Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Vaksinasi sebagai Game Changer?

Netty Prasetiyani Anggota Komis IX DPR RI Dewan Pakar DPP Kaukus Perempuan Politik Indonesia
05/2/2021 04:15
Vaksinasi sebagai Game Changer?
(MI/MOHAMAD IRFAN)

SEJAK pandemi covid-19 menyerang dunia, pertanyaan yang sering muncul ialah kapan keadaan ini berakhir? Setelah sejumlah ahli dan lembaga penelitian gagal memprediksi akhir pandemi, kini setiap orang memiliki jawaban yang sama, yaitu tidak tahu, entah kapan, dunia akan terbebas dari pandemi. Bahkan, tidak sedikit ahli yang memprediksi bahwa dunia mungkin tidak akan pernah bersih dari covid-19. Namun, manusia beradaptasi dan mampu hidup bersamanya. Kuncinya ada pada program vaksinasi?

 

Herd immunity

Salah satu cara, yang diyakini sebagai game changer, ialah saat manusia telah memiliki kekebalan kelompok (herd immunity), yang dapat dilakukan melalui program vaksinasi. Herd immunity akan terbentuk jika 70% populasi divaksin. Indonesia dengan populasi 249,5 juta jiwa, maka program vaksinasi menyentuh 188,5 juta jiwa, dikurangi komorbid, hamil, menyusui, penyintas covid-19, menjadi 181,5 juta.

Tahap pertama vaksinasi dilakukan dengan sasaran tenaga kesehatan sejumlah 598.483 orang, tervaksinasi hingga 31 Januari 2021, dan sejumlah 1,5 juta nakes hingga akhir Februari 2021. Tentu saja ini ialah pekerjaan besar yang tidak mudah.

Pemerintah harus bersungguh-sungguh, serius dan optimistis dalam menjalankan program vaksinasi tahap awal. Hal ini penting, bukan saja mengingat posisi nakes yang bekerja pada zona merah. Namun, juga terkait dengan public trust, bahwa vaksinasi aman dan terkendali, bahwa, pemerintah kompeten menjalankan program ini. Jangan sampai rakyat menilai pemerintah tidak sanggup memenuhi janjinya.

Perlu dilakukan terobosan inovatif, out of the box, dan optimalkan penggunaan teknologi, guna menyelesaikan kendala yang dijumpai di lapangan, terutama sengkarut data nakes pada sistem aplikasi. Diketahui ada keluhan beberapa pimpinan fasyankes di daerah, tentang data nakes yang tidak terregister pada sistem aplikasi sehingga menyulitkan pelaksanaan vaksinasi.

 

Vaksinasi aman dan terkendali

Program vaksinasi harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki penanganan pandemi covid-19. Jangan malah lalai dan beranggapan, seolah dengan program vaksinasi, semua masalah telah selesai. Kita tahu, masih banyak PR penanganan pandemi di lapangan.

Vaksinasi aman dan terkendali, salah satunya, ialah terpenuhinya syarat keamanan, keampuhan dan kualitas vaksin yang digunakan, termasuk kehalalannya.

Berdasarkan laporan uji klinisnya, tingkat kemanjuran Sinovac adalah 65,3%. Hasil ini harus menjadi perhatian pemerintah meskipun angkanya sudah di atas standar WHO. Selain Sinovac, pemerintah menyebutkan ada vaksin lain yang akan digunakan. Sudah selayaknya, digunakan standarisasi yang sama dalam proses pemilihan, pengujian dan penetapan vaksin fase selanjutnya agar tidak merugikan masyarakat.

Terkait mekanime distribusi vaksin, hendaknya dipastikan bahwa mekanisme distribusi vaksin dilakukan secara aman, tepat sasaran dan mencukupi kebutuhan. Selain itu, harus ada jaminan kesiapan mekanisme distribusi dan manajemen vaksin, termasuk sarana prasarana dan logistik rantai dingin standar, serta kesiapan dari sisi kuantitas maupun kualitas fasyankes, dan tenaga vaksinator.

Pemerintah menyebut vaksin gratis untuk setiap orang. Namun, kemudian beredar informasi tentang vaksin mandiri, dan vaksin gotong royong. Bahkan, beberapa RS yang sudah melakukan 'komersialisasi' atas vaksin itu, dengan cara pre-order. Ini perlu diatur agar masyarakat tidak bingung.

Hal lain yang tidak kalah penting ialah mempersiapkan langkah antisipatif terhadap kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI), seperti menyediakan sarana pusat informasi dan pengaduan KIPI. Koordinasi harus lancar dan jangan sampai melepaskan tanggung jawab kepada pemerintah daerah, terutama wilayah perbatasan yang berpeluang terjadi kontak dan mobilisasi warga negara lain.

Oleh karena itu, pelaksanaan vaksinasi tahap satu ini harus terus dievaluasi, mulai pengadaan sampai pelaksanaanya sehingga dapat menjadi patokan dalam tahap berikutnya.

 

Bukan pamungkas

Kita perlu menyadari bahwa vaksin bukanlah senjata pamungkas untuk menurunkan angka positif covid-19. Kurva pandemi Indonesia masih menunjukkan peningkatan secara eksponensial. Per 2 Februari 2021, kasus positif di Indonesia tercatat 1.099.687 dengan pasien sembuh 896.530 orang & pasien meninggal 30.581 orang.

Indonesia menjadi peringkat keempat dengan kasus terjangkit terbanyak di Asia, dan peringkat pertama dengan kasus aktif covid-19 tertinggi di Asia.

Saat ini vaksinasi baru dilakukan secara amat terbatas pada segelintir orang jika dibandingkan dengan target populasi. Vaksin jadi siap pakai pun baru tersedia 3 juta dosis Sinovac. Jadi, siapa pun yang telah divaksin. Apalagi, tokoh publik harus menahan diri. Jangan salah kaprah, seolah setelah divaksin boleh bebas, lepas kendali dan tidak melaksanakan prokes.

Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan edukasi pada masyarakat, agar memahami situasi ini, dan tetap disiplin prokes. Pelibatan tokoh publik dan influencer dalam vaksinasi tahap awal ialah untuk mendukung penanganan pandemi, bukan malah membuat ambyar.

Kemampuan mengelola komunikasi publik yang baik ialah soal penting yang tidak bisa diabaikan. Di saat pandemi makin meluas, sementara masyarakat dihujani informasi pro-kontra soal vaksin, maka pemerintah harus kerja ekstra keras mengajak mereka menjadi agen perubahan sosial. Jangan sampai komunikasi publik yang buruk, menambah kegaduhan, kepanikan. Bahkan, pembangkangan masyarakat. Ini akan membuat program vaksinasi berbiaya mahal menjadi tidak efektif.

Dalam era informasi serba cepat, keterbukaan, transparansi dan kejujuran menjadi syarat mutlak mendapatkan dukungan rakyat dalam setiap program pemerintah. Kegagalan membangun komunikasi publik, akan menimbulkan kesia-siaan, yang membuat situasi makin parah karena rakyat lebih percaya pada info melalui media sosial, yang belum tentu benar. Salah satu contoh, sempat beredar isu, vaksin Sinovac mengandung boraks, merkuri, dan unsur babi melalui pesan aplikasi telepon genggam. Meskipun isu ini kemudian dibantah dan dianggap hoaks, masyarakat awam bisa jadi sudah terkecoh dan terpengaruh. Jadi, apakah vaksinasi dapat menjadi game changer? Semoga!



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya