Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Koalisi Jokowi Abaikan Gerindra

Dero Iqbal Mahendra
26/7/2019 06:10
Koalisi Jokowi Abaikan Gerindra
Grafis Pemilihan Ketua MPR RI.(Grafis MI/Peraturan Tata Tertib MPR RI)

PARTAI koalisi pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin berkeras mengusung paket pimpinan MPR periode 2019-2024 tanpa melibatkan Partai Gerindra atau partai oposisi lainnya. Sikap itu ditegaskan menyusul pertemuan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di kediam-an Megawati, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Rabu (24/7).

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menegaskan pihak koalisi hingga saat ini masih solid, khususnya terkait dengan pimpinan MPR. Airlangga mengaku tak ambil pusing dengan pertemuan Prabowo dan Megawati itu.

"(Koalisi) Nggak ada masalah (dengan pertemuan tersebut), itu hanya komunikasi antarpartai," ujar Airlangga kepada Media Indonesia saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, kemarin.
Airlangga mengungkapkan pihak Koalisi Indonesia Kerja (KIK) masih solid untuk mendukung paket pimpinan MPR yang berasal dari koalisi.

"Kita koalisi masih solid dan 60% (jumlah suara di parlemen). Paket, kalau pemilihan, pasti lebih dari satu paket, tapi koalisi pendukung pemerintah pasti pegang satu paket," tutur Airlangga.

Sejauh ini kursi Ketua MPR menjadi rebutan sejumlah partai. Dari kubu koalisi, Partai Golkar dan PKB berminat, sedangkan di kubu oposisi, Partai Gerindra juga tak mau ketinggalan untuk mengambil posisi bergengsi tersebut. Salah satu yang akan digadang-gadang ialah Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani.

Terpisah, politikus PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari mengingatkan partai-partai politik anggota KIK agar tidak perlu khawatir karena Partai Gerindra belum tentu akan masuk ke koalisi partai politik pendukung pemerintah.

"Kalau saat ini muncul hipotetis bahwa masuknya Partai Gerindra akan mengurangi jatah dari partai politik anggota koalisi, ya nanti dulu, karena komposisi menteri kabinet saja belum dibicarakan," kata Eva pada diskusi Dialektika Demokrasi: Gerindra Gabung Ancaman Koalisi? di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, kemarin.

Menurut Eva, di KIK sudah ada mekanisme suatu partai akan bergabung atau tidak, seperti yang disebutkan presiden terpilih Jokowi.

Mekanismenya, kata dia, ialah ketika Presiden bertemu dengan semua ketua umum parpol anggota koalisi, kemudian membicarakan bagaimana komposisi, formasi, lalu fortopolio. "Kira-kira berapa untuk parpol dan parpol yang mana, berapa untuk profesional," kata anggota Komisi XI DPR itu.

Sebelumnya, empat ketua umum partai (NasDem, Golkar, PKB, dan PPP) di Kantor DPP Partai NasDem, Jakarta, Senin (22/7), menyatakan koalisi tetap solid dan belum memikirkan menambah anggota.

Gejolak internal
Peneliti politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan penambahan anggota koalisi memiliki risiko bagi KIK, yakni gejolak politik internal dan kerepotan bagi Presiden dalam menentukan langkah politik.

Menurutnya, ada dua situasi dalam pemilu kemarin yang sangat berbeda, yakni platform politik, terutama platform ekonomi.

"Betapa rumitnya pemerintah akan menyatukan paltform-platform itu dalam kebijakannya," ujar Arya dalam sebuah diskusi di Jakarta, kemarin.
Kondisi itu, kata dia, berpotensi menghadirkan dua blok koalisi di internal. Hal itu, menurutnya, bahkan sudah mulai terjadi. Salah satunya dari pertemuan empat ketua umum partai KIK tanpa dihadiri PDIP. Di sisi lain, PDIP justru melakukan pertemuan dengan Prabowo Subianto. (Pro/X-4)                



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya