Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
DUA pakar hukum Universitas Tarumanegara Ahmad Redi dan M Ilham Hermawan serta seorang mahasiswa hukum Tarumanegara, Kexia Goutama mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi terkait kewenangan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dalam Pemeriksaan Dalam Tujuan Tertentu (PDTT).
Melalui kuasa hukumnya, Victor Santoso mengatakan kepada Media Indonesia, dengan adanya PDTT bisa mencoreng dan membunuh karakter kementrian atau lembaga pemerintah.
"Pemohon mengajukan gugatan ke majelis hakim MK untuk meminta agar kewenangan PDTT dihapuskan. Jadi, BPK cukup memiliki kewenangan pemeriksaan terhadap keuangan dan pemeriksaan terhadap kinerja lembaga atau kementrian," ungkap Victor seusai mendaftarkan JR tersebut di Gedung MK, Jakarta, Kamis (29/8).
"Saya ambil contoh pada 2017, BPK melakukan PDTT atas permintaan pansus angket DPR yang pada saat itu sedang berseteru dengan KPK karena membongkar kasus KTP-E. Respon BPK sangat cepat sekali, padahal disisi lain ada tiga auditor yang kena tertangkap tangan oleh KPK saat itu," ujar Victor
Baca juga: MK Gunakan Vicon untuk Periksa Saksi
Ia menambahkan PDTT ini dijadikan senjata oleh oknum-oknum yang ingin memanfaatkan kewenangan itu karena PDTT berdampak pada image yang negatif yang melekat pada kementrian atau lembaga tersebut. Hal ini, menurut Victor, bisa dijadikan pembunuhan karakter, padahal instansit tersebut mendapatkan WTP (Wajar Tanpa Pengecualian)
"Kalau sudah WTP berarti tidak ada persoalan. Kalau sampai ada aduan terhadap institusi yang mendapatkan WTP itu, bisa diartikan apakah BPK tidak benar dalam pemeriksaan atau ada sesuatu yang berkaitan dengan unsur politis," sebut advokat spesialis ketata negaraan itu.
Adapun pasal yang diuji ialah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 6 ayat (3), menyatakan : Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Terhadap frasa : “dan Pemeriksaan dengan tujuan tertentu”
Pasal lain yang diuji ialah UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung-jawab Keuangan Negara pasal 4 ayat (1), menyatakan, pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Terhadap frasa ; “dan Pemeriksaan dengan tujuan tertentu”
Dalam gugatanya disebutkan juga PDTT menimbulkan persoalan isu konstitusionalitas karena tidak memiliki kejelasan makna atas tujuan tertentu yang dimaksud sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum serta melanggar prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan. (Ins/A-3)
Koordinator Tim Kuasa Hukum Iwakum, Viktor Santoso Tandiasa, menilai Pasal 8 UU Pers tidak memberikan kepastian hukum bagi wartawan
Masa jabatan keuchik tetap sesuai Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yakni dibatasi enam tahun.
Mahkamah Konstitusi membacakan putusan terhadap 15 perkara pengujian undang-undang.
Harimurti menambahkan ketidakpastian hukum ini dapat dilihat dari data empiris yang menunjukkan adanya variasi putusan pengadilan dalam memaknai Pasal 31 UU No 24 Tahun 2009.
GURU Besar Ilmu Media dan Jurnalisme Fakultas Ilmu Sosial Budaya UII, Masduki, mengajukan judicial review (JR) terkait UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) pasal 65 ke MK.
DPC FPE KSBSI Mimika Papua Tengah mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) ke MK
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved