Ahli TKN: Bukan Soal Pembatasan Saksi, Tapi Kualitas Pembuktian

Antara
21/6/2019 21:34
Ahli TKN: Bukan Soal Pembatasan Saksi, Tapi Kualitas Pembuktian
Ahli hukum dari Universitas Gadjah Mada Eddy Hiariej(MI/PIUS ERLANGGA)

AHLI hukum dari Universitas Gadjah Mada, Eddy Hiariej, yang dihadirkan oleh Tim kuasa hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai pihak terkait dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan presiden dan wakil presiden (sengketa Pilpres) 2019, mengatakan pembatasan jumlah saksi sebanyak 15 orang seharusnya tak menjadi masalah.

“Bukan persoalan pembatasan hanya 15 saksi dan sebagainya, tetapi kualitas pembuktian itu,” kata Eddy saat menjawab pertanyaan dari tim kuasa hukum BPN 02 selaku pemohon, Denny Indrayana, terkait pembatasan jumlah saksi bagi pihaknya sebanyak 15 orang dalam sidang di Mahkamah Konstitusi Jakarta, hari ini.

Dia menjelaskan, alat bukti tidak terbatas pada pernyataan saksi saja. “Masih ada alat bukti lain, bahkan dalam pernyataan saya, saya katakan bahwa MK itu dia tidak hanya mencari kebenaran materil, tetapi juga kebenaran formil,” ujarnya.

Sebagai contoh, Eddy menyebut hirarki alat bukti yang disusun dalam putusan Mahkamah Konstitusi (PMK). “Pertama surat, kedua keterangan para pihak. Itu sebabnya kemarin waktu dikonfrontasi saksi, Yang Mulia hakim Enny Nurbaningsih bertanya mana itu (surat) P155,” kata Eddy lagi.

Dia juga mengatakan, karena surat menempati posisi tertinggi dalam hirarki alat bukti, maka bukti yang lain bersifat corroborating evidence atau bukti yang menguatkan. “Ketika surat tidak dapat dibuktikan, ya sudah selesai pembuktiannya,” kata Eddy.

Edward Omar Sharif Hieriej merupakan salah satu dari dua ahli di bidang hukum Pemilu yang dihadirkan oleh Tim Hukum Jokowi-Ma’ruf di sidang gugatan Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi.

Dia merupakan lulusan S1, S2 dan S3 dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Dalam persidangan PHPU Pilpres kelima ini, Edward memaparkan keterangan dalam ranah keahliannya mengenai istilah terstruktur, sistematis dan massif (TSM) dalam konteks UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Dia juga menjelaskan TSM dalam konteks extraordinary crime dalam Hukum Acara Pidana.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya