Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
LANGKAH DPR yang menunda pengesahan sejumlah Rancangan Undang Undang (RUU), termausk RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) mendapat sambutan positif dari Majelis Ulama Indonesia (MUI)
“MUI mengapresiasi dan menyambut gembira atas ketetapan DPR RI menunda pengesahan RUU PKS, hal tersebut kami menilai sebagai keputusan yang bijak di tengah situasi gejolak adanya penolakan dari berbagai kalangan,”kata Wakil Ketua Umum MUI Pusat Zainut Tauhid.
Hal itu diungkapkannya dalam pembahasan RUU PKS dan RUU Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP)di kantor MUI Pusat, Jakarta, Kamis (26/9).
Pada kesempatan tersebut, turut hadir Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani, sejumlah pimpinan MUI dan pengurus ormas-ormas Islam.
Menurut Zainut Tauhid, RUU PKS telah menimbulkan pro dan kontra yang sangat tajam dari berbagai kelompok masyarakat sehingga menurut pandangan MUI perlu ada pendalaman lebih lanjut dan pembahasannya lebih banyak melibatkan masyarakat sehingga dihasilkan RUU yang lebih baik dan komprehensif.
Baca juga : Lindungi Korban Kekerasan Seksual, RUU PKS Urgen Disahkan
“Maka kita usulkan adanya debat publik terbuka guna mengawal RUU PKS di DPR,” tegas Zainut.
Ia menambahkan, penundaan RUU PKS juga karena harus menunggu pengesahan RUU KUHP, karena beberapa pasal sanksi pidananya merujuk kepada pasal-pasal dalam KUHP agar tercipta sinkronisasi.
Ada pun terhadap penundaan RUU KUHP, MUI sebenarnya mendesak ditetapkan karena kebutuhan bangsa Indonesia memiliki UU KUHP yang berpijak dan bersumber dari nilai-nilai moral, agama dan budaya bangsa sendiri.
Bukan UU yang bersumber dari era kolonial Belanda seperti KUHP yang digunakan selama ini.
“Mengingat pertimbangan situasi yang tidak kondusif maka MUI dapat memahami penundaan tersebut dengan harapan DPR RI Periode 2019 - 2014 dapat melanjutkan pembahasan dengan lebih aspiratif, akomodatif dan sempurna,” pungkasnya.
Arsul Sani menambahkan pihaknya setuju adanya debat publik yang juga melibatkan MUI dan ormas-ormas Islam dalam mengawal RUU PKS dan RUU KUHP.
Hal itu mengingat mayoritas umat Islam berkepentingan terhadap keberadaan kedua undang undang tersebut.
“Jadi silakan MUI dan ormas Islam serta masyarakat luas memberi masukan guna penyempurnaan kedua RUU ini,” ujarnya. (OL-7)
Fatwa MUI merekomendasikan agar Kemenkum tidak mengeluarkan legalitas sound horeg, termasuk kekayaan intelektual (KI) sebelum ada komitmen perbaikan
Judi dengan berbagai bentuknya termasuk dosa besar. Hal ini karena permainan judi termasuk dalam kategori gharar, yaitu transaksi yang mengandung unsur ketidakpastian.
Penguatan diplomasi umat tidak hanya dapat dilakukan di tingkat negara atau lembaga resmi, tetapi juga melalui partisipasi masyarakat luas, khususnya generasi muda.
MUI melalui Ketua Bidang Fatwa, Asrorun Ni'am Sholeh, meminta agar pemerintah segera mengambil langkah tegas terkait kasus Ayam Goreng Widuran yang belakangan menuai kontroversi.
Fatwa MUI tidak hanya berdampak secara moral dan keagamaan, tetapi juga menciptakan perubahan struktural dalam perilaku konsumsi masyarakat Indonesia.
Melalui aplikasi ini, umat bisa memilih dan mendapatkan ustaz yang kompeten sesuai kebutuhannya seperti Tahlilan, ceramah lahiran dan khitanan, pernikahan, dan lainnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved