Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
PERHELATAN Piala AFF 2020 berakhir sudah. Tim Garuda harus puas menjadi runner-up setelah pada pertandingan kedua hanya bisa bermain imbang 2-2 saat melawan Thailand. Asnawi Mangkualam dan kawan-kawan gagal untuk bisa membalas kekalahan 0-4 pada pertandingan pertama. Untuk keenam kalinya, kesebelasan nasional Indonesia tidak berhasil mengangkat dan membawa pulang trofi kejuaraan sepak bola antarnegara-negara ASEAN.
Kegagalan kali ini tidak harus membuat para pencinta sepak bola Indonesia kehilangan harapan, apalagi kemudian menyalahkan para pemain. Kali ini, Indonesia justru harus bangga karena tim asuhan Shin Tae-yong tampil istimewa. Dengan materi utama pemain-pemain yang berusia antara 19 hingga 24 tahun, Garuda Muda mampu lolos hingga pertandingan final.
Padahal, lawan yang harus dihadapi seperti Vietnam yang merupakan tim yang tampil membela negaranya hingga putaran akhir penyisihan Piala Dunia 2022 Grup Asia. Thailand, yang untuk keenam kalinya menjadi juara Piala AFF, merupakan tim yang sudah kenyang mengenyam asam garam dan merupakan tim terbaik yang dimiliki ‘Tim Gajah Perang’ sekarang ini.
Kesebelasan Indonesia mendapatkan pujian tinggi karena tim Garuda Muda ini paling produktif. Sepanjang delapan pertandingan yang mereka mainkan, tim nasional Indonesia mampu mencetak 20 gol. Artinya, pada setiap pertandingan, minimal dua gol mampu mereka bisa sarangkan ke gawang lawan. Inilah yang membuat penampilan tim asuhan Shin Tae-yong selalu ditunggu-tunggu dan tidak heran pada setiap pertandingan para pemain Indonesia terpilih sebagai man of the match. Termasuk, Ricky Kambuaya yang terpilih sebagai pemain terbaik pada pertandingan terakhir, Sabtu lalu.
Hal lain yang pantas membuat para pencinta sepak bola menaruh harapan besar kepada tim nasional kali ini ialah kualitas permainan yang dimiliki. Kesebelasan Indonesia kali ini mampu menampilkan permainan bertahan yang sulit ditembus tim lawan, tetapi sebaliknya bisa bermain ofensif dengan variasi serangan yang sangat indah.
Mereka bisa menciptakan set-piece yang tidak kalah dari pemain kelas dunia, seperti gol yang dicetak Witan Sulaiman ke gawang Singapura, yang tidak beda dengan gol yang dicetak bintang sepak bola Jerman, Mezut Ozil.
Sepak bola menuntut kemampuan teknik yang baik serta fisik yang prima. Bahkan, pelatih Manchester United Ralf Rangnick menambahkan pemain sepak bola membutuhkan kecerdasan, memerlukan otak karena mereka harus berpikir cepat dan mengambil keputusan tepat ketika sedang menghadapi permainan di lapangan. Ini sudah dimiliki tim Garuda Muda sekarang ini.
Seluruh pemain sudah mengerti bagaimana sepak bola modern itu seharusnya dimainkan. Mereka sangat sadar bahwa waktu 90 menit itu lebih dari cukup sehingga tidak perlu terburu-buru. Ketenangan bermain diperlukan agar serangan bisa disusun dengan baik dan bola di kaki tidak mudah untuk hilang. Tiga kali tim asuhan Shin Tae-yong sempat tertinggal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand, tetapi dengan ketenangan dan kegigihan, mereka mampu mengejar dan bahkan membalikkan keadaan.
Shin Tae-yong telah meletakkan sistem pembinaan yang benar. Indonesia membutuhkan pelatih dan tim pelatih yang memiliki konsep pembinaan yang memang teruji. Pelatih asal Korea Selatan itu mampu membentuk fisik pemain yang tangguh, teknik dasar sepak bola yang benar, dan kecerdasan untuk menganalisis permainan di lapangan serta bagaimana cara mengatasi kesulitan.
Indonesia tidak memiliki banyak pelatih dengan kualifikasi seperti itu. Shin Tae-yong memiliki rekam jejak yang cemerlang, baik ketika menangani klub maupun tim nasional Korea Selatan. Ia benahi fisik para pemain asuhannya. Semua pemain bisa merasakan bagaimana setiap kali latihan, mereka digembleng habis-habisan sampai ibaratnya kehabisan napas. Shin Tae-yong tidak pernah mau memberikan toleransi untuk itu karena ia paham prinsip no pain, no gain. Sikap tega seperti inilah yang jarang dimiliki pelatih nasional.
Kedua, para pemain dibenahi lagi cari menendang bola, melakukan passing, mengambil posisi berdiri, dan menggiring bola. Sepertinya sederhana, tetapi itulah esensi berlatih sepak bola. Practice make perfect.
Mengapa tidak juara
Dengan kualitas permainan yang membaik seperti itu tentu muncul pertanyaan mengapa lalu Asnawi dan kawan-kawan tidak bisa menjadi juara? Jawabannya, sepak bola merupakan sebuah proses. Tidak ada yang instan dalam membangun sepak bola karena jam terbang ikut menentukan pembentukan pribadi seorang pemain dan tim.
Kejuaraan Dunia Sepak Bola U-20 di Tokyo pada 1979 melahirkan seorang bintang muda berbakat bernama Diego Armando Maradona. Kehebatan Maradona di turnamen itu memberikan tekanan kepada pelatih Argentina Cesar Luis Menotti untuk memasukkan pemain yang dijuluki El Pibe de Oro ke dalam tim nasional di Piala Dunia 1982.
Argentina pada 1978 untuk pertama kalinya mampu mengangkat Piala Dunia. Para pencinta sepak bola negeri berharap Argentina bisa mengulanginya di Piala Dunia 1982, Spanyol. Kehadiran bintang muda Maradona--yang berusia 22 tahun ketika itu--diyakini akan membuat ‘Tim Tango’ semakin kuat untuk mendampingi pemain senior, seperti Daniel Passarella dan Mario Kempes. Menotti pun kemudian memasukkan Maradona ke dalam timnya.
Namun, ajang Piala Dunia 1982 ternyata bukanlah panggung besar bagi Maradona. Ia justru menghadapi mimpi buruk di Spanyol. Pada pertandingan putaran kedua saat melawan Brasil, Maradona mendapatkan kartu merah dan diusir dari lapangan. Argentina pun gagal mempertahankan gelar.
Baru empat tahun kemudian di Meksiko, Maradona menjelma menjadi mahabintang. Ia benar-benar menjadi pahlawan bagi ‘Tim Tango’ dengan membawa Argentina mengangkat Piala Dunia untuk kedua kalinya.
Pengalaman Maradona menggambarkan bahwa menjadi mahabintang itu harus melalui sebuah proses. Bahkan, proses itu tidaklah pendek. Dengan bakatnya yang begitu luar biasa, Maradona pun membutuhkan waktu tujuh tahun untuk menggapai puncak kejayaan.
Bangsa Indonesia tidak boleh larut dalam kesedihan. Apalagi patah semangat melihat tim Merah Putih gagal mengangkat Piala AFF 2020. Kekalahan dari Thailand bukanlah akhir dari perjalanan. Itu seharusnya menjadi cambuk untuk bangkit berdiri dan mengasah lagi kemampuan melalui latihan yang lebih keras lagi.
Dengan materi pemain muda--rata-rata berusia 23 tahun--tim Merah Putih masih dalam proses untuk menjadi bintang dan sebuah tim yang lebih kukuh. Pekerjaan rumah yang harus dilakukan setelah Piala AFF 2020 ialah melanjutkan pembinaan pemain dan tim. Bagaimana Indonesia bisa menjaga pemain-pemain berbakat yang dimiliki sekarang ini untuk terus dibina dengan benar agar menjadi sebuah tim yang semakin matang dan disegani di ajang Piala Dunia 2030 yang akan datang.
Mengapa harus begitu lama? Karena puncak kematangan seorang pemain sepak bola akan terjadi di usia antara 26 hingga 28 tahun. Sekarang ini, kita memiliki pemain, seperti Elkan Baggott dan Ramai Rumakiek yang berusia 19 tahun. Ada Alfeandra Dewangga, Witan Sulaiman, dan Pratama Arhan yang berusia 20 tahun. Egy Maulana Vikri berusia 21 tahun. Kalau kita mampu membina mereka dengan benar, di ajang Piala Dunia 2030, mereka akan menjadi andalan tim nasional Indonesia.
Cara pembinaan yang dilakukan Shin Tae-yong harus ditularkan kepada semua klub-klub sepak bola yang ada. Ini penting agar ketika para pemain kembali ke klubnya tidak semua dasar yang benar ini kemudian hilang. Kita tidak pernah akan memiliki tim nasional yang kuat apabila semua harus selalu dimulai dari titik nol.
Membangun Indonesia
Hal yang sama berlaku dalam pekerjaan besar kita membangun Indonesia. Dengan modal ekonomi dan modal sosial yang begitu luar biasa, Indonesia tidak heran diproyeksikan akan bisa menjadi kekuatan ekonomi nomor empat atau nomor lima besar dunia. Tantangannya, seberapa konsisten kita mampu membangun negara ini sehingga saat Peringatan 100 Tahun Kemerdekaan Indonesia pada 2045, kita benar-benar mampu meraih Indonesia Emas.
Presiden Joko Widodo menggambarkan Indonesia Emas itu sebagai Indonesia yang tidak lagi berada dalam perangkap negara berpendapatan menengah. Produk domestik bruto Indonesia pada saat itu mencapai US$7 triliun dan pendapatan per kapita rakyat Indonesia sebesar US$25 ribu.
Target itu sebenarnya bukan sesuatu yang terlalu muluk. Kalau Indonesia bisa tumbuh rata-rata 6% per tahun, target itu akan bisa diraih. Persoalannya lebih terletak kepada prasyarat yang harus bisa dipenuhi. Pertama, dibutuhkan rasa percaya diri dari seluruh masyarakat. Tidak bisa kita hidup dalam suasana saling menyalahkan dan selalu mengeluh. Bangsa Indonesia harus keluar dari perangkap ‘blaming and complaining society’ seperti sekarang ini.
Bahwa banyak hal yang masih harus dibenahi dan dikritik tentunya silakan dilakukan. Dalam era demokrasi, kebebasan berekspresi itu dibenarkan. Namun, hal itu jangan membuat seakan-akan bangsa ini tidak berdaya dan tidak ada hal positif yang dimiliki. Kalau semuanya dianggap salah dan tidak ada benarnya, kita akan menjadi bangsa yang tidak pernah memiliki kepercayaan diri. Kalau kita selalu merasa tidak bisa, merasa tidak mampu, kita tidak pernah bisa menjadi bangsa yang besar. We are what we think we are.
Kedua, kelemahan yang dimiliki selama 76 tahun merdeka ialah belum mampunya kita membangun institusi yang kuat. Kita harus terus memperkuat proses institusionalisasi agar institusi yang ada semakin profesional dan sesuai dengan kaidah tata kelola pemerintahan, governance, yang berlaku di seluruh dunia.
Dalam proses pembangunan institusi ini, dibutuhkan kesabaran seperti halnya membangun sebuah tim sepak bola. Jangan setiap kali diteriaki, dipersalahkan, dikecam, apalagi sebentar-sebentar ada keinginan untuk merombak, menghapuskan, dan bahkan mengganti dengan yang baru. Konsistensi dalam proses pembangunan dibutuhkan karena pada akhirnya sistem membutuhkan orang dan orang membutuhkan sistem.
Roma tidak dibangun dalam satu malam. Indonesia yang modern, maju, dan menyejahterakan rakyatnya pun tidak mungkin dilakukan dalam sekejap. Bahkan, Indonesia yang adil dan makmur itu merupakan ‘never ending business’. Yang terpenting, jangan pernah bangsa Indonesia kehilangan harapan dan jangan pernah berhenti mencintai Indonesia.
Megawati Hangestri, yang sebelumnya absen dari AVC Nations Cup 2025 karena akan melangsungkan pernikahan, kini telah dipastikan akan kembali memperkuat timnas Indonesia.
MENTERI Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo menyatakan keyakinannya bahwa Tim Nasional (Timnas) sepak bola Indonesia mampu menembus putaran final Piala Dunia 2026.
Welber Jardim tidak dipanggil timnas Indonesia untuk ajang Piala AFF U-23 karena perhelatan itu tidak masuk dalam kalender FIFA Match Day.
Iris De Rouw menjadi salah satu dari empat pemain naturalisasi baru yang diproyeksikan memperkuat skuad asuhan Satoru Mochizuki.
Nathan bukan satu-satunya pemain keturunan Indonesia yang saat ini berstatus tanpa klub. Total ada enam pemain diaspora lainnya yang sedang dalam status bebas transfer.
Jordi Amat kini membutuhkan menit bermain reguler demi bisa bersaing masuk ke dalam skuad timnas Indonesia di bawah asuhan Patrick Kluivert.
Mantan pelatih timnas Indonesia Shin Tae-yong ditunjuk sebagai Wakil Presiden Federasi KFA. STY sempat memberikan penilaian kekalahan Korea Selatan dari Timnas Indonesia U-17
Shin Tae-yong menjadi wakil ketua KFA akan membidangi kerja sama eksternal yaitu hubungan dengan negara-negara lain di kawasan Asia maupun dunia.
Kita sama-sama tahu pencinta sepak bola kecewa besar.
STY menyayangkan skuad Garuda tidak bisa meraih hasil maksimal di Sydney.
EKS pelatih timnas Indonesia Shin Tae-yong (STY) angkat bicara soal kekalahan tim Garuda dari Australia. STY mengapresiasi perjuangan mantan anak asuhnya
Kluivert dan skuad Garuda masih memiliki empat pertandingan tersisa dari total 10 laga di Grup C putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved