sisi lain, salah satu mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Zico LDS mengatakan perjuangan mahasiswa untuk mengkritisi pemerintah tidak hanya melalui gerakan parlemen jalanan (aksi unjuk rasa), tetapi juga bisa menempuh jalur yang konstitusional (judicial review), termasuk menyikapi soal pro-kontra UU KPK.
"Saya mendukung judicial review. Sayakecewa dengan para ketua BEM UI, BEM UGM, dan BEM ITB karena mereka sesungguhnya mempunyai waktu untuk mendalami tema dengan riset dan kajian yang baik, tapi saya menyayangkan dengan kualitas gerakan mereka yang lebih memilih untuk sekadar turun ke jalan," ungkapZiko seusai mengikuti Deklarasi Harmonis di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.
Praktisi Hukum Muhammad Saleh menambahkan, soal UU KPK masih ada ruang tertutup sehingga informasi detail tidak sampai kepada masyarakat. (Zuq/Ant/ P-1)