ISU penting yang terus bergulir tiada henti dalam dunia pendidikan kita ialah pendidikan karakter. Sejak program itu digulirkan pada 1980-an hingga sekarang, pendidikan karakter bangsa Indonesia belum memberikan hasil maksimal. Pendidikan karakter merupakan respons terhadap dekadensi moral bangsa.
Keruntuhan moral telah memaksa bangsa ini bertekuk lutut pada nilai-nilai dehumanisasi dalam lingkaran struktural maupun kultural. Korupsi, pembunuhan, kekerasan seksual, penyerangan dan perusakan terhadap hak milik orang lain, serta lain sebagainya telah menjadi pemandangan umum yang menghiasi ruang publik kita saat ini.
Menurut John W Santrock, pendidikan karakter ialah pendidikan yang dilakukan dengan pendekatan langsung kepada peserta didik untuk menanamkan nilai moral dan memberikan pelajaran kepada murid mengenai pengetahuan moral dalam upaya mencegah perilaku yang dilarang. Ini merupakan definisi praktis tentang pendidikan karakter ketika contoh perilaku yang baik dari seorang guru menjadi kunci keberhasilannya.
Karena itu, pendidikan karakter dapat juga dipahami sebagai suatu usaha manusia secara sadar dan terencana untuk mendidik dan memberdayakan potensi peserta didik guna membangun karakter pribadinya sehingga dapat menjadi individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.
Secara historis, pendidikan karakter telah menjadi roh dan semangat dalam praksis pendidikan di Indonesia. Awalnya, kebijakan pendidikan diarahkan pada pembentukan karakter sebagaimana digagas pendiri bangsa. Beberapa pendidik Indonesia modern yang terkenal, seperti Ki Hajar Dewantara, Soekarno, Mohammad Hatta, Tan Malaka, dan lain-lain, telah mencoba menerapkan semangat pendidikan karakter sebagai bentuk kepribadian dan identitas bangsa sesuai dengan konteks dan situasi pada saat itu (Doni Koesoema, 2007).
MI/Duta
Pengajaran pendidikan karakter
Jika Santrock mengajarkan makna pendidikan karakter sebagai pendidikan moral yang secara langsung harus diajarkan kepada seluruh peserta didik, dapatlah dipahami bahwa program pendidikan tersebut ialah pendidikan tentang hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar norma dan nilai hidup bangsa itu sendiri. Hal itu sekaligus menunjukkan cara bagaimana warga negara bangsanya berpikir dan berperilaku secara turun-temurun.
Karakter bermakna sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas dari tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara. Individu yang berkarakter baik ialah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya.
Jadi, karakter merupakan perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bersikap maupun bertindak. Pendidikan karakter dapat menjadi pergerakan yang mendukung pengembangan sosial, emosional, dan etik siswa. Pendidikan karakter merupakan upaya proaktif sekolah dan pemerintah yang membantu siswa mengembangkan nilai-nilai etika dan kinerja, seperti kepedulian, kejujuran, tanggung jawab, serta menghargai diri sendiri dan orang lain.
Menurut Rosidatun (2018), pendidikan karakter dapat juga diartikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia dari seluruh peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungan dengan sesama manusia maupun dalam hubungannya dengan Tuhan.
Pengaruhnya terhadap intelektualitas
Adakah pendidikan karakter mempunyai relevansi yang kuat terhadap intelektualitas seseorang? Jawabannya ialah, ya, karena terdapat hubungan langsung antara perilaku dan kemampuan kognitif seseorang. Pendidikan karakter melatih peserta didik untuk memahami perilaku dan nilai-nilai kebaikan seperti nilai-nilai etika dan sopan santun serta nilai-nilai kinerja, seperti kejujuran, tepat waktu, tanggung jawab, serta penghargaan kepada orang lain dan kepada diri sendiri. Hal itu akan memengaruhi perilaku kita dalam bekerja, belajar, dan berprestasi.
Pendidikan karakter bertujuan membentuk kedisiplinan, ketekunan, dan tanggung jawab yang kuat. Kedisiplinan akan membentuk kebiasaan peserta didik untuk mengikuti semua rutinitas yang ada di sekolah, baik itu kegiatan belajar di sekolah secara mandiri maupun kegiatan belajar di kelas. Sementara itu, ketekunan mengarahkan siswa untuk fokus pada semua mata pelajaran yang ada di sekolah. Hal itu akan memperkuat daya baca dan belajar siswa dalam berbagai pelajaran. Dengan sifat-sifat tersebut, kita yakin siswa akan mampu meningkatkan pengetahuannya di sekolah karena tingkat kepintaran seseorang tidak hanya dipengaruhi IQ yang tinggi, tetapi juga usaha dan proses yang kuat.
Selanjutnya, sifat tanggung jawab akan mengarahkan siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Mereka akan menganggap bahwa tugas-tugas tersebut ialah amanah yang harus diselesaikan. Siswa dengan karakter yang baik akan menganggap bahwa menyepelekan tugas merupakan bagian dari pelanggaran terhadap nilai dan norma-norma yang berlaku. Dengan keadaan seperti itu, sedikit demi sedikit akan mampu meningkatkan daya kognitif peserta didik karena mereka akan kerja keras penuh tanggung jawab terhadap tugas-tugas belajar yang diberikan kepada mereka.
Selanjutnya, karakter-karakter lain dalam pendidikan karakter ialah sikap hormat dan jujur. Sikap hormat akan mampu meningkatkan kepatuhan murid terhadap guru. Konsekuensinya, siswa akan lebih memperhatikan penjelasan-penjelasan guru di kelas sebagai bentuk penghormatan tersebut. Hal itu akan menjadikan mata pelajaran dapat diserap dengan baik oleh siswa sehingga mereka menjadi lebih berpengetahuan.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa penghormatan berbanding lurus dengan kewibawaan. Artinya, guru juga memiliki peranan penting untuk membangun karisma dan kewibawaannya dengan mencontohkan kebiasaan-kebiasaan dan perilaku yang baik kepada seluruh siswa. Sifat jujur akan menghindari perilaku siswa dari mencontek.
Mereka akan jujur mengerjakan ujian-ujian yang diberikan di sekolah. Perbuatan mencontek tidak hanya mencederai nilai-nilai kejujuran, tetapi juga mendidik siswa menjadi orang yang menghalalkan segala cara. Oleh karena itu, membentuk karakter siswa yang jujur berpengaruh signifikan dalam mencerdaskan siswa karena siswa akan belajar lebih giat dan berpedoman kepada kemandirian untuk mencapai nilai yang bagus.
Proses pembelajaran karakter hendaknya lebih diarahkan pada aspek pengetahuan, keterampilan, dan perilaku. Menurut Barth, sebagaimana dikutip Khoiruddin dan Shohip, terdapat tiga aspek dalam pembelajaran yang harus dicapai, yaitu: a) pengetahuan, adalah bentuk dari prinsip dan fakta, b) keterampilan, adalah pemerolehan kemampuan melalui pelatihan atau pengalaman, dan c) sikap, adalah suatu pendapat, perasaan, atau mental seseorang yang ditunjukkan oleh tindakan. Tiga aspek itu merupakan kunci sukses dalam pembelajaran pendidikan karakter. Wallahualam.