Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
FORMULASI relasi agama dan negara hingga kini masih menjadi pertanyaan pelik yang belum terjawab tuntas di sejumlah negara kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara. Pasalnya, selama ini muncul dua kutub tarik-menarik yang sangat keras, antara kubu yang menghendaki penerapan hukum agama sebagai aturan negara dan sebaliknya, menentang peran agama sama sekali.
Di satu sisi, keyakinan keagamaan yang dijadikan sebagai dasar negara kerap menjadi pemicu ketegangan dan konflik di tingkat lokal dan nasional, alih-alih dijadikan sebagai kohesi sosial dan perekat baik bangsa maupun negara. Di sisi lain, implementasi sekularisasi secara total, dengan berbagai konsekuensinya, memicu hegemoni asing terhadap kebudayaan nasional mereka.
Sekularisasi terjadi tidak hanya dalam urusan dikotomi negara dan agama saja, tetapi meluas hingga pendidikan bahasa. Misalnya, di negara-negara berbahasa Arab, terjadi fenomena peralihan bahasa nasional. Muncul kecenderungan meninggalkan bahasa nasional mereka dengan bahasa lain, sebagaimana terjadi di Sudan dan negara berbahasa Arab lain. Pola peralihan bahasa nasional itu juga memengaruhi kurikulum akademik hingga perdagangan mereka.
Sudan secara geopolitik termasuk kawasan Timur Tengah, tapi secara geografis berada di Benua Afrika. Di negara itu, terdapat dua corak keagamaan yang cenderung dominan, yaitu Sunni dan Ikhwanul Muslimin. Keduanya memiliki daya tarik yang tinggi di tengah masyarakat Sudan dan cenderung mewarnai corak keislaman mereka. Bahkan, memberi arah politik dan kebijakan negara mereka.
Di era pemerintahan Presiden Omar Bashir, yang mendukung Ikhwanul Muslimin, kelompok Ikhwanul Muslimin yang dominan sering kali mengebiri kegiatan-kegiatan Sunni, seperti peristiwa penutupan gedung Multaqo sufi Sudan, bersama Hasan Turobi yang menjadi politikus dan intelektual Ikhwanul Muslimin Sudan.
Keduanya juga terlibat dalam menghimpun kekuatan dan strategi membantu Osama bin Laden, membentuk perpanjangan jaringan Al Qaeda di Sudan. Termasuk pengaruh mereka ke berbagai negara dunia, baik secara ideologi maupun aksi yang menguatkan gerakan terorisme global.
Selain itu, di Sudan terdapat gerakan Islam moderat, terutama yang dikembangkan para tarekat sufi di negara ini. Ada banyak tarekat Sufi di Sudan, dengan pengikut yang besar di antaranya tarekat Qadiriyah yang didirikan Syekh Abdul Qadir Jaelani, tarekat Sammaniyah didirikan Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Madani, tarekat Khotmiyah didirikan Syekh Muhammad bin Ustman al-Khotmi.
Selanjutnya, tarekat Tijaniyah didirikan Syekh Abdul Abbas Ahmad at-Tijany dan tarekat Rukainiyah didirikan Syekh Ibrahim ar-Rukaini. Para pemimpin gerakan tarekat sufi Sudan tidak hanya mengajak pengikut mereka untuk melakukan ritual keagamaan demi mendekatkan diri kepada Tuhan, tapi juga mengembangkan pemahaman keislaman yang moderat dan toleran.
Kelompok kedua itu membuka ruang yang lebih luas bagi interaksi dengan arus pemikiran keislaman dari belahan dunia lain, termasuk dari Indonesia. Diaspora santri Indonesia selama ini aktif membangun interaksi konstruktif dengan pribumi Sudan serta warga negara asing lainnya, terutama dari Somalia, Nigeria, dan Suriah. Selama ini, gagasan Islam Indonesia yang moderat dan toleran relatif menjadi perhatian di negara kawasan Afrika utara itu meski belum menjadi diskursus penting di tingkat nasional. NU selama ini dipandang sebagai jendela dalam melihat Islam Indonesia yang moderat dan toleran.
Pancasila model relasi agama dan negara
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia menjadikan Indonesia relatif selangkah lebih maju dalam merumuskan formulasi hubungan antara agama dan negara, yang masih menjadi problematik serius di berbagai negara kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.
Pertama, kebinekaan sebagai prinsip berbangsa dan bernegara di Indonesia. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika menjadi kekuatan yang merekatkan ratusan suku dan ras ataupun agama yang berbeda dalam ikatan sebagai anggota 'rumah besar' Indonesia.
Kedua, Pancasila menjadikan Indonesia luwes menerima berbagai pandangan yang tidak bertentangan dengan kepentingan bangsa dan negaranya. Posisi Indonesia sebagai negara nonblok, baik Barat maupun Timur, menjadikan negara ini fleksibel dan adaptif dalam menerima pembaruan dan kemajuan yang datang dari mana saja.
Di sisi lain, agama bukan sebagai belenggu yang menghalangi kemajuan bangsa dan negara. Namun, sebaliknya, agama mendorong untuk mencapai keunggulan sains dan teknologi sebagaimana yang dicapai Barat selama ini. Namun, di sisi lain, tidak melepaskan tradisi spiritualitas dan religiositas yang memperkuat pilar-pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai contoh, di ranah hukum, dengan hadirnya Kompilasi Hukum Islam Inpres No 1/1991 dengan dasar hukum Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang menguatkan integritas Islam, berangkat dari pemahaman bahwa Islam ialah agama yang dinamis, solutif, dan progresif sehingga eksistensi ajaran-ajarannya tidak tergerus oleh perubahan zaman. Dari proses itu, perkembangan hukum positif diterima selama masih sejalan dengan maqashid syariah.
Ketiga, Pancasila sebagai dasar negara bukan untuk menggantikan agama karena keduanya berbeda, tapi saling mendukung dan menguatkan. Oleh karena itu, Indonesia bukan negara Islam, tapi juga bukan negara sekuler yang menolak sama sekali peran agama di dalamnya. Tumbuhnya peradaban modern di negara-negara muslim sebagai model baru dari gerakan pembaruan dewasa ini, termasuk di Indonesia. Kehadiran ormas Islam moderat seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, membawa dinamika keislaman menuju apa yang disebut Hefner sebagai civil Islam, sebagai modal sosial dan budaya Indonesia.
Organisasi keagamaan harus menjadi pelopor dalam merawat kebinekaan dan kedaulatan tanah air Indonesia. Sekaligus juga, mengenalkan corak keislaman Indonesia di arena internasional. Beragam cara yang dapat dilakukan, misalnya, mengoptimalkan peran PCINU dunia dalam kontribusinya untuk bangsa dan negara.
Sebagaimana pesan Wakil Ketua Umum PBNU Slamet Effendy Yusuf pada Silaturahim PCINU Sedunia, Rubat Jawa An Nawawi, Distrik Misfalah, Makkah Al Mukaromah, Arab Saudi, 21 September 2015, “Kalian adalah duta-duta NU di luar negeri untuk menyebarkan fikrah-fikrah NU, memperkenalkan Islam Indonesia kepada dunia, dalam konteks bagaimana menjalankan Islam dengan negara. Keislaman kita tidak bisa dipisahkan dengan kebangsaan.”
Ketika mulai banyak kalangan, termasuk dari Timur Tengah, dan Benua Afrika yang melihat Indonesia sebagai model yang relatif berhasil dalam merumuskan formulasi hubungan agama dan negara, ironisnya, sebagian kecil pihak di Tanah Air justru berupaya mengimpor pemikiran dari kawasan yang masih disibukkan dengan rumusan kebangsaan dan kenegaraan mereka serta melupakan kekayaan bangsa sendiri.
KEPALA Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi menegaskan pentingnya peran pengajar dalam menyebarluaskan nilai-nilai Pancasila secara holistik.
Kepala BPIP Yudian Wahyudi mengungkapkan Magelang Kebangsaan Fun Run 2025 bukan sekadarperlombaan lari, tetapi Jadi Simbol Persatuan dan Semangat Pancasila
SEBANYAK tujuh pemuda-pemudi purna paskibraka terpilih dilantik dan dikukuhkan sebagai Pelaksana Duta Pancasila Paskibraka Indonesia (DPPI) Kota Yogyakarta untuk masa jabatan 2025–2029
Salah satu alasan di balik usulan penyempurnaan konstitusi, yakni terkait dengan pemantapan ideologi Pancasila.
MOMEN Mei-Juni penting untuk disegarkan kembali.
Reformasi KUHAP harus lepas dari warisan kolonial dan menjadikan Pancasila sebagai asas utama hukum acara pidana.
Dalam kalender yang digunakan umat islam, ada bulan tertentu yang dimaknai lebih mulia. Selain Ramadan dan Rajab, Muharram juga menjadi bulan yang dirayakan umat Islam dengan suka cita.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menguatkan kolaborasi dengan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) untuk bersama-sama mengatasi masalah bangsa yang terjadi.
Sheikh Muhammad bin Abdul Karim al-Issa mengungkapkan pujiannya kepada Nahdlatul Ulama (NU), atas peran dan kiprahnya di bidang kemanusiaan dan dunia internasional.
Dalam kegiatan ini, ratusan kader Muslimat NU dari berbagai daerah hadir mengikuti pembelajaran dan pemetaan potensi diri melalui metode Talent DNA yang dikembangkan oleh Founder ESQ
TUJUH puluh tahun telah berlalu sejak Konferensi Asia-Afrika di Bandung mempertemukan para pemimpin dari negara-negara baru merdeka.
Pada era Soeharto, peran Islam dalam politik luar negeri Indonesia sering disampingkan karena pemerintah lebih mendorong kebijakan luar negeri yang bebas-aktif.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved