Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
PRESIDENSI G20 merupakan momentum bagi Indonesia untuk mempercepat transisi energi. Dalam beberapa kesempatan, Presiden Joko Widodo sudah menjelaskan ada tiga isu prioritas dari presidensi saat ini, yaitu penanganan kesehatan global secara inklusif, transformasi ekonomi berbasis digital, dan transisi menuju energi berkelanjutan.
Wajar bila transisi energi masuk skala prioritas karena merupakan langkah besar untuk menghindari pemanasan global, sebuah fenomena perubahan iklim (climate change) yang sangat beresiko bagi kehidupan generasi mendatang.
Bila kita ingat kembali lini waktu, saat Presiden Joko Widodo menerima Presidensi G20, akhir Oktober 2021, di Roma, setelah itu, beliau segera bergegas ke Glasgow (Skotlandia) untuk mengikuti COP 26, pertemuan puncak pemimpin dunia untuk mencegah krisis iklim.
Dalam COP 26 Glasgow, Presiden Jokowi kembali menegaskan komitmen Indonesia dalam isu perubahan iklim, bahwa tantangan perubahan iklim dan transisi energi perlu diatasi melalui kolaborasi global.
Merujuk Perjanjian Paris 2015, Presiden Jokowi kembali mengingatkan komitmen masing-masing negara dalam mengurangi emisi karbon, atau biasa disebut NDC (Nationally Determined Contribution). NDC merupakan istilah diplomasi iklim dalam upaya penurunan emisi. Komitmen mengatasi perubahan iklim selalu aktual.
Sebagaimana diketahui, Indonesia memasang target 2060 sudah masuk era net zero emission (netralitas karbon). Sekadar perbandingan adalah Tiongkok, dengan kegiatan ekonomi dan industri skala besar, pasang target 2060 akan mencapai zero emission, kemudian Jepang pada 2050. Bahkan negara kawasan Skandinavia, berani lebih cepat lagi, melalui pengembangan masif energi berkelanjutan.
Dalam NDC Indonesia sudah dijelaskan, penurunan emisi karbon ditargetkan mencapai 29% pada 2030, dengan cara mengurangi secara signifikan penggunaan energi atau BBM berbasis fosil, dan selanjutnya mengoptimalkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT), utamanya bagi sektor transportasi dan sektor industri.
Indonesia menargetkan proporsi EBT mencapai 23% pada 2025, sementara menurut data resmi dari Kementerian ESDM, penggunaan EBT saat ini baru berkisar 13%.
Dalam posisi Presidensi G20, Indonesia harus bisa menjadi model dalam program transisi energi, baik dari segi percepatan maupun komposisinya.
Dari segi komposisi, hampir semua sumber daya energi terbarukan tersedia di tanah air, sinar matahari (PLTS), angin (PLTB), panas bumi, air (PLTA), ombak laut, dan seterusnya.
Indonesia bisa mengoptimalkan momentum Presidensi G20 untuk mendorong sinergi antara negara berkembang dan maju, guna mempercepat transisi energi.
Indonesia perlu lebih cepat lagi dalam transisi energi , bila merujuk Peraturan Pemerintah No 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, terbaca bauran energi primer pada 2025 terdiri dari batubara (30%), energi terbarukan (23%), minyak bumi (25%) , dan gas bumi (22%).
Seperti telah disebut sekilas, capaian EBT sampai awal 2022 baru pada kisaran 13%, artinya pemanfaatan energi fosil masih dominan.
Problem masih tingginya konsumsi energi fosil juga terjadi di level global, dan itu yang menjadi kekhawatiran terkait situasi pascapandemi.
Pemulihan ekonomi global pascapandemi covid-19 diperkirakan akan meningkatkan kembali jumlah emisi karbon, yang memicu pemanasan global ekstrem. Jika itu terjadi, upaya mencegah pemanasan global akan kembali ke titik nol.
Mengutip hasil penelitian IEA (Badan Energi Internasional), yang dirilis akhir tahun lalu, selama pandemi memang terjadi semacam moratorium sektor transportasi dan industri, namun hal itu tidak berpengaruh pada tumpukan gas rumah kaca di atmosfer.
Kajian IEA tersebut, sudah cukup menjadi peringatan bagi negara di kawasan mana pun, baik negara maju maupun negara berkembang, untuk segera melakukan transisi energi. Bila tidak segera dilakukan, negara berkembang akan terkena imbas krisis iklim lebih awal dibandingkan negara maju.
Kajian tersebut cukup memberi pengetahuan bagaimana dampak buruk energi fosil. Terkait pemakaian energi fosil, kita memang masih dilematis, karena belum bisa lepas sepenuhnya dari energi fosil hingga satu dekade ke depan. Pasalnya, energi fosil masih berperan penting dan strategis dalam bauran energi nasional.
Sejalan dengan komitmen internasional dalam perubahan iklim, energi terbarukan menjadi keharusan untuk dikembangkan. Dalam program transisi energi, porsi energi terbarukan perlu diperbesar melalui subtitusi energi fosil yang lebih ramah lingkungan.
Dibutuhkan kebijakan energi yang berorientasi pada peningkatan energi terbarukan, sebagai cara mengatasi dilema antara ketergantungan pada energi fosil dan percepatan transisi energi.
Dengan komitmen yang kuat para penentu kebijakan, sekali lagi harus dikatakan, transisi energi adalah keniscayaan. Pada titik ini, Presidensi G20 bisa dijadikan momentum, ketika terjadi jeda energi fosil, untuk secara ambisius segera melakukan transisi energi.
Sektor yang paling banyak menghasilkan karbon adalah sektor transportasi. Itu sebabnya Presiden Joko Widodo, saat meresmikan KRL (kereta listrik) relasi Yogyakarta-Solo, pertegahan tahun lalu, mendorong agar seluruh transportasi massal di tanah air kelak berbasis listrik.
Harapan presiden tersebut berdasarkan pertimbangan efisiensi dan ramah lingkungan, yang sejalan dengan komitmen Perjanjian Paris 2015, dengan RI sudah meratifikasi kesepakatan terkait perubahan iklim tersebut.
Pemerintah terus mendorong pemanfaatan transpotasi publik berbasis listrik, sebagai cara tercepat mengurangi emisi karbon. Penggunaan transportasi publik berbasis listrik di penjuru negeri, selain untuk menciptakan lingkungan hijau, juga menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mendorong industri EV (electric vehicle) di masa depan.
Dekarbonisasi transportasi publik idealnya juga didukung pasokan listrik dari sumber EBT. Beberapa negara telah menetapkan jadwal untuk penghentian penggunaan energi fosil, beberapa negara yang dikenal sangat agresif adalah Norwegia, Denmark, dan Swedia, yakni sekitar 2030, sementara Tiongkok dan Jepang menetapkan 2050.
Elektrifikasi transportasi tanpa penggantian pasokan listrik berbahan bakar fosil, sejatinya tidak akan berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim. Kebijakan transportasi publik tidak akan mengurangi emisi secara signifikan, bila tidak didukung oleh pembangkit listrik bersumber EBT.
Untuk itu diperlukan intervensi pemerintah, bisa berupa peta jalan dan regulasi, mengingat ini berkaitan langsung dengan isu perubahan iklim. Ikhtiar yang dapat ditempuh dalam mitigasi perubahan iklim, adalah mengurangi jumlah emisi GRK (gas rumah kaca) di semua sektor, khususnya di sektor industri dan transportasi, upaya yang secara teknis biasa disebut “dekarbonisasi”.
Dekarbonisasi sektor transportasi mendesak untuk dijalankan, berdasar kenyataan permintaan energinya yang meningkat secara signifikan, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk.
Dekarbonisasi transportasi bisa dimulai dengan peralihan bertahap, dari kendaraan pribadi ke transportasi publik, dengan catatan transportasi publik berbahan bakar energi ramah lingkungan, seperti gas dan biofuel, untuk kemudian bergeser ke energi listrik sepenuhnya.
KTT G20 pada November nanti di Bali, bisa dimanfaatkan sebagai etalase capaian Indonesia dalam transisi energi, utamanya program pengembangan trasportasi berbasis baterai (electric vehicle).
Itu sebabnya sudah didesain dari sekarang, bahwa transportasi bagi peserta KTT nanti, termasuk transportasi bagi kegiatan pendukung, seluruhnya memakai kendaraan listrik.
Demi lancarnya operasional kendaraan listrik di lokasi KTT, juga telah disediakan sejumlah SPKLU (EV charging station), dengan kecepatan tinggi (fast charging).
Pada pertemuan sebelumnya pekan lalu para Menteri Luar Negeri G20, juga gagal menghasilkan kesepakatan lantaran perbedaan sikap terkait kondisi geopolitik.
MENTERI Luar Negeri Retno Marsudi membeberkan kisah sukses Indonesia saat menjadi Presiden G20 2022 dan Ketua ASEAN 2023. Keberhasilan itu bukan hal yang mudah untuk diraih,
Acara ini merupakan pengakuan penting terhadap upaya kolaboratif antara FAO, Kemtan, dan Universitas IPB dalam menghadapi tantangan unik yang dihadirkan oleh pandemi.
Dalam mendorong pencapaian Visi Indonesia Emas 2045 tersebut perlu dilakukan penguatan sejumlah strategi seperti pemanfaatan momentum bonus demografi melalui penciptaan generasi unggul.
BADAN Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama akan menggelar Forum Halal World di Jakarta pada 18-19 November 2023 dengan mengundang 118 lembaga halal dari 41 negara.
Arif Hidayat berharap seluruh negara Anggota G20 berkomitmen melanjutkan pencapaian Presidensi India selama G20 2023.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadwalkan memanggil dua menteri di era pemerintahan periode kedua Joko Widodo
Pemberian amnesti Hasto Kristiyanto dan abolisi Tom Lembong disebut membuat hubungan Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi makin berjarak.
Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, memberikan apresiasi terhadap kemampuan diplomasi dan pendekatan Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden AS Donald Trump.
'Lambang gajah gagah perkasa, simbol kuat penuh makna. PSI hadir membawa rasa, untuk rakyat ayo berjuang bersama.'
Presiden Prabowo yang tiba di kediaman Jokowi di Gang Kutai Utara No. 1, Kelurahan Sumber, Solo, Jawa Tengah, Minggu petang sekitar pukul 18.00 WIB.
Terpilihnya Kaesang dan keterlibatan penuh Jokowi menjadi sinyal bahwa wilayah Jawa Tengah akan dijadikan pondasi baru bagi PSI
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved