Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Mengulik Kesehatan Mental Anak Akibat Perundungan

Natalia Regina Devi Setyaningsih, Psikolog 
09/7/2022 11:00
Mengulik Kesehatan Mental Anak Akibat Perundungan
Natalia Regina Devi Setyaningsih(Dok pribadi)

MASALAH kesehatan jiwa masih menjadi isu utama yang kerap kita jumpai di masyarakat Indonesia. Berbagai kasus tentang perundungan (bullying) masih kerap ditemui melalui berbagai pemberitaan yang beredar. Salah satunya dialami oleh seorang narasumber saya yaitu seorang perempuan yang menceritakan bahwa saat ia di kelas 3 sekolah dasar, ia dibully teman-teman perempuan di kelasnya. 

Pada saat itu ia memiliki tubuh yang gemuk dan sifat dan penampilan yang tomboi/kelaki–lakian. Ia sering dipanggil raksasa, preman, dan dijuluki 'tomboy kemosmos' oleh teman–temannya itu dan mereka pun menjauhinya. Saat itu ia hanya bisa diam. Hal itu membuatnya menjadi tidak percaya diri, merasa kesepian, dan ingin menghindari orang, bahkan membatasi pertemanan dan tidak memiliki teman akrab sampai sekarang. Daripada berteman ia memilih untuk sendirian.

Perundungan dapat terjadi pada berbagai tingkatan usia, namun yang paling rentan terjadi kepada anak-anak. Hal ini didukung pula oleh data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menerima pengaduan masyarakat terkait kasus perlindungan khusus anak pada 2021 sebanyak 2.982 kasus. Dari jumlah tersebut, yang paling banyak yaitu sebanyak 1.138 kasus anak dilaporkan sebagai korban kekerasan fisik atau psikis.

Perundungan menurut American Psychological Association (APA, 2004) adalah perilaku agresif yang memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Perilaku yang  bertujuan menyebabkan kesusahan atau membahayakan, 2) Perilaku yang umumnya terjadi berulang kali dari waktu ke waktu selama jangka waktu tertentu, 3) Adanya ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan antara pelaku dan korban. 

Perilaku perundungan kepada anak ini bisa terjadi kapanpun dan dimanapun, dalam lingkup keluarga, sekolah maupun dalam lingkungan sosial anak yang tentunya dapat mempengaruhi kondisi fisik dan psikis anak. Beberapa jenis bullying yang dilakukan pelaku kepada korban yaitu intimidasi secara verbal, non verbal (fisik), pelecehan seksual, intimidasi menyangkut ras, etnis, agama, kecacatan, orientasi seksual dan identitas gender dan cyberbullying.
 
Bentuk pertama yaitu bullying verbal, berupa tindakan berkata–kata kasar, mengancam, membentak, mempermalukan, memberi panggilan nama, memaki, merendahkan, menyebarkan gosip buruk. Bentuk kedua yaitu bullying non-verbal (fisik), berupa tindakan mendorong, menendang, menjambak, memukul, mencakar, mencubit, meludahi, memeras, mengunci orang di dalam ruangan, menghancurkan barang orang lain, menjulurkan lidah, melihat sinis, mengejek dan menampilkan ekspresi merendahkan. Bentuk non verbal lainnya bisa berupa tindakan yaitu mengucilkan, mengabaikan, mengirimkan surat kaleng, mendiamkan, atau menyalahgunakan persahabatan. 

Bentuk ketiga yaitu pelecehan seksual, berupa tindakan kekerasan terkait seksualitas seseorang yang masuk pada kategori penyerangan secara fisik maupun verbal. Bentuk keempat yaitu berupa segala tindakan kekerasan secara fisik maupun verbal yang menyangkut ras, etnis, agama, kecacatan, orientasi seksual dan identitas gender seseorang. Bentuk kelima yaitu cyberbullying, berupa tindakan menyakiti orang lain melalui media elektronik, seperti memberi komentar jelek atau negatif tentang seseorang, pencemaran nama baik lewat media sosial, dan menyebarkan rekaman video negatif mengenai korban.

Perundungan yang terjadi tersebut tentu dapat berdampak pada kesehatan mental anak, baik pelaku maupun korbannya (APA, 2004). Dampak bullying yang mungkin terjadi pada korban adalah dapat memicu terjadinya berbagai gangguan mental seperti trauma, stres, serangan panik dan kecemasan, depresi, kemarahan, menurunnya prestasi akademik dan kemampuan kognitif anak, menurunnya harga diri anak, menarik diri dari lingkungan, takut bercerita, merasa kesepian, bahkan munculnya keinginan untuk bunuh diri. Sedangkan dampak bullying pada pelaku adalah berubahnya perilaku menjadi lebih agresif, mudah marah, toleransi yang rendah, kurang bisa berempati dan suka mendominasi, merasa memiliki harga diri yang tinggi dan memiliki kekuasaan dengan cara merendahkan orang lain.

Untuk mencegah terjadinya perilaku bullying maka diperlukan sosialisasi pada anak supaya dapat mengetahui bentuk–bentuk tindakan bullying agar setelah disadari dan dipahami anak bisa menjadi lebih tanggap dan tidak membiarkan perilaku tersebut terus terjadi. Bullying terus berlangsung karena korban biasanya mendiamkan saja perbuatan itu dan terus-menerus terbelenggu oleh perasaan takut, lemah dan tidak berdaya. 

Bullying yang terjadi harus disikapi dengan penuh keberanian dan keinginan untuk membela diri sendiri atau orang lain yang mengalami perundungan, serta menyadari bahwa perilaku itu salah dan tidak seharusnya dilakukan seseorang pada orang lain. Selanjutnya anak yang menjadi korban bullying bisa meminta bantuan kepada orang yang ia percaya misalnya teman dekat, orangtua, guru atau konselor di sekolah supaya korban bisa memperoleh dukungan psikologis dan perhatian yang ia butuhkan. Hal ini sangat penting untuk membantu korban sembuh dari peristiwa traumatik yang dialaminya.

Bagi orangtua dan guru anak korban bullying bisa melakukan tindakan cepat apabila memang diketahui adanya peristiwa yang dialami oleh anak supaya secepatnya bisa dihentikan. Apabila sudah masuk ke kriminalitas bisa diberikan sanksi kepada pelaku atau dilaporkan kepada pihak yang berwenang dengan membawa bukti-bukti dari tindakan bullying tersebut. Orangtua korban juga bisa meminta bantuan profesional yaitu psikolog atau psikiater bila ditemukan adanya trauma dan depresi pada anak. 

Bagi para pelaku bullying bisa diberikan sanksi tegas berupa hukuman dan konseling supaya bisa menyadari bahwa perilaku yang dilakukannya salah dan merugikan orang lain. Perhatian dan pendampingan adalah kunci utama bagi anak korban bullying untuk sembuh, sehingga kasus–kasus begitu bisa dihentikan. Selain itu anak perlu ditanamkan nilai–nilai agama dan moral sejak dini sehingga anak bisa tumbuh dengan menjunjung nilai–nilai toleransi antara manusia, kasih sayang dan menghargai diri sendiri yang tentu nantinya bisa mempengaruhi perkembangan kesehatan mental anak dalam interaksinya dengan orang lain.
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik