Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
JAGAT peneliti di berbagai kementerian dan lembaga negara saat ini sedang resah. Hal itu disebabkan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Nomor B/295/M.SM.02.03/2021, tertanggal 22 Juli 2021, tentang Pengalihan Peneliti pada Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kementerian/Lembaga (K/L) ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Edaran itu meminta BRIN melakukan pemetaan kebutuhan jabatan fungsional yang dapat diisi peneliti dari K/L. Pada saat bersamaan K/L memilah mana peneliti yang dialihkan ke BRIN dan yang tetap di K/L karena berbagai alasan. Peneliti yang tidak pindah ke BRIN tidak lagi diakui sebagai peneliti fungsional. Semua proses itu ditargetkan selesai akhir Desember 2022.
Surat edaran menpan-RB tersebut merupakan tindak lanjut dari terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 33 Tahun 2021 tentang BRIN. Perpres itu merupakan terjemahan dari Pasal 48 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (Sisnas Iptek), terutama pada ayat 1 yang berbunyi 'Untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta Invensi dan Inovasi yang terintegrasi dibentuk badan riset dan inovasi nasional'.
Perdebatan yang berkembang terkait dengan terjemahan dari ayat 1 di atas terutama untuk kata terintegrasi. Pemerintah melalui Perpres Nomor 33 Tahun 2021 menerjemahkannya dengan menyatukan semua peneliti fungsional di bawah pengelolaan BRIN. Pada tahap awal dilakukan pada empat lembaga penelitian nonkementerian, yaitu LIPI, BPPT, Lapan, dan Batan. Menurut data Badan Kepegawaian Negara, proses ini akan melibatkan sekitar 10.610 aparatur sipil negara (ASN).
Belum ada angka pasti ASN yang ada di 48 lembaga penelitian K/L. Sebagai gambaran saja, di lembaga penelitian Kementerian Pertanian, ada 5.437 orang ASN, dengan 1.539 merupakan peneliti fungsional. Proses penyatuan itu akan menjadikan BRIN sebagai lembaga 'super' dengan jumlah ASN yang sangat banyak.
Pertanyaannya sekarang, seberapa jauh upaya ini sejalan dengan semangat dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sisnas Iptek? Undang-Undang ini merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan llmu Pengetahuan dan Teknologi.
Mekanisme koordinasi
Bila dicermati dengan saksama, minimal ada dua alasan di balik perubahan undang-undang yang mengatur kegiatan riset. Pertama, terkait dengan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana riset, yang di Indonesia menurut beberapa kalangan jumlahnya masih terbatas. Jumlah dana riset yang terbatas tersebut belum digunakan dengan baik, dalam artian hasil risetnya belum terlihat. Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan mempertanyakan hal itu.
Kedua menyangkut keterpaduan proses pelaksanaan riset itu sendiri. Pelaksanaan riset terpencar dalam banyak lembaga dan belum terkoordinasi dalam suatu sistem yang baik. Akibatnya, banyak kegiatan riset yang tumpang-tindih dan hasilnya tidak banyak terkait dengan pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat.
Secara rinci, uraian tentang alasan perubahan itu dapat dilihat pada Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Sisnas Iptek, yang diterbitkan Kemenristek-Dikti Republik Indonesia, 2017. Disebutkan bahwa perubahan perlu dilakukan karena UU No 18 Tahun 2002 belum mengatur mekanisme koordinasi antarlembaga dan sektor pada level agenda setting, level perencanaan program-anggaran, serta level pelaksanaan. Selain itu, belum diatur aspek pembinaan pemerintah terhadap kelembagaan, SDM, serta jaringan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (litbangjirap iptek).
Penyusunan undang-undang baru diarahkan ke penguatan fungsi koordinasi dan sinkronisasi dalam perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang riset dan teknologi. Selain itu, memberikan arah, prioritas utama, dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan iptek. Integrasi dan simplikasi kebijakan di bidang iptek berkaitan dengan keterpaduan mengatasi tumpang-tindih dan efisiensi serta efektivitas pendanaan riset.
Dari apa yang termaktub dalam naskah akademik tersebut, terlihat bahwa penekanannya pada mekanisme koordinasi, integrasi, dan simplikasi kebijakan sehingga penafsiran dalam bentuk peleburan semua lembaga riset di bawah BRIN perlu ditinjau lagi secara cermat.
Beban birokrasi
Hal lain yang dikhawatirkan dari semangat yang berkembang dengan pembentukan BRIN saat ini ialah beban birokrasi yang harus ditangani pada awal pendiriannya. Penyatuan dalam bentuk peleburan, yang tecermin pada perpres serta surat edaran menpan-RB, mengisyaratkan bahwa integrasi tidak hanya terkait sumber daya peneliti, teatpi juga perlengkapan/infrastruktur dan aset yang digunakan untuk melaksanakan tugas dan fungsi lembaga.
Bila demikian adanya, proses ini menjadi tidak mudah. Pengalaman dari penggabungan beberapa lembaga sebelumnya menunjukkan butuh beberapa tahun untuk menyelesaikannnya. Kondisi itu dikhawatirkan akan menyita energi BRIN. Dengan struktur organisasi dan perangkat pendukung yang belum optimal, dikhawatirkan BRIN terjebak dalam beban birokrasi pengelolaan SDM dan aset. Pada situasi seperti ini upaya perbaikan fungsi koordinasi, untuk mengatasi masalah tumpang-tindih serta efisiensi anggaran riset, bisa jadi belum tergarap secara optimal.
Berdasarkan uraian di atas, disarankan penahapan proses integrasi. Pertama, BRIN memfokuskan diri dalam menyusun kerangka besar terkait dengan pola pendataan dan pendanaan riset. Pendataan utamanya untuk menunjang sistem perencanaan dan pengembangan riset itu sendiri. Basis data riset yang baik, dikaitkan dengan beragam pengembangan seperti publikasi dan lainnya, diharapkan dapat meminimalkan duplikasi riset.
Sementara itu, untuk pendanaan, BRIN diharapkan dapat melahirkan beragam skim pembiayaan riset, yang sejalan dengan siklus pelaksanaan riset. Beragam skim itu dapat langsung dikaitkan dengan output atau outcome dari kegiatan riset, yang sejalan dengan kegiatan ekonomi masyarakat. Melalui skim tersebut, upaya pengaitan riset dengan aktivitas industri akan mudah dilakukan.
Kedua, BRIN perlu menata ulang proses integrasi dengan meninjau ulang surat edaran menpan-RB. Integrasi K/L ke dalam BRIN diawali dengan integrasi program, yang didukung integrasi pembiayaan dan pembinaan peneliti. Pengalaman pada era Kementerian Ristek, integrasi program riset nasional yang difasilitasi Dewan Riset Nasional tidak dapat berjalan karena tidak didukung pola pembiayaan dan pembinaan peneliti.
Ketiga, BRIN yang didukung empat lembaga penelitian nonkementerian membangun model pelaksanaan riset yang terintegrasi dan tuntas. Ini menjadi role model dan barometer bagi proses integrasi lembaga penelitian K/L ke dalam BRIN. Penahapan ini akan memaksimalkan peran BRIN dalam proses integrasi. Ketersambungan kegiatan riset dan industri, untuk memaksimalkan nilai tambah kekayaan alam, dan bersaing secara global, dapat segera diwujudkan.
KEPALA BRIN Laksana Tri Handoko menekankan Indonesia tak perlu ikut-ikutan jejak negara maju seperti Amerika Serikat yang menciptakan ChatGPT atau Tiongkok yang menciptakan DeepSeek dalam AI
Solar maksimum merupakan fase siklus 11 tahun aktivitas bintik (sunspot) pada matahari yang diperkirakan terjadi pada Juli ini.
Pusat Pengurangan Risiko Bencana Universitas Indonesia melakukan kerja sama bidang Limnologi dan Hidrologi dengan BRIN untuk persiapan dan adaptasi perubahan iklim.
Kabupaten Bandung mencatatkan skor tinggi dalam berbagai pilar penting seperti pertumbuhan ekonomi, sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, kelembagaan, inovasi dan teknologi.
PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN), pelopor layanan komunikasi satelit di Indonesia, mengambil langkah penting dalam memperkuat infrastruktur teknologi satelit nasional.
Ini merupakan inisiatif strategis untuk memperkenalkan AI for Smart-X (AISX) sebagai pusat kolaborasi riset baru yang akan menjadi penggerak utama dalam pengembangan kecerdasan buatan
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved