Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
ANGGOTA Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Enny Nurbaningsih menilai bahwa pemohon yang uji materi perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak menunjukkan keseriusan.
Hal itu dikarenakan jumlah kehadiran pemohon yang tidak sampai setengahnya. Diketahui, jumlah pemohon yang semuanya bersifat prinsipal berjumlah 25 orang. Namun, yang hadir hanya 8 orang.
"Kepada pemohon, ini dalam permohonan ada 25 orang tapi yang bisa hadir 8, berarti ada 17 yang tidak hadir. Sementara di permohonan tidak ada kuasa, oleh karena itu sebetulnya siapa yang sungguh-sungguh mengajukan permohonan ini siapa?," tanya Enny kepada pemohon.
Sidang dilakukan di Mahkamah Konstitusi Jakarta Pusat, hari ini (14/10) pukul 11.00 WIB. Delapan pemohon yang hadir ialah Heru Setyawati, Bachtiar, Netra, Rosi, Sunaryo, Solika, Wiwin Taswin, dan Gozaldi.
"Karena kalau tidak hadir ini di sidang pendahuluan ini dianggap tidak serius mengajukan permohonan. Tadi dijelaskan yang tidak hadir sedang ada urusan, sementara permohonan sekali lagi semua sifatnya prinsipal, oleh karena itu berarti hanya 8 ini yang bisa kemudian yang jadi pemohon sungguh-sungguh," tambah Enny.
Oleh karena itu, harus dipikirkan apakah akan menggunakan kuasa agar jika tidak bisa hadir bisa kuasanya yang hadir. Selain itu Enny juga menyoroti objek nomor UU yang masih kosong. Dan menganggap objek permohonan tidak jelas.
"Dalam permohonan ini harus jelas objeknya, sementara objek yang diajukan ini kan belum ada, masi titik-titik di situ, tidak boleh juga dititipkan juga pada MK, karena MK bukan pemohon. Jadi harus ada kejelasan objeknya apa yang diajukan permohonan," kata Enny.
Sehingga, apabila sudah jelas objeknya, maka Pemohon dapat diajukan apakah pengujiannya formil atau materil.
baca juga: Hakim MK: Pemohon Tidak Sabar Uji Materi UU KPK
"Hanya problemnya dalam permohonan ini disebutkan pengujian formil, kemudian di bawahnya lagi untuk titik-titik itu menyebutkan pengujian Pasal 21 ayat (1) UU titik-titik juga. Kalau pasal itu rupanya pengujian materil sementara pada judul disebutkan pengujian formil semua. Ini harus konsisten apakah betul akan mengujikan formil, materil, atau formil dan materil," ungkapnya.
Sehingga, bila diajukan uji formil harus ada kejelasan pengujian terkait dengan UU yang nanti akan ada nomornya itu harus ada kejelasan. (OL-3)
KETUA Pusat Studi Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman Samarinda, Orin Gusta Andini menilai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih berjalan stagnan.
UU KPK digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon mengajukan uji materi Pasal 30 ayat (1) dan (2) mengenai proses seleksi pimpinan KPK yang dianggap tidak sah.
Sejumlah harapan kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK 2024-2029. Salah satu harapannya ialah KPK jangan tebang pilih dalam memberantas korupsi.
Saut Situmorang mengatakan lima pimpinan KPK yang baru terbentuk periode 2024-2029 berpotensi akan bekerja tidak independen dalam memberantas korupsi karena revisi UU KPK
Soleman B Ponto menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XXI/2023 membenturkan kewenangan KPK dengan Kejaksaan dan TNI lewat Polisi Militer.
ICW harap pansel bisa objektif pilih kandidat Capim KPK
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved