Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Referendum tidak Relevan

Putra Ananda
03/6/2019 07:55
Referendum tidak Relevan
Jimly Asshiddiqie(ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

SEJUMLAH pihak mendesak agar wacana pelaksanaan referendum di Aceh diakhiri untuk keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Demikian rangkuman pendapat dari beberapa pengamat dan pakar yang disampaikan kepada Media Indonesia dalam kesempatan terpisah di Jakarta, kemarin.

Dalam penilaian Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008, Jimly Asshiddiqie, sebaik nya isu referendum itu tidak perlu dibesar-besarkan. Semua pihak harus menghormati hasil Pemilu 2019.

"Wacana itu muncul karena luapan emosi pihak yang tidak bisa menerima hasil Pemilu 2019. Padahal, proses pemilu belum sepenuhnya usai. Ada sengketa hasil pemilu yang masih berproses di MK. Kita harus hormati pihak-pihak yang mencari keadilan di MK," kata Jimly, kemarin.

Menurut Jimly, isu referendum ini kerap dilontarkan karena emosi sesaat dari pihak-pihak yang tidak puas atas kinerja pemerintah. "Seperti di Papua, sedikit-sedikit teriak merdeka. Oleh karena itu, lebih baik pembahasan referendum dihentikan saja."

Sebelumnya, wacana refe-rendum mencuat setelah Ketua Partai Aceh, Muzakir Manaf, mengemukakannya pada peringatan ke-9 tahun wafatnya Wali Neugara Aceh, Paduka yang Mulia Teuku Muhammad Hasan Ditiro, di Gedung Amel, Banda Aceh, Senin (27/5).

Mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu berpendapat kondisi Indonesia kini di ambang kehancuran di segala aspek sehingga dia meminta referendum untuk Aceh. Tidak tanggung-tanggung, wacana referendum itu dilontarkan Muzakir dihadapan Plt Gubernur Aceh, Pangdam Iskandar Muda, Kapolda Aceh, dan beberapa pejabat lain.

Alasan Muzakir bahwa Indonesia di tubir kehancuran jelas mengada-ada, karena fakta menunjukkan Indonesia justru berada di depan pintu kebesaran.

Referendum yang digaungkan Muzakir semakin tidak relevan karena tidak ada landasan hukum yang memungkinkan pelaksanaannya. Dasar hukum, yakni Ketetapan MPR Nomor 4 Tahun 1983 tentang Referendum yang sebenarnya untuk mengatur kemungkinan mengubah UUD 1945 telah dicabut. Begitu juga peraturan turunannya, yaitu UU No 5 Tahun 1985 tentang Referendum.

Pendekatan etika

Wakil Ketua Umum MUI Pusat KH Zainut Tauhid pun sepen- dapat dengan Jimly. Zainut menegaskan Pancasila dan NKRI merupakan bentuk final dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

"MUI mengajak komponen bangsa meneguhkan kembali komitmen kebangsaan dan mengukuhkan konsensus nasional para pendiri bangsa. Keinginan beberapa daerah memisahkan diri dari NKRI merupakan pengingkaran sejarah yang mengancam persatuan Indonesia. Tuntutan referendum harus ditolak karena tidak memiliki dasar konstitusi," ujar Zainut.

Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, menegaskan dalam hukum positif di Indonesia tidak ada dasar sama sekali untuk memberlakukan referendum. Untuk kasus di Aceh, persoalan terkait status dan situasi di masa lalu sudah diselesaikan melalui Perjanjian Helsinki.

"Pemerintah sudah meratifikasi perjanjian itu ke dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh Darusalam. Tidak ada pintu untuk melakukan itu (referendum) yang terkait status Aceh," ungkap Arsul Sani, kemarin.

Arsul menilai persoalan ini lebih kepada ekses dari Pilpres 2019. Oleh karena itu, perlu pendekatan etika untuk menangani persoalan tersebut.

"Ada yang merasa bahwa di daerah saya 02 menang, tetapi kok nasional kalah. Lalu timbul kekecewaan," tandas Arsul. (Bay/Dro/AU/*/Ant/X-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya