Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
TAHUN lalu, ketika badai pandemi covid-19 sedang ganas-ganasnya, banyak orang di lingkungan pergaulan kita terpapar. Mulai tetangga, rekan sekantor, teman sekolah/kuliah, bahkan mungkin di lingkungan keluarga kita sendiri. Sebagian selamat, tapi tidak sedikit pula yang menjemput akhirat. Di lingkup pergaulan saya saja, mungkin sudah lebih dari 10 orang yang berpulang. Belum lagi mereka yang tengah dirawat dan menjalani isoman. Oleh karena itu, kita (yang hingga hari ini masih diberi kesempatan hidup dan bernapas), sudah sepatutnya bersyukur.
Bagi yang muslim, Ramadan kali ini kiranya menjadi momen untuk lebih mensyukuri lagi nikmat itu. Terlebih kita kini dapat sedikit leluasa beraktivitas, termasuk dalam beribadah, seiring melandainya kasus dan kian terciptanya kekebalan komunitas. Kendati begitu, bukan segalanya jadi lepas kendali. Jorjoran berburu busana di Pasar Tanah Abang atau memborong aneka kudapan, seperti orang hendak berwisata kuliner, untuk sekadar menyiapkan menu berbuka. Justru, ibadah puasa yang mulai kita jalani hari ini harus jadi momentum untuk pengendalian diri. Bukan sebatas menahan lapar dan dahaga.
Pandemi yang berlangsung hampir tiga tahun mengajarkan kita banyak hal, terutama pentingnya rasa solodaritas dan kesetiakawanan. Ketika sebagian dari kita diharuskan diam di rumah, mbak-mbak perawat, mas-mas kurir pengantar makanan, dan bapak-bapak petugas pengangkut sampah berjibaku menantang maut untuk memastikan kita tetap sehat dan selamat. Bayangkan jika tidak ada mereka. Begitu pun saat sebagian dari kita terpapar dan harus isoman, tetangga dan teman-teman ikut membantu, dari menyediakan makanan, vitamin, hingga obat-obatan. Tidak peduli suku, ras, ataupun agama kita.
Solidaritas seperti inilah yang semestinya terus dipelihara, bahkan ditingkatkan. Jangan semata saat terjadi musibah atau bencana. Jangan pula sebatas pada bulan suci. Spirit itu harus melandasi kehidupan berbangsa di negeri ini agar dapat melewati berbagai krisis. Wabah, pandemi, atau apa pun sebutannya yang telah memorakporandakan dunia telah menampar hakikat kemanusiaan kita. Betapa kecil dan tidak berdayanya manusia, bahkan di hadapan makhluk kecil bernama virus. Tidak peduli dia presiden, pejabat, komisaris, pengacara ternama, tokoh agama, bahkan dokter sekalipun, baik diam-diam maupun terang-terangan, bermunajat agar terhindar dari paparan makhluk tersebut.
Namun, ketergantungan kepada sang Khalik tidak harus melulu diwujudkan dalam bentuk ritual ibadah fisik semata (pergi ke masjid, gereja, dan sebagainya), tapi juga cinta dan belas kasih terhadap sesama. “Hablum minallah, wa hablum minannas,” begitu kata sebuah hadis. Selain menjaga hubungan vertikal dengan sang Pencipta, manusia juga dititahkan merawat relasi horizontal, tidak sebatas kepada sesama, tapi juga pada makhluk hidup lainnya. Sebagai khalifah, kita ditugaskan menjaga Bumi dan seisinya, bukan malah merusaknya.
Bukankah saat terasing dalam penguncian sebagian dari kita ada yang berteman dengan tanaman atau hewan peliharaan? Menurut sejumlah penelitian, makhluk-makhluk itu secara tidak langsung ikut berjasa menjaga kesehatan mental manusia selama masa pandemi. Begitu pun udara bersih yang kita rindukan selama terkurung di rumah. Pandemi lagi-lagi mengajarkan kita betapa pentingnya merawat kesalehan sosial semacam ini selain keyakinan spiritiual tentunya.
Ramadan sesungguhnya menyelipkan pesan penting bahwa keyakinan teologis tidak hanya menstimulasi lahirnya semangat ibadah secara vertikal, tetapi juga harus mampu menggerakkan spirit solidaritas horizontal, baik antarsesama manusia maupun dengan makhluk hidup lainnya. Virus memang tidak bisa membedakan siapa yang mesti dia hinggapi, tapi kita selaku manusia bisa (dan seharusnya tahu) apa yang mesti kita lakukan. Patogen itu boleh menggerogoti apa saja, tapi tidak rasa kemanusiaan kita. Selamat berpuasa, semoga selalu sehat jiwa-raga.
#KembaliKeKanvas merupakan bentuk pernyataan untuk memulai lembaran baru dengan menggunakan Sepatu Converse White Collections.
Penelitian menunjukkan, selama berpuasa konsumsi cairan cenderung lebih rendah dibanding saat tidak berpuasa. Yuk, penuhi kebutuhan minum dengan metode 2-4-2!
Muslim LifeFair Bekasi menghadirkan sekitar 100 brand dari 150 booth meliputi produk fesyen ikhwan dan akhwat, kuliner halal, travel umrah, hingga sekolah Islam.
Halal Kulture District Jakarta juga hadir sebagai solusi menawarkan konsep digital detox
SEJUMLAH ibu menyusui yang akan menjalankan ibadah puasa Ramadan, merasa khawatir apakah puasa akan memengaruhi produksi ASI dan kesehatan bayi.
Jus buah dan sayur bisa menjadi solusi cepat dan mudah dikonsumsi, tinggi serat dan hidrasi, sumber energi alami, dan mudah didapatkan untuk berbuka puasa.
IDUL Fitri merupakan momen kemenangan bagi umat yang menunaikan ibadah Ramadan. Dalam ajaran Islam, secara fikih, Idul Fitri berarti kembali berbuka atau makan.
KEADILAN sosial sebagai isu yang belakangan terkenal ialah tidak adanya ketimpangan yang sangat mencolok dalam berbagai bidang, minimal secara ekonomi.
RAMADAN kali ini penuh tantangan. Pandemi covid-19 belum reda, tetapi bencana alam muncul susul-menyusul.
DI dalam salah satu hadis sahih diceritakan ada tiga pemuda pencari kayu bakar terjebak di dalam gua
ADA dua orang yang pernah melakukan penelitian disertasi tentang air mata. Seorang dari Jerman dan seorang dari Amerika Serikat.
KATA ulama dan umara adalah dua kosakata yang sering menimbulkan kerancuan di dalam masyarakat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved