Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

MK Protes Keras Disebut Goblok oleh Oesman Sapta

Nurjiyanto
01/8/2018 08:55
MK Protes Keras Disebut Goblok oleh Oesman Sapta
MERENDAHKAN MARTABAT MK: Sekjen Mahkamah Konstitusi (MK) Guntur Hamzah (tengah) didampingi juru bicara MK Fajar Laksono (kanan) dan Kepala Biro Humas dan Protokol MK Rubiyodi menyampaikan keterangan pers di Gedung MK, Jakarta, kemarin. MK melayangkan surat(MI/SUSANTO)

UCAPAN Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Oesman Sapta Odang (OSO) di sebuah stasiun televisi swasta pada 26 Juli 2018 berbuntut panjang. Ketika itu, OSO menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) goblok dengan putusan yang melarang anggota DPD diisi pengurus partai politik.

MK pun melayangkan surat keberatan ke OSO. Menurut Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah surat tersebut telah diterima OSO. Pihak MK masih menunggu respons dari Ketua DPD itu.

"Mahkamah Konstitusi berkesimpulan bahwa tindakan atau ucapan yang dilakukan Bapak Oesman Sapta Odang dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang merendahkan kehormatan, harkat martabat, dan wibawa Mahkamah Konstitusi dan para hakim konstitusi," ungkapnya di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, kemarin.

Guntur menjelaskan MK dalam memutus perkara telah melaksanakan prosedur sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pihaknya pun selalu mengumumkan setiap permohonan perkara yang masuk ke MK.

Guntur pun menjelaskan proses perkara uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 182 huruf l, khususnya frasa 'pekerjaan lain' yang diajukan Muhammad Hafidz. Selama perkara tersebut berlangsung, tidak pernah ada pihak yang mengajukan sebagai pihak terkait.

Ia menegaskan setiap keputusan MK selalu merujuk kepada konstitusi serta hukum. Untuk itu Guntur menolak bahwa putusan tersebut politis.

OSO sempat mengkritik MK dalam sebuah acara televisi yang disiarkan secara live pada tanggal 26 Juli 2018.

"MK itu goblok, karena tidak menghargai kebijakan yang telah diputuskan oleh, oleh siapa? Oleh KPU. Jadi itu porsinya KPU bukan porsinya MK," cetus OSO ketika itu.

Dalam tayangan tersebut OSO pun menuding MK telah melakukan politisasi terhadap putusannya. Putusan MK yang melarang anggota DPD diisi pengurus partai politik dianggapnya sudah menerobos independensi Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"MK ini memerintahkan KPU, yang benar MK tidak boleh pe-rintahkan KPU, kan lucu keputusan itu. Inilah membikin KPU tidak menjadi independen. Ini yang saya bilang dipolitisasi," ungkapnya.

Tidak berlaku surut

Dalam putusan 23 Juli 2018 pada uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 182 huruf l, majelis hakim menyatakan bila tidak ada penjelasan terhadap frasa 'pekerjaan lain', dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD.

Meski demikian, putusan MK itu tidak berlaku surut. Dalam proses pendaftaran calon anggota DPD yang telah dimulai untuk Pemilu 2019, bila ada yang mendaftar dan kebetulan merupakan pengurus parpol, KPU dapat memberikan kesempatan untuk tetap sebagai calon anggota DPD.

"Sepanjang telah menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik, yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang bernilai hukum perihal pengunduran diri dimaksud," ujar Hakim I Dewa Gede Palguna.

Untuk selanjutnya, anggota DPD setelah Pemilu 2019 yang menjadi pengurus partai politik adalah bertentangan dengan UUD 1945. (A-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya