Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

MK Kembali Diingatkan Untuk Tidak jadi Mahkamah Kalkulator

Nur Aivanni
08/7/2018 13:21
MK Kembali Diingatkan Untuk Tidak jadi Mahkamah Kalkulator
()

MAHKAMAH Konstitusi (MK) diminta untuk konsisten tidak menjadi mahkamah kalkulator saat memproses permohonan perselisihan hasil Pilkada 2018 ini. MK tetap harus memperhatikan persoalan yang diajukan para pemohon, selain mempertimbangkan ambang batas sengketa pilkada yang diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

"Pentingnya MK bukan sebagai mahkamah kalkulator. Pentingnya MK mempertimbangkan pada kasus-kasus tertentu, meski (permohonan) melewati ambang batas, tapi kalau ada fakta-fakta penting yang perlu dipertimbangkan, MK dapat mengujinya," terang Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi di Kantor Kode Inisiatif, Jakarta, Minggu (8/7).

Berkaca dari pengalaman Pilkada 2017, MK mempertimbangkan sejumlah daerah yang ambang batasnya melebihi ketentuan yang ada, yakni 0,5% hingga 2%. Daerah tersebut adalah Kabupaten Tolikara, Kabupaten Intan Jaya, Kabupayen Puncak Jaya dan Kabupaten Yapen.

"MK tahun 2017 kembali bukan sebagai mahkamah kalkulator. Ada empat daerah di Provinsi Papua. Kalau dilihat dari ambang batasnya, (keempat daerah tersebut) selisihnya jauh dari ambang batas. Tapi, MK tetap mengabulkan atau menjadikan kasus itu tetap diproses di MK," terang Veri.

Lebih lanjut, Veri mengatakan bahwa ada sejumlah alasan MK menembus ambang batas pilkada tersebut. Pertama, tidak adanya kepastian hukum. Kedua, terjadi kejadian atau keadaan luar biasa saat rekapitulasi hasil. Ketiga, objek permohonan prematur. Keempat, proses rekapitulasi yang cacat hukum. Dan kelima, adanya tindakan insubordinasi dimana KPU Kabupaten/Kota tidak menjalankan perintah KPU Provinsi atau KPU RI.

Untuk diketahui, Pasal 158 ayat (1) UU 10/2016 menyebutkan bahwa pemohon dapat mengajukan sengketa pilkada jika selisih suara antar peroleh suara terbanyak dengan pemohon berkisar antara 0,5% hingga 2% dari total suara sah penghitungan suara tahap akhir sesuai jumlah penduduk dalam wilayah daerah yang ditetapkan oleh KPU Daerah. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya