Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

RA Kartini, Perempuan dan Peran Kemanusiaannya

Kurnianing Isololipu Staf Pengajar pada Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, FIABIKOM, Unika Atma Jaya, Jakarta
21/4/2021 12:50
RA Kartini, Perempuan dan Peran Kemanusiaannya
Kurnianing Isololipu(Dok Pribadi)

HARI ini adalah hari lahir RA Kartini, seorang pahlawan nasional yang dikenal memperjuangkan emansipasi wanita, khususnya wanita Jawa sebagaimana yang tertulis di halaman depan buku 'Habis Gelap Terbitlah Terang'. Tanggal kelahirannya, diperingati sebagai Hari Kartini, sebuah simbol pergerakan emansipasi perempuan.

Perjuangan Kartini di zamannya, pada awal abad 20, memang memberi arti tersendiri. Perempuan pada masa itu masih terpenjara oleh tradisi kultural yang membuat mereka tidak dapat memiliki hak hidup secara benar. Mereka dibatasi dalam memperoleh pendidikan, harus menikah dengan laki-laki pilihan orang tua, berdiam di rumah dan belajar keterampilan yang berkaitan dengan mengurus rumah tangga.     

Sebaliknya, laki-laki dapat menempuh pendidikan hingga ke Belanda, dan memiliki istri lebih dari satu. Ada perbedaan perlakuan yang sangat jelas antara anak laki-laki dengan anak perempuan kala itu.
Kartini pun tak luput dari praktek nyata untuk perempuan pada masanya. Di usia 12 tahun, ia dipingit, dikurung di dalam rumah, dengan menuliskan istilah 'saya harus pergi ke kotak' dalam surat yang dikirimkan ke teman Belandanya, Ms. Hartshalt (Miss E.H. Zeehandelaar).

Dalam masa terpenjara di rumah selama 4 tahun, Kartini dapat berlega hati karena ia masih dapat membaca buku-buku Belanda dan melakukan surat-menyurat dengan teman-teman Belandanya. Melalui surat-surat itulah, Kartini menyuarakan pemikirannya tentang yang seharusnya diberikan kepada perempuan Indonesia, khususnya perempuan Jawa. Namun, Kartini menyadari bahwa pemikirannya mungkin tak terwujud pada masanya, melainkan tiga atau empat generasi setelah dirinya.  

Saat ini, dua generasi setelah Kartini lahir, kondisi perempuan Indonesia memang sudah lebih baik. Perempuan Indonesia, telah bergerak membebaskan diri dari batasan yang menyekat diri dan potensi yang dimilikinya. Perempuan Indonesia, dapat memiliki pendidikan yang baik dan bahkan tinggi, mereka dapat bekerja sesuai dengan keahlian. Mereka dapat melakukan  kegiatan yang memberi arti pada lingkungan mereka, mereka memiliki peran dalam berbagai aspek kehidupan. Walaupun, tetap diakui, kesempatan ini masih memiliki batas tertentu dan belum menjangkau seluruh perempuan Indonesia.

Apakah fakta nyata ini sudah menunjukkan bahwa perempuan Indonesia mendapatkan posisi yang sebenar-benarnya? Pertanyaan kemudian, bila perempuan dapat bersekolah tinggi, berapa besar presentase mereka yang bersekolah, memiliki gelar tinggi dengan mereka yang putus sekolah dan tak bergelar? Berapa banyak perempuan yang mampu mendapatkan posisi pimpinan, baik di lingkungan pemerintahan maupun non-pemerintahan? Berapa banyak perempuan yang berada dalam posisi chief executive officer dan setingkatnya? Jawabannya jelas, tentu belum sampai setengah dari jumlah total posisi pimpinan yang tersedia.

Berdasarkan data angka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dari Sakernas 2018 yang dikutip oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2019), angka TPAK untuk laki-laki sebesar 82,69% dan perempuan sebesar 51,88%. Selain itu, perempuan hanya bekerja pada 3 sektor dari 17 sektor pekerjaan utama yang ada, yaitu pertanian, kehutanan dan perikanan, perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor, dan industri pengolahan. Terlihat sekali, perempuan masih memiliki ruang gerak yang terbatas.

Walaupun data lain, menurut laporan Women in Business 2020 dari Grant Thornton menyebutkan ada sekitar 20% jabatan di level pimpinan tertinggi di perusahaan di Indonesia, dipegang oleh perempuan.Data yang ada tetap memberikan kenyataan bahwa perempuan masih perlu berjuang untuk 'kemerdekaan' dirinya dalam konteks saat ini.

Mengapa perempuan perlu berjuang? Bukankah seharusnya perempuan juga memiliki hak lahiriahnya yang tak dapat diambil oleh siapapun? Masih dominannya budaya patriarki di Indonesia menjadi salah satu hal yang membuat gerak bebas perempuan masih terpagar. Budaya yang menempatkan laki-laki dalam posisi yang dominan di hampir setiap lini kehidupan, politik, sosial, ekonomi dsbnya.

Dalam wilayah personal (keluarga), laki-laki memiliki otoritas terhadap perempuan. Karena ini adalah budaya yang sudah mengakar lama dan diwariskan turun temurun, maka untuk mengubahnya diperlukan waktu dan usaha yang kuat. lalu, bagaimana perempuan dapat menjalankan kehidupannya dengan segala hak yang dimilikinya sebagai seorang manusia, jika pasungan-pasungan dalam bentuk yang kasat mata, tetap berusaha dipertahankan? Tak lain pilihannya, adalah tetap berjalan dengan keyakinannya, seiring dengan berbagai cara untuk melepas sekat-sekat itu dengan berbagai peran yang dijalankannya.

Banyak fakta menunjukkan bahwa perempuan memang memiliki peran-peran dalam berbagai sektor kehidupan. Di dalam bidang kewirausahaan, contohnya, perempuan telah membuktikan kepiawaiannya untuk mendorong perekonomian negara dan menguatkan perekonomian rumah tangga, walau masih banyak berskala mikro, kecil dan menengah. Bahkan, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Google melalui “Advancing Women in Entrepreneurship” menunjukkan bahwa perempuan Indonesia memiliki keinginan berwirausaha tertinggi di antara 12 negara yang berpartisipasi. Termasuk di antaranya, Jepang, Korea, Thailand, Vietnam dan Malaysia.

Begitu juga dalam bidang lain seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, sangat banyak hasil penemuan yang dilahirkan dari pikiran perempuan-perempuan inspiratif. Di bidang perpolitikan, keterwakilan perempuan 30% di legislatif telah menjadi aturan yang perlu dipenuhi oleh partai politik, walaupun belum sepenuhnya mampu mewakili kepentingan dan penyelesaian isu-isu yang dihadapi perempuan.

Perempuan memberi warna, dan memiliki makna atas perannya sebagai manusia dalam kehidupan. Membatasinya dalam ruang gerak yang sempit, berdasarkan fakta sejarah, tak  menciutkan keberaniannya untuk berjuang memperoleh kesempatan hidup secara benar. Pembatasan akan membuat dirinya terus bergerak mencari pembebasan.

Untuk itu, pembatasan-pembatasan ini, hendaknya diganti dengan pemberian ruang yang lebih besar dan bebas bagi perempuan untuk dapat menggunakan keahlian dan kemampuannya dalam membangun kehidupan bersama yang baik.

Sudah saatnya pandangan perempuan sebagai manusia kelas dua perlu dihapus dari mental pikiran. Sudah waktunya perempuan dapat berpartisipasi pada setiap bagian kehidupan, tanpa ada rasa terancam dari laki-laki bahwa perempuan akan mengambil porsi miliknya.    

Perempuan dengan sejati dirinya tentu memahami peran dirinya sebagai individu, dan sebagai anggota masyarakat yang dapat memberi manfaat bagi kehidupan. Perempuan Indonesia tentu sadar kodrat, namun tak lupa hak-hak yang dimilikinya sejak lahir sebagai manusia dengan peran kemanusiaannya. Selamat Hari Kartini!



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya