Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PENGESAHAN Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang dijadwalkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada rapat paripurna, 24 September, berpotensi mengancam kebebasan sipil.
Anggota Dewan Pers Agung Dhamajaya menilai, materi RKUHP berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan bertentangngan dengan semangat yang terkandung dalam UU Pers 40/1999 tentang Pers, utamanya Pasal 2. Pasal 2 UU Pers berbunyi: "Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.”
Baca juga: Tiga Fraksi DPR Beri Catatan RKUHP
Selain itu, sambung Agung, Dewan Pers menilai RUU KUHP memuat sejumlah pasal yang multitafsir, memuat “pasal karet”, serta tumpang tindih dengan undang-undang yang ada. Pasal-pasar dalam draft tersebut bisa mengganggu kemerdekaan pers dan menghalangi kerja jurnalistik.
"Dewan Pers mengharapkan agar Anggota DPR 2019-2024 dapat memenuhi asas keterbukaan dengan memberikan kesempatan seluruh lapisan masyarakat yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan secara transparan dan terbuka," tandasnya lewat keteangan resmi, Rabu (18/9).
Berikut ialah pasal-pasal yang berpotensi menghalangi kerja-kerja jurnalistik dalam drfat Rancangan UU KUHP
1. Pasal 217-220 (Bab Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden) perlu ditiadakan karena merupakan penjelmaan ketentuan-ketentuan tentang penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006;
2. Pasal 240 dan 241 (Penghinaan terhadap Pemerintah), serta Pasal 246 dan 247 (Penghasutan untuk melawan penguasa umum) perlu ditiadakan karena sifat karet dari kata “penghinaan” dan “hasutan” sehingga mengancam kemerdekaan pers, kebebasan berpendapat dan berekspresi;
3. Pasal 262 dan 263 (Penyiaran berita bohong);
4. Pasal 281 (Gangguan dan penyesatan proses peradilan);
5. Pasal 304-306 (tindak pidana terhadap agama);
6. Pasal 353-354 (penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara);
7. Pasal 440 (pencemaran nama baik);
8. Pasal 446 (pencemaran orang mati). (OL-8)
Hal itu menyebabkan ruas Jalan Gatot Subroto arah Grogol macet total, ditambah lagi pengendara di jalan tol ke arah Semanggi tidak bisa melintas.
Aksi demo juga berdampak pada tidak beroperasinya Halte JCC dan Halte Slipi Petamburan arah Pluit.
Peserta demonstrasi tersebut merupakan perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia
Seperti halnya di Stadion Madya, yang dipenuhi mahasiswa UNJ dan UI.
Pengerusakan itu terjadi setelah mereka dilarang pergi ke Jakarta untuk berunjuk rasa.
Sebelumnya, upaya massa HMI untuk menuju Gedung DPR-MPR RI gagal karena terhalang oleh barikade dari pihak kepolisian di Jalan Gatot Subroto menuju Gedung DPR-MPR RI.
Argo memastikan bahwa kepolisian masih memburu pelaku lain terhadap Ninoy yang dikenal sebagai relawan presiden Joko Widoddo.
Sejak dahulu hingga masa reformasi ini pun, kasus pemerkosaan yang terjadi di Indonesia belum juga bisa memberikan keadilan pada korban
Tindak pidana perkosaan tidak diatur dalam RUU TPKS. Hal itu menjadi pekerjaan rumah bagi DPR dan Pemerintah agar bisa memasukan tindak pidana perkosaan dalam RUU KUHP..
PEMERINTAH terus melakukan sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kepada seluruh elemen masyarakat.
KUHP yang digunakan saat ini merupakan peninggalan Belanda yang sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman
Tujuan sosialisasi ini memberikan pemahaman kepada masyarakat serta membuka ruang dialog untuk menghimpun masukan terhadap draft RUU KUHP
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved