Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

SARA karena Manipulasi Elite Parpol

Nurjiyanto
08/8/2018 08:00
SARA karena Manipulasi Elite Parpol
KONDISI POLITIK JELANG PEMILU 2019: Para peneliti LIPI (dari kanan) Syarif Hidayat, Firman Noor, Esty Ekawati, dan Syamsuddin Haris, serta moderator Sarah N Siregar menyampaikan materi pada acara Sosialisasi Hasil Survei Ahli 2018, di Jakarta, kemarin. Sos(MI/ROMMY PUJIANTO)

TIM survei Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menila isu SARA akan jadi penghambat terwujudnya pemilu yang berkualitas di 2019 nanti.

Sebanyak 23,1% responden dalam survei itu menganggap penggunaan politik SARA dapat mengancam konsolidasi demokrasi. Selain itu, permasalahan praktik politik uang masih dianggap sebagai masalah yang berpotensi muncul dalam Pemilu 2019 mendatang.

Peneliti senior LIPI Syarief Hasan mengungkapkan munculnya isu SARA bukan terjadi karena adanya singgungan antarkeyakinan masyarakat. Kemunculan isu SARA merupakan hasil dari produksi elite parpol yang ingin memanipulasi masyarakat untuk kepentingan politik semata.

"Jadi bukan karena adanya singgungan masyarakat, melainkan karena SARA ini dimanipulasi elite parpol untuk kepentingan politik semata," ujarnya.

Ia menilai demokrasi yang saat ini terjadi di Indonesia merupakan demokrasi yang bersifat ilusi. Selain itu, ketika praktik berdemokrasi dijalankan, proses keterwakilan serta tujuan akhirnya jauh dari kata baik.

Penyebabnya lagi-lagi berasal dari elite parpol sebab para elite saat ini tengah mempraktikan sebuah sistem yang hanya mengambil hak suara politik masyarakat, tetapi minim realisasi kebijakan yang berpihak kepada rakyat.

"Elite ini cenderung memproduksi vote, tetapi tidak menghasilakan voice, yakni kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada rakyat," ungkapnya.

Karena itu, lewat hasil survei ini, pihaknya merekomendasikan agar ada pembenahan khusunya dalam tingkat parpol. Pembenahan tersebut dilakukan melalui reformasi parpol yang mengarah pada sistem kepartaian yang sehat serta berkarakter.

"Solusinya ialah perbaikan pengelolaan dan perilaku politik elite parpol karena mereka yang memproduksi isu SARA. Hal itu bisa direalisasikan melalui reformasi parpol," ungkapnya.

Reformasi parpol

Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Firman Noor menambahkan reformasi parpol perlu dilakukan sesegera mungkin sebab saat ini parpol cenderung dikuasai kepentingan pragmatis politik belaka, khusunya menjelang kontestasi Pemilu 2019.

Reformasi bisa dilakukan dalam dua bagian, yakni struktural dan kultural parpol. Dari segi kultural, parpol harus memiliki sistem yang jelas sehingga tidak terpengaruh terhadap posisi ketua umum yang menjabat. Hal itu dapat terwujud jika sistem kaderisasi parpol kuat dan bersih.

Peneliti senior LIPI Syamsuddin Haris menggarisbawahi perlunya mekanisme akreditasi terharap parpol. Hal tersebut diperlukan guna menjaga kualitas parpol sebagai salah satu lembaga demokrasi.

"Jangka panjangnya seperti itu. Kami sedang desain tools self of assessement. Jadi parpol diminta menilai dirinya sendiri. Nanti hasilnya akan dinilai tim dari KPK."

Akreditasi parpol mencakup standar etik parpol, demokrasi internal parpol, sistem kaderisasi, sistem rekrutmen parpol, serta sistem tata kelola keuangan parpol.

Selain itu, demokrasi internal partai perlu dipastikan. Pasalnya parpol masih bersifat sentralistik sehingga kesempatan munculnya kader berkualitas masih ditentukan kedekatan serta kepentingan elite parpol semata. (P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya