Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Hidup Sehat dengan Satu Ginjal

Djoko Santoso Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Pendiri rumahginjal.id
12/3/2020 06:10
Hidup Sehat dengan Satu Ginjal
(Dok UNAIR)

MENYAMBUT Hari Ginjal Sedunia yang tahun ini jatuh pada 12 Maret, ada baiknya kita mengakrabkan diri dengan kata 'sakit ginjal'. Sampai hari ini, kata sakit ginjal bisa mengundang rasa takut. Seorang pasien yang didiagnosis menderita sakit ginjal bisa langsung syok. Bayangannya ialah harus cuci darah seminggu dua kali atau bahkan tiga kali yang menyedot biaya sangat besar dan keterbatasan gerak fisik tubuhnya, bahkan mungkin lebih dari itu.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar penderita sakit ginjal sangat syok ketika dokter memvonis gagal ginjal tahap akhir dan memberinya dua pilihan: harus cuci darah atau cangkok ginjal.

Andaikan waktu bisa putar, semua pasien penyakit ginjal kronis pasti berjanji mengikuti semua saran dokter tanpa membantah. Namun, apa hendak dikata, sudah terlambat. Pasien gagal ginjal kronis harus memilih salah satu opsi, cuci darah atau cangkok ginjal. Apakah penyakit ginjal sedemikian menakutkan?

Secara umum manusia normal dikaruniai dua ginjal. Satu di kiri, satu di kanan, dengan berat masing-masing sekitar 150 gram. Terletak di bawah tulang rusuk, dekat bagian tengah punggung. Fungsi utama ginjal ialah menyaring darah, membersihkan limbah dan racun, serta mengeluarkannya lewat urine.

Ginjal juga menjaga keseimbangan seluruh cairan dalam tubuh, mengendalikan tekanan darah, mempertahankan kadar hemoglobin (hb) normal, dan menjaga kesehatan tulang. Karena ada dua, tiap-tiap ginjal berkontribusi 50% terhadap tugasnya.

Namun, bagaimana jika seseorang hanya memiliki satu ginjal? Ada seseorang yang terlahir dengan hanya satu ginjal. Ada juga yang terlahir dengan dua ginjal, tetapi satu ginjalnya terpaksa di angkat karena suatu sebab. Misalnya, kondisi penuh nanah pada ginjal dan saluran perkencingan, tumor, atau kerusakan yang disebabkan kecelakaan sehingga tersisa hanya satu ginjal.

Gaya hidup disiplin

Tak ada rotan, akar pun jadi, karena memang tidak ada pilihan. Mereka yang terpaksa hidup dengan satu ginjal ini tidak sendirian. Menurut laporan, dari sekitar 750, ada satu yang dilahirkan dengan satu ginjal (agenesis ginjal). Lebih lanjut di laporkan, lahir dengan satu ginjal ini cenderung lebih sering terjadi pada pria dan ginjal yang kiri lebih mungkin hilang.

Bagaimana kondisi orang yang hidup dengan satu ginjal? Mereka ini masih dapat menjalani kehidupan secara sehat dengan hanya satu ginjal, sepanjang gaya hidupnya disiplin dan tidak sembrono.

Meski demikian, jangan bertanya jika dengan satu ginjal saja bisa hidup sehat, lantas untuk apa harus memiliki dua ginjal? Tuhan menciptakan tubuh manusia secara sempurna.

Secara umum, tugas untuk membersihkan darah dan menyaring limbah/racun serta fungsi lainnya akan lebih baik ditangani dua ginjal daripada satu ginjal. Namun, kemampuan tubuh dengan satu ginjal, gambaran hebatnya tubuh menyesuaikan diri dengan keterbatasan.

Ada sebuah riset untuk menggambarkan proses penyesuaian diri ini, dengan meneliti sekelompok orang yang hidup dengan satu ginjal. Ternyata, ada kecenderungan rata-rata kemampuan satu ginjal tidak 50% seperti dugaan awam, tetapi 75%.

Bagaimana penjelasannya? Orang yang memiliki satu ginjal, secara alamiah ginjalnya akan menyesuaikan diri atau berkompensasi, yakni tubuh akan mengembangkan lebih banyak jaringan ginjalnya. Contoh ini bisa dilihat pada pasien yang diangkat satu ginjalnya, baik karena rusak maupun mendonorkan ginjalnya.

Pada pasien ini, awalnya sesaat setelah operasi, satu ginjalnya yang tersisa bekerja dengan kapasitas 50%. Namun, seiring perjalanan waktu, persentasenya meningkat hingga mencapai rata-rata 75%, utamanya dalam proses hiperfiltrasi dan pertumbuhan jaringan.

Bagi mereka yang hanya memiliki satu ginjal, jangan skeptis. Tetaplah optimistis dengan menerapkan prinsip mencegah lebih baik dari mengobati. Dengan prinsip pencegahan, risiko dan dampak yang mungkin muncul bisa diminimalisasi sejak dini.

Caranya antara lain dengan memodifikasi faktor risiko yang muncul akibat dari kebiasaan dan gaya hidup. Misalnya, diet yang buruk dan kurangnya aktivitas fisik. Dengan memperbaiki cara diet dan beraktivitas fisik tiap hari, diharapkan bisa menjaga penyakit ginjal ringan agar jangan sampai menjadi kronis. Cara ini juga meminimalisasi peluang terjadi komplikasi yang bisa mengancam jiwa.

Kemauan dan kemampuan memodifikasi gaya hidup, kepatuhan menjalankan pengobatan, perawatan dan saran dokter, akan meningkatkan kualitas kesehatan dan kelangsungan hidup penderita ginjal, termasuk mereka yang berginjal satu.

Dokter yang baik akan melakukan sejumlah intervensi pada pasien gagal ginjal, bahkan sejak awal diagnosis. Misalnya, menyarankan pasien sakit ginjal tahap awal yang berisiko diabetes menjalani program makan sehat dengan peningkatan konsumsi buah dan sayur, disertai program mengubah perilaku dan gaya hidup. Targetnya, pasokan nutrisi yang stabil sehat dan penurunan berat badan secara signifikan.

Lalu, literasi mengenai diet yang tepat, khususnya terkait dengan pembatasan asupan natrium, protein, kalium, dan fosfat. Program asupan rendah garam penting untuk pasien penyakit gagal ginjal kronis.

Jika saran dokter ini dituruti dengan tertib, sakit ginjal tahap awal akan tertangani dan tidak akan meningkat menjadi gagal ginjal kronis. Inilah yang dimaksud memodifikasi faktor risiko gaya hidup untuk mencegah sakit ginjalnya berkembang menjadi gagal ginjal kronis tahap lanjut.

Apalagi, jika ditambah peningkatan gaya hidup sehat. Rutin olahraga ringan, menghindari bekerja melebihi batas, hindari begadang dsb, pasien makin mendapatkan kualitas kesehatan yang berlipat.

Jadi, kepatuhan pada rekomendasi dokter menentukan bagus tidaknya proses pengobatan. Ketidakpatuhan terhadap saran dokter, diet dan pengobatan sembarangan, memperberat kompleksitas dampak buruk sakit ginjal dan sangat berpeluang menjadi gagal ginjal kronis tahap akhir.

Sayangnya, kondisi semacam ini sudah menjadi masalah umum pada mereka yang mengidap penyakit ginjal kronis. Maka dari itu, perubahan perilaku dan gaya hidup untuk mengatasi faktor risiko pasien penyakit ginjal kronis tidak boleh di tawar lagi.

Laporan BPJS, jumlah penderita meningkat

Kita harus memberikan perhatian lebih serius pada penyakit gagal ginjal karena jumlah penderita meningkat terus. Laporan keuangan BPJS 2016 menunjukkan, pada 2013 ada 15.128 pasien baru gagal ginjal dan meningkat jadi 17.193 di 2014. Naik lagi jadi 21.050 di 2015. Terus naik jadi 25.446 di 2016. Angkanya naik secara fantastis.

Celakanya, mayoritas penderita gagal ginjal kronis ialah usia produktif. Data 7th Report of Indonesian Renal Registry 2014 menunjukkan, 56% penderita gagal ginjal berusia di bawah 56 tahun.

Ini tentu memprihatinkan. Karena itu, bagi penderita sakit ginjal dan orang yang hidup dengan satu ginjal, disiplin menjaga gaya hidup sehat ialah keniscayaan.

Dengan uraian di atas, dalam kondisi apa pun sebaiknya tetap kita syukuri, termasuk jika terpaksa hidup dengan satu ginjal. Jangan terlalu khawatir dengan konsekuensi kesehatan jangka panjangnya, baik bagi kasus cangkok ginjal (entah yang memberikan ginjal dan atau yang menerima donor ginjal) maupun yang terlahir dengan satu ginjal.

Anda masih dapat menjalani hidup yang baik, sehat, dan jangka panjang jika disiplin dan menerapkan gaya hidup yang sehat. Periksakan kesehatan ginjal secara teratur, seperti tes darah, tes urine untuk protein, dan pemeriksaan tekanan darah. Alhasil, pada Hari Ginjal Sedunia ini, tetaplah mensyukuri nikmat.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya