Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Ketika Pandemi Berhadapan dengan Infodemi

Rahimah Abdulrahim, Direktur Kebijakan Publik, Asia Tenggara, dan Alice Budisatrijo, Kepala Kebijakan Misinformasi, Asia Pasifik, Facebook
23/8/2021 16:30
Ketika Pandemi Berhadapan dengan Infodemi
Rahimah Abdulrahim, Direktur Kebijakan Publik, Asia Tenggara, dan Alice Budisatrijo, Kepala Kebijakan Misinformasi, Asia Pasifik, Facebook(Dok Facebook)

MENTERI Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate meminta kepada seluruh platform digital untuk 'lebih
proaktif dalam menangani konten hoaks.' Akhir tahun lalu, Sekjen PBB dan Dirjen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa dunia sedang 'memerangi infodemi dengan upaya yang sama dalam memerangi pandemi'.

Kekhawatiran itu melanda ke banyak penjuru termasuk di Facebook yang juga memiliki kekhawatiran serupa. Sejak awal pandemi, platform ini telah secara proaktif memerangi misinformasi covid-19. Cara yang dilakukan adalah bekerja sama dengan lebih dari 80 pemeriksa fakta di seluruh dunia— enam di antaranya berasal dari Indonesia— untuk meninjau dan menyanggah konten dengan klaim-klaim sesat tentang covid-19 dan vaksin. Bahkan secara global, Facebook juga telah menghapus lebih dari 18 juta konten misinformasi yang membahayakan tentang covid-19 sejak pandemi dimulai.

Di sisi lain dukungan juga diberikan kepada pakar kesehatan publik di seluruh dunia— termasuk Kementerian Kesehatan Republik Indonesia— untuk menyebarkan informasi tepercaya mengenai covid-19 dan vaksin. Ketika sebuah video yang dibagikan secara luas di Indonesia mengklaim bahwa tes PCR mengcovid-kan orang, dengan menunjukkan bahwa alat tes swab yang diberikan air keran hasilnya
positif, tim pemeriksa fakta kami membantahnya dengan sebuah artikel yang menjelaskan mengapa itu salah.

Ketika pemeriksa fakta menilai bahwa sebuah konten memberikan informasi salah, akan lebih sedikit orang yang melihatnya di Facebook dan Instagram, dan konten tersebut akan muncul dengan label 'salah', disertai dengan tautan ke informasi yang benar. Orang yang telah membagikan postingan tersebut atau hendak mencoba membagikannya akan mendapatkan pemberitahuan bahwa postingan itu telah disanggah kebenarannya.

Kerja sama juga dilakukan dengan otoritas kesehatan seperti WHO dalam menyusun aturan terkait misinformasi seputar covid-19 di platform kami. Kami diberi arahan bahwa konten hoaks terkait pandemi yang membahayakan adalah yang menyesatkan orang untuk mengambil tindakan penanganan yang salah, sehingga membuat mereka semakin rawan tertular dan menularkan orang lain.

Berdasarkan anjuran tersebut, dilakukan langkah menghapus informasi sesat yang mengatakan bahwa merk susu tertentu dapat mengobati covid-19, minyak kayu putih mencegah terjangkit virus korona, serta covid-19 tidak berbahaya dan tidak membunuh orang. Bukan cuma itu saja, memblokade atau melarang tagar yang digunakan untuk menyebarkan misinformasi seperti itu di Instagram pun dilakukan. Segala upaya terus diperbarui untuk menyesuaikan dengan situasi pandemi dan tren misinformasi yang bergulir. Ketika vaksin covid-19 mendapat persetujuan untuk digunakan, klaim-klaim sesat yang dapat memengaruhi orang untuk menolak vaksin langsung dihapus.

Ini berdasarkan arahan dari pakar kesehatan bahwa jika masyarakat percaya dengan klaim-klaim sesat tentang vaksin, termasuk tentang efek samping, tingkat efikasi, bahan yang digunakan, dan teori konspirasi, mereka akan menolak untuk divaksin dan membuat pandemi ini semakin lama untuk berakhir.

Di Indonesia, penghapusan postingan yang mengatakan bahwa vaksin adalah bagian dari agenda genosida, atau vaksin dapat mengubah DNA seseorang juga dilakukan. Mulai bulan ini, juga telah dihapus postingan yang mengatakan bahwa vaksin memiliki efek samping magnetik, setelah melihat video sesat yang menunjukkan bahwa koin dapat menempel ke lengan seseorang.

Kebijakan kami juga mencakup berbagai konten berbahaya di luar misinformasi. Postingan menyesatkan tentang obat untuk sesak napas, misalnya, mungkin tidak melanggar kebijakan misinformasi kami, tetapi bisa melanggar aturan tentang barang dengan izin khusus jika postingan tentang obat tersebut mengeksploitasi krisis covid-19 untuk keuntungan bisnis, seperti dengan memburu-buru orang untuk segera membeli produk tersebut.

Ketika menegakkan kebijakan konten, kami mencoba untuk menemukan keseimbangan antara menjaga orang tetap aman dan memberikan orang sarana untuk berbagi pengalaman pribadi, pendapat, dan berita tentang pandemi. Kami mempublikasikan kebijakan konten tentang covid-19 dan vaksin, sehingga semua orang dapat mempelajari dan mematuhinya. Akun-akun yang beberapa kali melanggar kebijakan kami, termasuk akun-akun yang didedikasikan untuk menolak vaksinasi, akan dihapus dari platform kami.

Kami juga memiliki sistem deteksi agar aktor-aktor dibalik akun tersebut tidak dapat melanjutkan perilakunya dengan menggunakan akun baru. Kepada semua orang dianjutkan menggunakan layanan untuk mempelajari aturan tersebut untuk menghindari kecurigaan
atau tuduhan kepada pihak lain pada saat akun dinonaktifkan. Ketika kemudian masih ada kemunculan misinformasi dalam platform, itu lebih disebabkan persoalan misinformasi sangat kompleks. Contoh, jika seseorang memposting bahwa ibunya sakit parah setelah menerima vaksin covid-19, apakah itu disebut misinformasi? 

Pada kenyataannya informasi tentang covid-19 dan vaksin masih terus berkembang seiring dengan situasi yang terus dipelajari oleh para pakar kesehatan. Politisi dan selebriti di berbagai negara juga ada yang sempat menyebarkan klaim tidak tepercaya tentang pengobatan dan pencegahan virus korona— terkadang karena mereka benar-benar percaya tentang tingkat kemanjurannya. Ketika seorang tokoh publik mengunggah klaim yang masih dipertanyakan kebenarannya, pernyataan mereka diliput media yang seringkali efeknya adalah amplifikasi. 

Dibutuhkan peran serta dari semua pihak untuk melawan misinformasi. Kami telah mengerahkan sumber daya yang besar, tidak hanya untuk membatasi penyebaran informasi yang salah, tetapi juga untuk mengarahkan orang ke informasi yang tepercaya dari otoritas kesehatan, mendukung organisasi berita dan pemeriksa fakta, serta meluncurkan kampanye literasi digital.

Namun, kesadaran dari semua lapisan masyarakat untuk bisa #TahanDulu sebelum membagikan informasi apapun di ranah daring, apalagi jika kita tidak yakin akurasinya atau jika hal itu dapat membahayakan orang lain, menjadi bagian penting dalam memerangi misinformasi covid-19.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya