Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Tentang Kebijaksanaan

Politikus PDI Perjuangan Erwin Moeslimin Singajuru
12/9/2020 04:44
Tentang Kebijaksanaan
Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Politik dan Keamanan Puan Maharani(ANTARA/M Ayudha/Medcom.id )

PRO-KONTRA mengiringi pidato Ketua PDI Perjuangan, Puan Maharani. Bagi yang pro, pidato itu tidaklah sejahat yang disangka orang. Bagaimanapun, dalam diri Puan kental darah Minang, sulit membayangkan dia sampai hati menuduh orang Minang tidak Pancasilais.

Kata demi kata dalam kalimat pidato itu pun tidak terkatakan. Yang terselip justru doa dan harapan, bukan kecaman atau tuduhan.

Mengapa kita begitu reaktif terhadap sesuatu yang menurut kita tidak sepaham. Pun sebaliknya, mengapa kita sering kali berlebihan membela orang sepaham, dan apalagi itu idola kita?

Gejala membela dan menghujat berlebihan seperti ini sangat mewarnai akhir-akhir ini. Bukankah dua sikap itu sejatinya sama tidak bijaksananya?

Sulitkah kita tidak sedikit bijaksana, dan lebih dingin melihat persoalan?

Mengapa perlu bersikap bijaksana?

Kebijaksanaan penting dimiliki semua orang, tanpa kecuali. Kebijaksanaan menuntun kita bertindak lebih tenang sehingga keharmonisan dalam masyarakat menjadi terjaga. Dengan begitu, kedamaian dalam kehidupan individu, masyarakat, dan dunia ini akan lebih mudah tercapai.

Penelitian Sahrani dkk (2014) menghasilkan temuan bahwa orang yang bijaksana itu selalu melakukan refleksi terhadap pengalaman hidup sulitnya.

Setiap individu dapat diperkirakan pernah mengalami pengalaman hidup yang sulit, yang sifatnya individual dan subjektif bagi yang mengalaminya. Bila ia melakukan refleksi diri, atau mengevaluasi pengalaman tersebut, ia pun dapat berpotensi menjadi orang yang bijaksana.

Menurut Baltes dan Staudinger (2000), orang dapat menjadi bijaksana bila memiliki beberapa faktor: umum, khusus, dan tambahan.

Faktor umum antara lain adanya kemampuan umum/inteligensi yang memadai untuk memecahkan atau mencari solusi masalah, adanya kesehatan mental, keterbukaan terhadap hal atau pengalaman baru, kematangan emosi.

Faktor khusus, misalnya, adanya pengalaman mengatasi masalah, berlatih pada role model dalam mengatasi masalah, serta adanya motivasi untuk mencapai kesempurnaan.

Ada beberapa pandangan berbeda mengenai kapan waktunya orang menjadi bijaksana. Pandangan pertama menyatakan orang akan berpotensi menjadi bijaksana ketika berusia lanjut, bahkan disebutkan ketika berusia sekitar 61 tahun ke atas (Helson & Srivastava, 2002).

Namun, pandangan kedua menyatakan semua orang bisa menjadi bijaksana. Orang berusia muda pun dapat bersikap bijak karena me-
reka sudah mempunyai bibit-bibit kebijaksanaan akibat pengaruh pendidikan dan pergaulan serta pengalaman (Pasupathi & Staudinger, 2001).

Penelitian Sahrani lainnya juga membuktikan orang berusia muda pun sudah mempunyai standar sendiri mengenai apa saja yang menjadi karakteristik seseorang bi- jaksana (Sahrani, 2018). Jadi, siapa pun bisa saja menjadi bijaksana, masalahnya tinggal apa saja faktor yang memengaruhinya.

Pengalaman hidup sulit sangat bermanfaat untuk dijadikan refleksi diri, terutama bagi kaum remaja. Bukan cerita asing bahwa pejuang kemerdekaan kita dulu umumnya ialah orang-orang yang ditempa berbagai kesulitan. Tapi, akhirnya mereka menjelma menjadi sosok-sosok negarawan sejati.

Jadi, kaum muda yang mempunyai pengalaman hidup sulit lebih berpotensi menjadi orang yang bijaksana. Grossman (2018) melakukan penelitian mengenai hal ini dan menyarankan untuk mengajarkan kebijaksanaan melalui pelajaran filsafat dan agama.

Penulis meyakini, remaja berpotensi bijaksana sehingga mereka dapat diajarkan dan dilatih untuk menjadi orang yang bijak. Akan tetapi, para remaja tetap memerlukan keteladanan dan arahan dari kalangan terdekat, semisal orangtua dan guru, sehingga potensi kebijaksanaan mereka berkembang lebih cepat.

Menyikapi Puan Maharani

Jika kita kembali ke topik menyikap i pidato Puan Maharani, hendaknya kita dapat bersikap lebih bijaksana untuk tidak serta-merta bereaksi berlebihan. Pada hakikatnya semua orang berpotensi salah sekaligus benar dalam satu ketukan.

Selama ini masyarakat Minang dikenal bijak, arif, dan religius. Jika saat ini masyarakat Minang reaksinya berlebihan, dikhawatirkan mereka telah keluar dari karakter adat istiadat urang Minang. Padahal, kita tetap ingin melihat karakter yang telah diwarisi turun-temurun itu menjadi budaya yang terus hidup.

Ciri kuat dari karakter budaya Minang ialah memberikan dan meminta maaf, kedua hal yang sama beratnya jika tidak disertai dengan sikap bijak tadi. Bersikap bijak memang sulit. Tetapi, ketika sikap itu bisa dilakukan, di situlah saat sebuah komunitas memperagakan kemuliaan sebagai kekuatan sekaligus ketinggian kulturalnya.

Surah Ali Imran ayat 133 sampai 134 menyatakan: Bersegeralah kamu mohon ampun kepada Allah SWT karena surga seluas-luasnya langit dan bumi yang disediakan bagi orang takwa, adalah menafkahkan hartanya pada waktu lapang dan sempit, orang-orang yang menahan amarahnya, serta memaafkan kesalahan orang lain.

Wallahu’alam.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya