Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Perlu Orkestrasi Kolosal dalam Program Vaksinasi

Martani Huseini | Guru Besar FIA-UI, Ketua Stikom-Interstudi Jakarta
07/2/2021 21:00
Perlu Orkestrasi Kolosal dalam Program Vaksinasi
Istimewa(Dok. Pribadi)

   PROSES sosialisasi kebijakan vaksinasi nasional, nampaknya, bukan persoalan yang mudah. Padahal, cuma  dua kata yang ingin di komunikasikan yakni aman dan halal demi suksesnya program PPKM dan PSBB. Namun, dari hasil Webinar yang diselenggarakan oleh Stikom InterStudi, Rabu (20/1), sejumlah pakar dan praktisi hingga juru bicara Kemenkes Dokter Siti Nadia Tarmizi mengakui, bahwa sosialisasi proram nasional vaksinasi massal, bukanlah perkara yang mudah.

   Sesuai dengan makna hakikatnya, masalah sosialisasi memerlukan pijakan berpikir sosio - kultural, dalam proses perencanaannya. Program komunikasi publik yang maha penting ini, agar efektif dalam implementasinya, diperlukan landasan berbagai  macam keilmuan. Namun, tetap diakui bahwa efektivitas penyampaian pesan mulia yang  disampaikan pada masyarakat yang majemuk, multi-etnis, multikultural yang serba multi ini masih mangalami banyak kendala.

   Upaya pemerintah, dalam mengurai permasalahan kesehatan nasional, khususnya penghindaran dari wabah pandemi covid-19, dan berujung pada upaya pemulihan ekonomi nasional belum menyerupai orkestrasi kolosal yang masif, dan enak didengar bunyinya.

     Disadari oleh berbagai pihak, bahwa misi mulia program vaksinasi massal ini, walaupun sudah dijelaskan ‘proses keamanannya’ oleh Departement of Communication Korporasi Bio Farma, Edwin Gama Pringadi. Berita terakhir vaksin perdana Sinovac yang didatangkan dari China sudah dinyatakan ‘Halal’oleh MUI. Bahkan, Presiden Jokowi dan sejumlah pejabat beserta para selebriti terpilih, sudah diajak untuk menyiarkan vaksinasi massal ini aman dan halal. Ternyata, hasilnya masih jauh dari harapannya.
 
The death of journalism

Sangat menarik ulasan Jurnalis Senior Ray Wijaya dalam  Webinar ini, bahwa untuk mensosialisasikan pesan yang akurat dan tepat, diperlukan komunikator yang capable dan credible. Untuk itu, perlu didalami kapasitas keilmuan, keagamaan, teknik berkomunikasi, popularitas serta pengaruhnya, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

    Pemilihan atas medianyapun, yang sudah multi-platform,  strategi pemilihan konten dan framing-nyapun harus tepat. Menyimak aspek kepemilikan  ‘industri media’  di Indonesia cukup kompleks. Karena, dilatarbelakangi oleh berbagai kepentingan sosio-politico yang beragam yang terkadang tampak bias dalam angle penyampaiannya. Sehingga,  jika ditinjau dari falsafah coverbothside dalam ilmu Komunikasi terasa ‘kurang fair’.

     Oleh karena itu, sinyalemen penting tentang ,‘di Indonesia bisa terjadi jika lessons learnt dari Webinar ini tidak dijadikan referensi yang berharga. Contoh yang masih hangat, sosialisasi vaksinasi massal yang berasal dari fabrikan Sinovac. Menurut pengamatan Direktur TV Muhammadiyah Makroen Sanjaya, vaksin yang berasal dari china ini masih ada saja upaya stigmanisasi dan framing yang negatif, baik oleh politisi, pemuka agama, dan kelompok-kelompok tertentu. Walaupun Pilpres sudah usai, namun polarisasi politik dan dinamika sosial lainnya, masih nampak gangguannya, terhadap upaya mulia dalam pemulihan kesehatan dan ekonomi bangsa.

Orkestrasi penta-helix
 
   Perubahan paradigma berfikir, dalam peradaban ‘New-Normal’ sangat diperlukan proses edukasi yang jelas, dalam proses transformasi masyarakat yang  multi-etnis, multikultural dan multi-segmen pendidikan dan pendapatan. Apalagi, di situasi yang sedang mengalami krisis multi-dimensional.

    Masyarakat Indonesia, perlu dipindahkan status pemahamannya, dari kondisi unconsious incompetence, menjadi consious incompetence, hingga menjadi concious competence terhadap permasalahan bangsa. Proses ini, memerlukan pemikiran lintas sektor, lintas wilayah dan lintas kultural. Fondasi interdisiplin keilmuan mutlak diperlukan.

    Pakar Antropologi Undip Aminudin dalam Webinar ini, mencontohkan, bahwa kegiatan sosialisasi semacam vaksinasi massal bukan hanya membutuhkan keilmuan sosiologi, antropologi, ilmu komunikasi. Namun, orkestrasi antarbidang keilmuan sangat diperlukan. Sehingga, interseksi dengan rumpun ilmu kesehatan dan teknologi, termasuk ilmu-ilmu sosial terapan seperti manajemen dan administrasi publik sangat diperlukan, agar, outcome maupun impactnya bisa terukur.

    Pemikiran tentang capaian impact kebijakan publik yang tadinya hanya mementingkan keikutsertaan tiga aktor utama, yakni Kelompok Tripple-Helix ABG ( Academician, Businessman & Governement) kini sudah bergeser ke arah Penta Helix (ABG plus Community & Media). Pemanfaatan Peran ABG plus MC  merupakan sebuah keniscayaan. Pelaksanaan Orkestrasi atas sebuah program Nasional, anggap saja, sebuah simponi lagu yang enak didengar, ataupun dinikmati, haruslah disiapkan penulisan Partiture yang lengkap dan jelas.

    Semua pelaku ABGC harus bisa membaca notbalok sebagai panduan sebelum membunyikan alat instrumennya, dan harus pula memperhatikan lambaian tangan sang dirijen sebagai komandonya. Menjiwai atas pilihan lagu, pada akhirnya khalayak pendengar ataupun penontonnya bukan hanya memaahami. Tetapi, juga mengapresiasi lantunan lagu yang sedang didendangkan. Demikianlah perumpamaan mensosialisasi Kebijakan memerlukan penguasaan teknik panggung, atau pemahaman adat masyarakat, budaya setempat. Bahkan, kearifan lokal yang biasa dianut.

   Untuk ini semua, diperlukan pendalaman tentang teknik berkomunikasi interpersonal dan intercultural. Sekaligus, penguasaan konten dan konteks yang multi-platform yang cukup kompleks juga diperlukan. Dengan mudah dan dilaksanakan. Komunikasi berjenjang lintas komunitas, lintas budaya harus dipersiapkan secara seksama, agara konten dan konteksnya bisa diserap dengan mudah, dan, dapat dilaksanakan sesuai waktu yang telah ditetapkan.

Pemanfaatan radio dan TV komunitas

Pakar Komunikasi dan Budaya asal Indonesia,yang bermukim di Toronto, Justi Media Arrivati, dalam Webinar InterStudi ini, mencontohkan, warga Toronto  yang memiliki dua bahasa nasional resmi, yakni  Inggris dan Perancis. Dalam berbagai kegiatan program nasional pemerintah, menurut dia, bahasa yang digunakan tetap secara resmi dua bahasa.

     Hanya, untuk proses pengefektifan sosialisasi, seperti edukasi tentang bahaya virus korona, proses pendekatan kultural terhadap kelompok-kelompok masyarakat yang multi etnis, pendekatan klasterisasi kelompok masyarakat dipilah-pilah, agar, tujuan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat bisa tercapai.

    Menurut Jubir Kemenkes Dokter Siti Nadia, Indonesia juga sudah melakukan komunikasi publik melalui berbagai media, dari TV swasta, publik, media cetak non-cetak. Bahkan, pendekatan pada kelompok ibu-ibu Posbindu, PKK dll. Namun, masih dirasakan kurang pendekatan kultural kedaerahan, melalui radio dan TV komunitas yang dimiliki dan dikelola  kelompok komunitas itu.

    Pemanfaatan cara, dan bahasa yang mudah dipahami oleh mereka dan disampaikan oleh tokoh panutan warga setempat. Seandainya, di daerah sudah tersedia Jaringan wifi, maka TV komunitas bisa dimulai dari yang murah dan ’mudah’ seperti pembuatan podcast, dengan memanfaatan jaringan seperti Youtube ataupun yang lain. Semoga masukan dari Webinar Stikom InterStudi, bisa diwujudkan, dalam mengedukasi masyarakat Indonesia yang majemuk, multi etnis dan multi budaya



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik