Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

RUU Kamtansiber Dinilai Picu Pemborosan Anggaran

Akmal Fauzi
06/8/2019 21:21
RUU Kamtansiber Dinilai Picu Pemborosan Anggaran
Gedung DPR/MPR(MI/Susanto)

INSTITUE for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai keberadaan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (Kamtansiber) tidak diperlukan. Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahju menilai RUU Kamtansiber akan memicu pemborosan anggaran.

Menurut Anggara, RUU Kamtansiber jika disahkan akan melahirkan badan baru. Artinya anggaran yang diperlukan akan membengkak.

“RUU ini bukan spesifik soal ketahanan dan segala macamnya. Lebih karena pembentukan badan baru ini sehingga dia memerlukan anggaran, memerlukan personil dan lain sebagainya. Nah itu hanya bisa dibentuk di level UU, kira-kira jalan berpikirnya begitulah,” ujar Anggara saat dihubungi, Selasa (6/8).

Lebih lanjut, Anggara menyesalkan kebiasaan DPR dan pemerintah yang kerap mengesahkan UU di waktu-waktu akhir masa jabatan. Dia menilai DPR dan pemerintah terkesan kejar tayang dalam bekerja.

Padahal, menurutnya setiap pembahasan RUU tidak wajib diselesaikan segera jika masih memerlukan pembahasan.

Baca juga : RUU Kamtansiber Dinilai bisa Merusak Hubungan Antarlembaga

“Mending targetnya rendah, tapi buat UU yang bagus. Ketimbang targetnya tercapai, tapi buat UU yang tidak berkualitas. Jadi seperti dikejar-kejar sama target produksi UU. Nah ini yang seharusnya dihindari oleh DPR,” ujarnya.

Lagipula, kata Anggara, saat ini Indonesia telah memiliki UU Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE).

“Kebutuhan dari negara ini soal ketahanan siber memang ada, terutama untuk menghadapi cyber war dari luar karena itu banyak terjadi. Tapi persoalannya apakah perlu dengan RUU tersendiri, apa tidak cukup diwadahi dengan, misalnya UU ITE,” ujar Anggara

Anggara menuturkan UU ITE sejatinya telah mewajibkan pemerintah untuk melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan elektronik dan sebagainya. Sehingga, ia menilai tidak ada urgensi yang membuat negara harus membuat UU khusus mengenai siber.

“Tinggal didetilkan sebenarnya peraturan pemerintahnya seperti apa, cara-cara pencegahan gangguan sistem elektronik itu pemerintah mau mencegahya seperti apa, nah kan ini belum pernah ada,” ujarnya.

Selain UU ITE, Anggara berkata hal lain terkait pidana dalam ranah siber juga telah diatur dalam KUHP. Ia berkata pemerintah dan DPR cukup membuat kodifikasi di dalam RKUHP untuk menguatkan aturan pidana terhadap pelanggaran siber.

“Kami belum tau sampai seberapa perlu RUU ini. Jangan sampai kemudian ini hanya usulan dari pemerintah yang kemudian mereka kesulitan untuk mendefinisikan kemudian dilempar jadi usulan inisiatif DPR. Sehingga kemudian tiba-tiba muncul dan siap untuk pembahasan,” ujar Anggara. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya