Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Politik Identitas tidak Angkat Elektabilitas

Windy Dyah Indriantari
06/2/2019 07:35
Politik Identitas tidak Angkat Elektabilitas
(MI/MOHAMAD IRFAN)

WALAUPUN banyak digunakan di banyak negara, politik identitas diyakini tidak berpengaruh atau berkorelasi dengan peningkatan elektabilitas untuk para capres-cawapres yang berlaga di Pemilu 2019.

Menurut Peneliti Seven Strategic Studies Girindra Sandino, strategi tersebut dianggap tidak berhasil dalam kontestasi demokrasi di Indonesia, bahkan dapat disebut gagal total.

“Menarik untuk diperhatikan mengapa politik identitas dalam Pemilu/Pilpres 2019 tidak berpengaruh atau berkorelasi dengan peningkatan elektabilitas pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno,” katanya dalam siaran pers yang dipublikasikan Senin (4/2).

Ia menjelaskan ada sejumlah alasan yang menyebabkan politik identitas tidak efektif diterapkan di Indonesia.

Pertama, karena Indonesia memiliki social capital yang luar biasa. Berbeda dengan negara-negara lain.

Modal sosial itu antara lain banyaknya ormas keagamaan yang memiliki basis massa dan selalu mengampanyekan pentingnya rasa persatuan.

“Sebut saja ormas keagamaan seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang berhasil mengharmonisasikan hubungan agama dan negara,” paparnya.

Hal lain yang menjadi perhatian ialah ikatan dan rasa kebangsaan masyarakat Indonesia cukup kuat sehingga identitas asal atau primodial seperti agama, suku, ras, dan golong­an tidak laku sebagai ‘jualan’ dalam politik elektoral.

Walaupun tidak bisa dihapus, peran politik identitas semakin menurun pada tataran kuantitas karena kedewasaan dan kematangan berdemokrasi di tiap negara.

“Inklusivisme antargolongan terus meningkat, melumerkan blok-blok budaya (cultural blocks) antargolongan,” tuturnya.

Ia menyebutkan, walaupun capres Prabowo sering menggunakan retorika yang bernuansa ‘kelas’ dan identitas pribumi saat pidato politiknya, kenyataannya hal itu justru merugikan Prabowo sendiri. “Karena kenyataannya kontras dengan citra diri dan rekam jejaknya,” jelasnya.

Girindra melihat penggunaan isu agama sebagai alat untuk meraih dukungan kelompok Islam mengalami degradasi. “Saat ini masyarakat sudah cerdas dalam hal memilih pemimpin, termasuk siapa pendukungnya. Isu agama sangat sedikit korelasinya dengan peningkatan elektabilitas,” ungkapnya.

Di sisi lain, pemerintah cukup responsif terhadap gejala-gejala yang mengarah pada isu-isu politik identitas, penyebaran hoaks, fitnah, dan lain-lain.

“Peran Presiden Joko Widodo sebagai capres bersama cawapres KH Ma’ruf Amin cukup signifikan untuk menghambat meluasnya politik identitas tersebut,” ujarnya. (Win/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya