Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Big Data dan Menakar Energi Masa Depan

Jimmy Wijaya, Head of BBM 1 Harga Project PT Pertamina (Persero)
07/10/2021 13:25
Big Data dan Menakar Energi Masa Depan
Jimmy Wijaya,(Dok pribadi)

MEMASUKI era hyperconnectivity seperti sekarang, merancang kebutuhan energi masa depan akan lebih tepat implementasinya melalui pemanfaatan big data. Ini menjadi alternatif pilihan yang lebih tepat, terlebih sejak koneksi antar manusia saling terhubung melalui perangkat jaringan dan platform digital.

Pengkodean angka bilangan menggunakan gelombang diskrit akan menyajikan deretan data detail, terperinci lengkap dan menyeluruh terkait perilaku publik. Output yang diharapkan sekiranya dapat memberikan gambaran, sejauh mana pola masyarakat akan kebutuhan dan konsumsi energi.

Perlu dipahami bahwa, big data dapat menawarkan sejumlah bentuk informasi baru dan terkini. Informasi yang dapat dipelajari dan informasi yang sebelumnya tidak pernah dikumpulkan. Jelas sudah, big data bisa menjadi tools sekaligus saluran informasi yang dapat dimanfaatkan dalam menyusun rangkaian analisis energi baru, baik di sektor hulu hingga hilir.

Banyak pihak tentulah sepakat, energi masa depan perlu dipersiapkan dengan baik dan matang. Perlahan kita meninggalkan energi fosil menuju energi baru terbarukan (EBT). Cadangan energi hasil 'ekstraksi bumi' peninggalan ekosistem era purbakala kian susut. Mau tidak mau, siap tidak siap, situasi harus memaksa kita untuk segera shifting energi.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang cukup besar, yakni mencapai 417,8 gigawatt (GW). Energi surya atau matahari menjadi yang terbesar. Capaiannya hingga 207,8 GW. Yang menarik adalah perkembangan teknologi akan membuat energi terbarukan menjadi semakin kompetitif.

Jika dikaitkan dengan perilaku konsumsi energi dengan energi terbarukan, big data akan memetakan berdasarkan korelasinya dengan karakteristik demografi. Data yang merujuk pada analisis demografi akan bersinggungan langsung dengan volume penduduk, usia, ras, gender, kepercayaan, pekerjaan hingga pendidikan.

Hal yang diingat dari pemanfaatan big data dalam menakar energi masa depan, karena mampu menawarkan jenis-jenis data baru. Tentu ini menjadi kedahsyatan big data yang paling utama. Menariknya, dapat diilustrasikan begini. Sejauh mana masyarakat mencari informasi tentang produk bahan-bakar minyak (BBM) baik dari segi kualitas dan harga menggunakan mesin pencari.

Google sebagai mesin pencari terpopuler yang banyak digunakan tentu akan memberikan referensi data baru, siapa saja yang mengakses informasi terkait produk BBM hingga sejauh mana intensitasnnya. Data-data tersebut disajikan google secara real time dan komprehensif.

Dengan sajian limpahan data itulah yang dapat dijadikan referensi untuk menemukan formulasi hingga kebijakan energi dari populasi tertentu. Big data juga memberikan tinjauan terhadap ketertarikan masyarakat tertentu pada energi baru yang dipengaruhi oleh pola pikir dan tingkatan pendidikan.     

Sebuah penelitian yang dilakukan secara konvensional menyebutkan, keinginan masyarakat untuk beralih ke EBT sangat besar. Konon masyarakat rela membayar listrik lebih mahal bila bersumber dari bioenergy. Ini jelas menunjukkan bahwa kebutuhan akan energi baru menjadi sesuatu yang cukup banyak didambakan oleh sebagian besar kalangan.

Jika penelitian itu diafiliasikan pada akses big data, akan ditemukan kecenderungan analisis data yang jauh lebih padat dan lebih jujur. Mengapa? Kecenderungan seseorang tidak jujur kepada lingkungannya. Baik lingkup pertemanan, keluarga atau dokter, termasuk survei misalnya. Tapi... tidak terhadap internet.

Contoh, orang mungkin tidak sepenuhnya memberikan informasi yang benar terkait masalah seputar kesehatan kepada dokter. Terlebih yang menyangkut masalah penyakit yang dianggap 'aib'. Namun, seseorang akan vulgar mencari sejumlah informasi kesehatan yang dialami melalui platform google. Informasi itu bisa berupa pencarian penyebab penyakit, cara penanganan hingga obat.

Dari situlah, data-data baru dan jujur ditemukan hasil dari internet sebagai jejak informasi yang ditinggalkan miliaran orang di google. Data-data itulah yang dipergunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan yang terkorelasi dengan kepentingan bisnis hingga energi masa depan.

Karena begitu banyak data yang disajikan internet, dapat dipastikan ada informasi yang bermakna bahkan pada sebagian kecil saja dari populasi. Kita bisa membandingkan, misalnya jumlah orang yang berkeinginan memiliki kendaraan mewah versus jumlah orang yang berkeinginan memiliki kendaraan listrik yang pengoperasiannya efisien dengan konsumsi energi. Big data akan memusatkan perhatian kita pada sub himpunan kecil.

Yang tak kalah penting dalam menakar energi masa depan, big data sekaligus digunakan untuk melakukan eksperimen-eksperimen terkontrol secara cepat. Lebih tepatnya guna menguji hukum sebab akibat, tidak hanya korelasi. Contohnya, jejak-jejak digital yang terkait dengan curhatan, kritikan atau keluhan warganet terhadap kondisi lingkungan yang kian terpuruk akibat penggunaan BBM yang tidak ramah lingkungan. Dalam perspektif sosial maupun bisnis, tanggapan yang berserakan di mesin pencari, beranda media sosial hingga kolom komentar tersebut menjadi rujukan menciptakan solusi dengan menghadirkan EBT dalam penanggulangan pencemaran lingkungan.

Jika formulasi dalam 'mengonstruksi' energi masa menggunakan big data, tentu bukan lagi perkara sulit untuk memperkenalkan dan membiasakan sesuatu yang baru pada masyarakat. Karena proyek tersebut dibangun berdasarkan referensi perilaku calon customer atau pengguna energi. Catatan pentingnya adalah, kini data menjadi sumber daya paling berharga di dunia di era digitalisasi. Itulah mengapa, korporasi raksasa dunia seperti Google, Facebook, Apple, Microsoft hingga Amazon berlomba-lomba untuk menguasai data.

Mungkin ada yang bertanya, mengapa banyak investor yang rela menggelontorkan sejumlah dana investasi besar untuk disuntikkan pada perusahaan startup seperti Gojek, Grab atau perusahan rintisan lainnya. Para investor ini sedang 'menambang' data baru dari perusahaan platform yang berjejaring dan pada akhirnya data tersebut dijadikan referensi membuat bisnis baru masa depan.

Implementasi energi masa depan

Hadirnya sejumlah perangkat energi terbarukan yang mulai menghiasi ibu kota, tidak lepas dari analis sejumlah rangkaian data. Green Energy Station (GES) milik Pertamina misalnya, menjadi solusi dari permasalahan klasik yaitu pencemaran lingkungan, di mana 60% di antaranya disumbangkan dari sektor kendaraan bermotor.

GES merupakan stasiun energi untuk kendaraan listrik (charging station) yang mulai diproduksi sejumlah produsen otomotif dunia. Hadir dengan pemanfaatan sumber energi mandiri dan ramah lingkungan dengan mengandalkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap sebagai priority improvement.

Guna memudahkan menghimpun data baru yang dapat dikelola secara mandiri, GES dioperasionalkan dengan mekanisme transaksi digital, MyPertamina. Pengoptimalan menggunakan aplikasi MyPertamina sebagai layanan transaksi non tunai dan loyalty program serta memiliki sistem terintegrasi (POS System) sebagai database sales dan costumer profiling



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya