Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
SEJAK bergulirnya reformasi pada 1998, telah banyak perubahan yang terjadi, terutama dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 pun sudah 4 kali mengalami amandemen. Saat ini amandemen terbatas pun sedang diwacanakan sejumlah pihak.
Merespons hal itu, Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (MAHUTAMA) bersama Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (FH UMSU) menggelar diskusi kelompok terbatas (FGD) dengan tema “Reformulasi Kebijakan Haluan Negara: Antara Realita dan Cita-cita”. di Medang, Sumatera Utara, Sabtu (21/9)
Pelaksanaan FGD ini terlaksana atas kerjasama dengan Fakultas Hukum UMSU, Yayasan Rumah Konstitusi Indonesia, Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Adminstrasi Negara Sumut dan Lentera Konstitusi ini diselenggarakan di Aula Fakultas Hukum Lt. IV Gedung C, Medan Sabtu 21 September 2019.
Hadir dalam FGD tersebut, yaitu Sekretaris Jenderal MAHUTAMA Auliya Khasanofa, Wakil Ketua PW Muhammadiyah Sumut Abdul Hakim Siagian, Wakil Dekan I FH UMSU Faisal, Ketua APHTN-HAN Sumut Mirza, Pengurus MAHUTAMA Divisi Regulasi Eka NAM Sihombing, Pegiat Hukum Tata Negara Sumut Andryan, Dosen, Mahasiswa dan sejumlah undangan serta peserta dari berbagai Universitas dan lembaga di Sumatera Utara serta luar daerah lainnya.
Ketua Panitia FGD, Benito Asdhi Kodiyat MS menjelaskan, kegiatan ini dilaksanakan karena pihaknyha menganggap perlu pembangunan yang terencana dan terintegrasi dari pusat hingga daerah.
Baca juga : Pembahasan GBHN Tinggal Dua Opsi
“Panitia sudah menerima 31 tulisan yang berasal dari akademisi, praktisi, peneliti dan mahasiswa berkaitan dengan reformulasi kebijakan haluan Negara,” jelasnya.
Dekan FH UMSU Ida Hanifah menyatakan, kegitan FGD ini sangat membanggakan, karena banyak pihak yang ikut berpartisipasi, baik itu dari institusi maupun personal yang berkontribusi mengirimkan tulisannya dalam bentuk call for paper.
Pakar Hukum Tata negara Aidul Fitriciada Azhari mengatakan, selama ini banyak yang salah paham terhadap Garis Besar Hakuan Negara (GBHN), misalnya tentang tudingan bahwa GBHN adalah warisan Orba.
Padahal, lanjut Aidul, jika ditelisik lebih jauh, GBHN itu merupakan warisan karya pemikiran putera bangsa dari Sumatera, yakni M. Natsir.
"Perlu diketahui yang pertama kali mengimplementasikan konsep GBHN itu adalah Juanda, yang tidak lain adalah putera Muhammadiyah yang pada saat itu menjabat sebagai pengurus PP Muhammadiyah jelas Ketua Umum MAHUTAMA ini," kata Aidul.
Aidul juga membantah isu yang beredar bahwa keinginan untuk menghidupkan kembali GBHN adalah kepentingan politik kelompok tertentu.
"Karena itu, dalam rangka mewujudkan kesatuan sistem perencanaan pembangunan nasional yang berkesinambungan dan terintegrasi dengan sistem perencanaan pembangunan daerah, Perlu perumusan kembali perencanaan sistem pembangunan dengan mereformulasi GBHN," ujar Anggota Komisi Yudisial RI.
Sekjen MAHUTAMA Auliya Khasanofa menjelaskan, pembahasan mengenai GBHN merupakan komitmen MAHUTAMA menindaklanjuti kerjasama dengan MPR RI sebagai bagian dari jihad konstitusi Muhammadiyah.
"Kami mendorong amandemen terbatas UUD NRI Tahun 1945 fokus mengenai reformulasi GBHN," tegasnya. (RO/OL-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved