Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Masa Depan Industri Tembaga 

Ferdy Hasiman, Pengamat Tambang
09/2/2025 16:03
Masa Depan Industri Tembaga 
(Dok.Pribadi)

PRODUSEN emas dan tembaga yang menambang di Grasberg, Papua, PT Freeport Indonesia telah sukses membangun tambang terintegrasi mulai dari hulu (konsensi) sampai hilir (pembangunan smelter tembaga). Di hulu, sejak tambang open-pit (tambang terbuka) Grasberg selesai berproduksi tahun 2019, Freeport mengoperasikan tambang bawah tanah (underground) sejak tahun 2021. 

Pembangunan infrastruktur tambang underground, berupa tunnel, train dan terowongan bawah tanah, sudah dipersiapkan mulai tahun 2002 dan baru beroperasi komersial tahun 2021. Jadi, persiapan dan transisi dari open-pit menuju underground cukup lama. Dengan demikian, ketika tambang open-pit di Grasberg berada di titik puncak (berhenti berproduksi), Freeport sudah mempersiapkan jalan memproduksi emas dan tembaga di underground

Menurut laporan Freeport, dana yang dikeluarkan membangun tambang underground berkisar di atas US$8 miliar. Dana besar itu ternyata berbuah manis, karena tambang underground mampu menghasilkan cadangan ore (biji tembaga, emas dan perak) yang besar pula. 

Berdasarkan laporan Freeport (2024) cadangan ore sampai tahun 2041 (masa berakhir kontrak) berada di kisaran 2 miliar ton. Sementara, produksi harian Freeport dari tambang underground saat ini berada di rentang 160.000 matrik ton sampai 200.000 matrik ton. Ini hampir sama ketika Freeport menambang di tambang open pit Grasberg yang kisaran produksi hariannya di angka 160.000 matrik ton. Ini tentu kapasitas produksi yang sangat besar dan menguntungkan korporasi ke depan.

Bangun smelter

Produksi ore Freeport yang besar tak bisa lagi diekspor dalam bentuk mentah. UU No.3 Tahun 2020, tentang Mineral dan Batubara, melarang perusahaan tambang mengekspor mineral mentah, termasuk Freeport. Semua harus dimurnikan dalam negeri atau wajib membangun smelter. 

Selama pertambangan open-pit di Grasberg, 36% produksi hariannya dikirim ke PT Smelting Gresik, Jawa Timur. Sementara 60% sisanya diekspor ke smelter Freeport di Spanyol, Atlantic Copper. 

Dengan aturan baru, Freeport telah membangun pabrik smelter tembaga dengan kapasitas 1.7 juta ton konsentrat per tahun dan dana investasi senilai US$4 miliar. Smelter ini dibangun di  Manyar, Jawa Timur dan merupakan pabrik smelter tembaga dengan desain single line terbesar di dunia. 

Dengan begitu, Freeport sebagai perusahaan tembaga terintegrasi dari pengolahan hingga permunian atau hulu-hilir terbesar di dunia. Namun, pertanyaan yang paling penting adalah, setelah Freeport membangun smelter tembaga bagaimana penyerapan untuk industri domestik ke depan? 

Pertanyaan ini penting dijawab karena bukan hanya Freeport saja yang telah membangun pabrik smelter. Tetapi juga kompetitornya, PT Amman Mineral Tbk (Amman) telah membangun pabrik smelter tembaga berkapasitas 900.000 matrik ton per tahun di Sumbawa Barat, NTB. Dua produsen tembaga ini adalah termasuk terbesar. Mereka sudah berkomitmen membangun pabrik tembaga. 

Jika kita kilas sejarah. Dulu, PT Smelting Gresik mengolah 300.000 ton konsentrat tembaga dari tambang Grasberg dan konsentrat tembaga Newmont Nusa Tenggara di Batu Hijau (sekarang sudah dimiliki Amman Mineral) untuk menghasilkan 900.000 ton sulfuric acid per tahun, gypsum 350.000 ton per tahun dan copper untuk bahan baku semen dan beton sebesar 655.000. 

Hasil olahannya, kemudian diserap perusahaan-perusahaan semen dan beton yang ada di Jawa Timur dan pulau Jawa. PT Smelting juga mensuplai hampir 1 juta ton sulfuric acid ke PT Petrokimia Gresik untuk memproduksi 5 juta ton per tahun pupuk.

Nah, dengan penambahah smelter Freeport baru di Manyar berkapasitas 1.7 juta ton dan smelter Amman di Sumbawa Barat dengan kapasitas 900.000 matrik ton, apakah industri domestik bisa menyerap semua hasil olahan konsentrat tembaga? Ataukah kondisi globallah yang membuka ruang bagi produsen tembaga bisa bersinar?

Itu mengandaikan perusahaan-perusahaan semen menaikkan produksinya setiap tahun, sehingga permintaan gypsum meningkat. Dengan adanya kebijakan pemerintah membangun 3 juta rumah untuk warga tentu akan membantu manaikkan kapasitas produksi produsen-produsen semen. Dengan itu penyerapan gypsum meningkat. 

Begitupun kebijakan swasembada pangan, akan berimplikasi pada peningkatan permintaan pupuk, sehingga produksi perusahaan pupuk naik yang berimplikasi pada permintaan sulfuric acid dari pabrik smelter tembaga. Jadi, kebijakan pemerintah turut mendorong pertumbuhan industri. 

Revolusi kendaraan listrik global adalah juga berkah bagi produsen tembaga. Karena tembaga adalah salah satu komponen penting untuk pembangunan baterai kendaraan listrik, selain nikel, mangan dan cobalt. Untuk pembangunan baterai kendaraan listrik, mineral penting yang dibutuhkan, seperti aluminium (18.9%), nikel (15,7%), tembaga (10,8%), baja (10,8%), mangan (5,4%), cobalt (4,3%) dan lithium (3,2%). 

Itu menunjukkan, bahwa tembaga adalah komponen kunci pengembangan kendaraan listrik. Secara makro ini tentu dapat mengantisipasi defisit akibat impor minyak dan gas yang terus melebar. Tembaga menjadi bahan dasar (raw materials) pengembangan baterai untuk eksosistem mobil listrik. 

Glencore, salah satu produsen metal terbesar dunia mengatakan, kebijakan kendaraan listrik akan menambah permintaan (demand) tembaga sebesar 18% tahun 2030 dan nikel global tumbuh 55%. Dalam ekosistem kendaraan listrik, tembaga digunakan untuk pembangunan jaringan listrik, jaringan storage (penyimpanan/reservoar) dan charging (Infrastrukur pengisian). 

Menurut Glencore, permintaan tembaga untuk charging saja, misalnya akan tumbuh dari 23,000 ton di tahun 2020 menjadi 392,000 ton tahun 2030. Ini tentu berita baik bagi produsen tembaga, seperti Freeport dan Amman yang telah membangun pabrik smelter. 

Dengan pengembangan ekosistem mobil listrik, hasil olahan tembaga mudah terserap seiring ekspansi produsen kendaraan listrik global. China Association Of Automobile Manufactures (CAAM:2019) mengatakan, sejak tahun 2019, kendaraan listrik di Tiongkok tumbuh 1.7 juta unit dari 1.6 juta unit tahun 2018. Sementara penjualan mobil berbasis fosil di Tiongkok mulai  mengalami penurunan. 

Pada tahun 2019, penjualan mobil berbasis fosil Tiongkok turun 13% atau 4.82 juta unit per tahun, sementara penjualan kendaraan listrik meningkat 118% menjadi 254.000. Sementara, McKinsey (2022) memproyeksikan, produksi mobil listrik global tumbuh dari 20 juta unit tahun 2017 menjadi 31 juta kendaraan listrik tahun 2025.

Dengan menyimak fakta di atas, tembaga adalah mineral penting untuk merealisasikan gagasan dekarbonisasi global. Sebesar 65% hasil olahannya untuk pengembangan energi terbarukan, seperti baterai kendaraan listrik, pembangkit listrik (1.5 juta ton permintaan global) dan solar power (5.5 juta ton permintaan global). 

Langkah ke depan

Dengan mencermati permintaan global dan domestik di atas, menurut kami, masa depan  produsen tembaga, seperti Freeport dan Amman ke depan cerah. Apalagi kapasitas produksi mereka di hulu sangat potensial. Freeport masih memiliki cadangan 2 miliar ton biji berupa tembaga, perak, dan emas sampai tahun 2041. Sedangkan Amman masih memiliki potensi cadangan ore di Batu Hijau sampai tahun 2038. 

Dua produsen ini harus terus berbenah dan melakukan aksi korporasi yang penting untuk mengantisipasi permintaan domestik dan global. Freeport misalnya, perlu mempercepat perbaikan satu unit pabrik smelter di Common Gas Cleaning Plant yang terbakar beberapa bulan lalu. 

Kebakaran memang hanya terjadi di satu unit pabrik (unit asam sulfat ). Namun, kebakaran ini  berdampak pada menurunnya pendapatan dan produksi. Maka, kebakaran ini jangan dianggap sepele dan perlu diperbaiki cepat agar pemerintah memberikan fleksibilitas terhadap aturan ekspor tembaga.

Sementara, Amman perlu mempercepat peta jalan eksplorasi tambang Elang Dodo, Sumbawa untuk mengantisipasi titik puncak produksi tambang Batu Hijau yang akan selesai tahun 2030 atau paling lambat 2038. 

Elang Dodo memiliki potensi ore besar mencapai 1.4 miliar ton. Ini berpotensi menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Semua ini dilakukan untuk mengantisipasi permintaan tembaga domestik dan global ke depan. 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya