Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
DALAM sebulan terakhir, angka penularan covid-19 mulai melandai. Setidaknya, di lingkungan tempat saya tinggal, kini jarang lagi terdengar sirene ambulans yang meraung mengabarkan kematian. Para pedagang tahu bulat dan kurir pengantar paket, kini juga sudah bebas berkeliaran, tidak lagi dicegat bapak-bapak satpam di gerbang kompleks perumahan.
Sejauh ini memang tidak ada yang tahu pasti berapa persisnya jumlah pasien di negara ini yang masih terpapar. Angka yang diungkap Tim Satgas, hanyalah mereka yang tercatat. Itu pun datanya kerap amburadul. Namun, beberapa hari lalu, juru bicara Satgas Penanganan covid-19 Wiku Adisasmito bilang, kita akan mampu mengubah kondisi pandemi menjadi endemi seiring terkendalinya kasus covid-19 secara nasional. Dalam dunia kedokteran, pengertian endemi ialah penyakit yang muncul dan menjadi karakteristik di wilayah tertentu, contohnya malaria dan demam berdarah. Cakupannya tidak lagi global.
Semoga saja prediksi itu benar. Toh, kita mesti menyalakan harapan ketimbang terus-menerus mengutuki gelap. Lagi pula, berharap virus korona betul-betul minggat dari muka bumi ini rasanya mustahil. Paling tidak, kita bisa berdamai dan hidup berdampingan dengannya, seperti virus-virus lainnya, termasuk influenza. Pertanyaannya, apa yang telah dan mesti kita persiapkan?
Pandemi yang terjadi dalam dua tahun terakhir tentu harus jadi pelajaran. Pola hidup mesti berubah. Jangan lagi jorok dan segala rupa dimakan. Aktivitas mencuci tangan dan memakai masker, terutama di ruang publik, mungkin harus pula dibiasakan. Pun melestarikan dan merawat lingkungan, mesti diutamakan agar penyakit zoonosis (patogen yang ditularkan hewan ke manusia), tidak semakin ganas berkeliaran. Cukuplah flu babi dan flu unggas, jangan sampai ada flu ikan, flu siput, flu monyet, dan sejenisnya.
Penanganan masalah kesehatan juga tidak bisa lagi semata menggantungkan diri pada dunia kedokteran. Ia harus melibatkan disiplin ilmu lainnya, seperti sejarah, sosiologi, dan antropologi. Penyebaran suatu penyakit di suatu wilayah, misalnya, harus pula dipahami dari karakteristik, pola konsumsi, serta perilaku masyarakatnya. Begitu pun soal efektivitas vaksin yang telah tercatat dalam berbagai dokumen sejarah saat terjadi wabah di masa lalu, harus pula dijadikan pegangan. Intinya, selain kepada sang Pencipta, kita harus pula percaya pada sains.
Para filsuf Yunani di era awal, seperti Hippokrates dan para pengikutnya (460 SM-370 SM), bahkan percaya setiap penyakit ada sebabnya. Mereka yakin ada penjelasan ilmiahnya ketimbang menuduh itu ulah para dewa. Bukankah dalam sebuah hadis juga disebutkan bahwa setiap penyakit selalu ada obatnya? Yang pasti, pandemi, epidemi, endemi, atau apa pun istilahnya, mesti kita antisipasi dari sekarang. Jangan ada lagi pejabat atau elite yang gegabah dan menganggap remeh suatu penyakit.
Kita tidak tahu apakah krisis semacam ini masih akan menghampiri lagi di masa depan. Namun, meminjam istilah jurnalis dan penulis novel dari India, Arundhati Roy, pandemi yang terjadi saat ini merupakan pintu gerbang. Ia menjadi celah bagi kita untuk membuka cakrawala baru kehidupan, yang tentunya harus lebih baik dari sekarang.
Studi baru menunjukkan peningkatan signifikan dalam komplikasi penyakit terkait alkohol di kalangan perempuan paruh baya selama periode pandemi covid-19.
Kasus peningkatan signifikan mata minus atau Myopia Booming kini menjadi perhatian serius, terutama karena dapat berdampak buruk pada masa depan anak-anak
Sebuah studi menunjukan selama pandemi Covid-19 terjadi peningkatan rawat unap untuk remaja berusia 12 hingga 17 tahun karena gangguan makan.
Produk skincare dan kesehatan menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat, terutama kaum perempuan. Hal ini dipengaruhi oleh tren kecantikan dan gaya hidup sehat.
Instansi di lingkungan Pemkab Tasikmalaya diharapkan bisa berkoordinasi dan bersinergi dengan gencar melakukan sosialisasi
Di Kabupaten Cianjur belum ditemukan adanya kasus covid-19. Namun tentu harus diantisipasi karena diinformasikan kasus covid-19 kembali melonjak.
Berkat prestasi itu, para Army (sebutan untuk fan BTS) membandingkan musikus idola mereka dengan band legendaris Inggris, The Beatles.
BEBERAPA hari lalu, seorang kawan membagikan video di akun Facebook-nya.
Resesi adalah kondisi pertumbuhan ekonomi minus di dua kuartal berturut-turut. Sejumlah negara, termasuk Singapura, malah sudah terjerembap lebih dulu.
SEJAK tiga bulan terakhir, saya jadi sering nonton Youtube, tapi bukan gosip atau talk-show politik. Berat dan membosankan.
IA hanya sehelai kain. Dilengkapi dua tali pengikat, ukurannya cuma pas untuk menutupi hidung hingga dagu.
SAYA senyum-senyum sendiri ketika membaca salah satu laporan di New York Times yang diunggah pada 19 Oktober 2020
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved