KEPALA Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Mukri, menegaskan pihaknya melalui tim jaksa penuntut umum (JPU) bakal mengajukan banding atas vonis terhadap mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Galaila Agustiawan.
Terdakwa kasus penyalahgunaan investasi Pertamina di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009 tersebut sebelumnya oleh majelis hakim Peng-adilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah divonis 8 tahun penjara serta wajib membayar denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan.
“Kita ajukan banding karena putusannya kurang 2/3 dari tuntutan jaksa,” ujar Mukri kepada Media Indonesia, kemarin.
Karen sebelumnya dituntut oleh JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dengan 15 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Menurut dia, Korps Adhyaksa belum membuat memori banding karena masih menunggu salinan resmi putusan tersebut dari pihak pengadilan.
Sesuai ketentuan KUHAP, pihak yang beperkara diberikan waktu selama tujuh hari untuk mengambil sikap, terhitung sejak sidang pembacaan putusan.
Sementara itu, Karen langsung mengajukan banding setelah divonis bersalah melakukan korupsi dalam akusisi Blok BMG Australia oleh majelis hakim yang dipimpin hakim Emilia Djadja Subagdja.
Pengacara Karen, Susilo Aribowo, juga langsung meminta salinan putusan untuk membuat memori banding.
“Kami secara tegas menyatakan banding. Kami butuh salinan putusan. Mohon salinan putusan dipercepat supaya kami bisa membuat memori banding dengan sempurna,” ujar Susilo.
Penyimpangan
Kasus yang merugikan keuangan negara hingga senilai Rp568 miliar tersebut bermula di 2009. Ketika itu Pertamina melakukan kegiatan akuisisi (investasi nonrutin) berupa pembelian sebagian aset milik Roc Oil Company Ltd di lapangan BMG Australia.
Kegiatan tersebut merujuk ke agreement for sale and purchase- BMG project pada 27 Mei 2009 senilai US$31.917.228.
Namun, dalam pelaksanaannya justru ditemui dugaan sejumlah penyimpangan terkait dengan pengusulan investasi yang tidak sesuai pedoman investasi dalam pengambilan keputusan investasi.
Dugaan penyimpangan itu, antara lain tanpa kajian kelayakan (feasibility study) berupa kajian secara lengkap (final due dilligence) serta tanpa adanya persetujuan dari Dewan Komisaris PT Pertamina.
Walhasil, kasus tersebut menyebabkan peruntukan dan penggunaan dana US$31.492.851 serta biaya-biaya yang timbul lainnya sejumlah A$26.808.244 tidak memberikan manfaat atau keuntungan kepada PT Pertamina, khususnya dalam rangka penambahan cadangan dan produksi minyak nasional.
Terkait dengan perkara tersebut, dua orang yang disebut bersama-sama melakukan korupsi bersama Karen sudah divonis bersalah. Keduanya ialah Manajer Merger dan Akusisi PT Pertamina 2008-2010 Bayu Kristanto serta Direktur Keuangan PT Pertamina Frederick ST Siahaan.
Bayu divonis bersalah dan dijatuhi pidana penjara selama 8 tahun ditambah denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurung-an. Adapun Frederick divonis bersalah dan dijatuhi pidana 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. (Ant/X-11)