Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Rajut kembali Persatuan Nasional

Akmal Fauzi
05/5/2019 06:30
Rajut kembali Persatuan Nasional
Seminar dan dialog kebangsaan di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Selasa (16/4)(MI/Susanto)

PUASA Ramadan yang dijalani umat Islam mulai Senin (6/5) besok seyogianya menjadi titik tolak untuk merekatkan lagi tali silaturahim di antara sesama warga bangsa.

Harus diakui gelaran Pemilu 2019 telah menggiring sebagian besar anak bangsa ini ke dalam sekat-sekat yang berseberangan. Kini saatnya kita semua kembali menjalani kebersamaan dalam kehidupan masyarakat.

“Ramadan menjadi momen merajut ukhuwah dan islah. Kita semua memperkuat lagi solidaritas antarsesama. Pemimpin dan elite harus memberi contoh agar jalinan persatuan di antara kita semakin kukuh,” kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, kepada Media Indonesia, kemarin.

Menurut Mu’ti, sebagaimana makna dan hakikat puasa, semua pihak khususnya umat Islam menahan diri dari perkataan dan perbuatan tercela, kotor, kasar, dan provokatif.

“Jangan memantik kebencian dan permusuhan. Ramadan hendaknya menjadi bulan ukhuwah, persaudaraan, dan persatuan sejati,” lanjut Mu’ti.

Dalam penilaian Muhammadiyah, situasi politik nasional pascapemilu masih kondusif. Muhammadiyah pun mengapresiasi kesuksesan gelaran Pemilu serentak 2019.

“Perbedaan pendapat masih dalam ranah wajar. Akan tetapi, ada yang perlu kita jaga bersama, yakni semua pihak menerima hasil pemilu. Walaupun hak warga negara sebaiknya dihindari berbagai bentuk pengerahan massa,” ujar Mu’ti.

Dari Karawang, Jabar, Ketua MUI setempat KH Tajudin Nur mengemukakan Ramadan merupakan saat yang tepat mempererat silaturahim.

“Kita jangan melakukan hal-hal yang merugikan dan mencederai persatuan nasional. Ramadan ini ialah momentum kita mendekatkan diri kepada Tuhan dan mempererat silaturahim dengan sesama warga,” ungkap Tajudin.

Merawat kedamaian
Sebelumnya, dalam multaqo (pertemuan) para ulama, habaib, dan cendekiawan di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Jumat (3/5), disampaikan sejumlah rekomendasi, di antaranya NKRI merupakan bangunan konstitusi yang sesuai dengan Islam rahmatan lil alamin. Pancasila juga disepakati sebagai falsafah bangsa yang sejalan dengan ajaran Islam.

“Kalau sudah nasionalis-aga­mais dan mengakui semua agama, satu nusa satu bangsa satu bahasa, insyaallah Indonesia makmur. Jadi, masyarakat tetap memegang persatuan,” kata inisiator multaqo, KH Maimun Zubair.

“Islam mengajarkan persatuan, persaudaraan, dan melarang kekerasan. Bangsa Indonesia paham dan dewasa berdemokrasi. Pemilu boleh berbeda pilihan. Kini kita bersatu lagi,” tambah Ketua PBNU, Said Aqil Siradj.

Sementara itu, sejumlah lora (putra kiai asal Madura) sepakat untuk ikut merawat perdamai­an dan persatuan umat seusai hajatan Pemilu 2019.

“Para lora bersatu untuk kepentingan umat, kepentingan aswaja, dan kepentingan rakyat,” kata Saifullah Yusuf yang menjadi inisiator pertemuan yang berlangsung di kediamannya di Surabaya, kemarin.

Di tempat sama, Ketua Ikatan Gus Gus Indonesia (IGGI), Ahmad Fahrur Rozi, mengakui para lora berkumpul untuk mengabarkan dan mengembangkan virus kebaikan serta kedamaian dalam menyambut Ramadan 1440 Hijriah.

“Kami akan melawan berita bohong (hoaks) dan provokasi yang berpotensi memecah belah rakyat,” tandas Gus Fahrur. (Mir/CS/MG/Ant/X-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya