Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
SELAMAT datang di Tanah Air ya hujjaj (para haji). Sebanyak 13 kelompok terbang (kloter) jemaah Haji Indonesia gelombang pertama yang akan diterbangkan ke Tanah Air pada hari pertama pemulangan pada 17 Agustus 2019 bertepatan dengan hari Kemerdekaan Indonesia.
Ke-13 kloter yang akan diterbangkan dari Bandara King AbdulAziz, Jeddah, antara lain berasal dari Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS 1-4), Palembang (PLM 1), Lombok (LOP 1), Surabaya (1-3), Padang (PDG 1), Solo (SOC 1), Batam (BTH 1) dan Ujung Pandang (UPG 1).
Pantaslah kita dengan suka cita menyambut kedatangan mereka, karena mereka adalah duyufurrahman (tamu Allah) yang telah mengikuti serangkaian prosesi ritual haji yang tidak mudah. Sebab, rukun Islam yang kelima ini merupakan ibadah yang istimewa sebagai puncak keberagamaan seorang muslim setelah syahadat, salat, puasa, dan zakat.
Sehat jasmani dan ruhani saja tidak cukup, jika tidak memiliki kemampuan finansial (istitha’ah). Sebaliknya, begitu pula sehat secara finansial saja tidak cukup, apabila kesehatan jasmaninnya apalagi ruhaninya terganggu.
Ibadah haji memiliki dua makna, makna vertikal dan horisontal. Makna vertikal adalah haji sebagai manifestasi ketaatan seorang muslim kepada Sang Khaliq untuk menunaikan perintah-Nya berangkat ke Tanah Suci menuju baitullah (rumah Allah). Sedangkan makna horisontal adalah prosesi ibadah haji syarat akan tenggang rasa dan toleransi kepada sesama.
Hal itu terlihat dalam larangan ihram haji, antara lain, rafas, fusuq dan jidal, sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 197. Rafas yakni mengeluarkan perkataan yang tidak senonoh yang mengandung unsur kecabulan (porno), prilaku yang menimbulkan nafsu syahwat dan berhubungan badan. Fusuq adalah segala perbuatan maksiat, baik di sengaja ataupun tidak. Misalnya, berlaku arogan, merugikan atau menyakiti orang lain, baik dengan kata-kata atau perbuatan. Sedangkan jidal adalah segala sikap dan perbuatan yang mengarah kepada perdebatan, permusuhan, dan perselisihan dengan sesama.
Selain sejumlah larangan saat menunaikan ibadah haji, prosesi ritual haji yang wajib diikuti oleh jemaah haji adalah berihram, tawaf, sa’i, wukuf di Arafah, lempar jumrah, dan tahallul, juga memiliki memiliki makna yang mendalam baik dalam dimensi vertikal atau horisontal. Selama berihram misalnya, jemaah haji mengenakan kain putih. Saat itu pula manusia dari seantero jagat, apa pun latar belakang suku dan warna kulit, harus menggunakan kain yang sama berwarna putih.
Hal ini mengandung makna bahwa kita harus selalu menjaga kesucian dalalam bermam beribadah kepada Allah SWT dan prinsip kesamaan sebagai mahluk Tuhan. Tidak boleh ada yang merasa lebih hebat, pintar atau jago, dalam kehidupan sosial. Prinsip, di atas langit ada langit mesti menjadi pegangan kita bahwa kita harus memiliki ahlakul karimah (akhlak yang baik) dalam bermasyarakat.
Doa yang selalu diberikan kepada calon jemaah haji ketika akan berangkat adalah “semoga menjadi haji yang mabrur,” sering kita dengar. Menjadi haji mabrur bukanlah given atau otomatis tersematkan kepada orang yang baru pulang naik haji. Proses berhaji yang benar, sejak keberangkatan, ongkos naik haji berasal dari hasil usaha yang halalan thayyiban (halal dan baik) alias bukan dari hasil korupsi, menipu, memalak, atau maksa-maksa minta jatah naik haji. Begitu pula niat berhaji seharusnya karena Allah SWT, bukan karena gengsi sosial ingin berpredikat haji.
Nilai haji mabrur memiliki keutamaan yang luar biasa. Sayyidah Aisyah RA bertanya kepada Rasulullah SAW: “Kami memandang bahwa jihad merupakan perbuatan yang utama. Apakah kami harus berjihad?” Rasulullah SAW menjawab: “Tidak! Akan tetapi jihad yang paling utama adalah haji mabrur.” (HR. Bukhari).
Kemabruran seseorang jemaah haji ditentukan oleh sebelum, saat, dan pasca-berhaji-hari. Yang berat tentu saja setelah menunaikan ibadah haji, bagaimana seorang haji menjaga nilai-nilai kehajian dalam kehidupan sehari-hari. Dari Jabir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang haji yang mabrur, jawaban beliau, "Suka bersedekah dengan bentuk memberi makan dan memiliki tutur kata yang baik." (HR Hakim).
Tutur kata yang baik bisa dimaknai tak hanya manis bertutur kata, lain dimulut lain di hati, melainkan kepribadiannya selalu menebarkan kebaikan. Tidak mengadu domba, menyemburkan dusta dalam kehidupan nyata atau media sosial, dan tidak melakukan ujaran kebencian serta intoleransi.
Sejatinya, Indonesia memiliki banyak keunggulan dibandingkan negara lain. Pasalnya, zamrud khatulistiwa ini adalah pengirim jemaah haji terbanyak di dunia. Pada 2019 saja, kuota haji Indonesia mencapai 231.000 orang, yang terdiri dari kuota haji reguler 214.000 orang dan kuota haji khusus sebanyak 17.000 orang.
Bayangkan jika para haji kembali ke Tanah Air menjadi agent of change (agen perubahan) di masyarakat menuju umat yang baik (khairu ummah) tentu kehidupan berbangsa dan bernegara akan lebih baik lagi, produktif, dan menjaga nilai-nilai plurarisme. Haji adalah kawah candradimuka ibadah yang menempa manusia untuk memiliki dua nilai kesalehan sekaligus, ritual dan sosial. Modal spiritual dan sosial bagi seorang haji diharapkan bisa melakukan proses transformasi masyarakat yang lebih berkualitas sesuai prinsip islam rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam).
baca juga: Humor, Kuasa dan Merdeka
Menurut Dr Ali Ali Syariat, cendekiawan berkebangsaan Iran (2007), haji bukanlah sekadar aktivitas ritual fisik, melainkan sebuah momen revolusi lahir dan batin untuk mencapai kesejatian diri sebagai manusia. Artinya, orang yang baru pulang haji seharusnya “tampil beda” ketimbang sebelumnya. Menjadi lebih baik tentunya, karena asal kata 'mabrurl sendiri adalah dari kata 'al Birru' artinya kebaikan atau kebajikan.
Semoga menjadi haji mabrur, bukan haji “Tomat”, yakni berangkat taubat, tapi pulang kembali kumat alias kembali melakukan praktik maksiat. Semoga mabrur sampai akhir hayat di kandung badan. Allahumma hajjan mabruran.
KEMENTERIAN Agama menggelar rapat kerja nasional evaluasi penyelenggaraan ibadah haji 1440H/2019 M, di Jakarta, 8 - 10 Oktober
Ketiga jemaah haji itu diperbolehkan pulang atas rekomendasi Medif (Medical Informatian Form) dan dinilai layak terbang
KEBERHASILAN sistem penempatan jemaah haji yang diterapkan pada penyelenggaraan haji 2019 menjadi alasan pemerintah untuk mempertahankan sistem tersebut pada penyelenggaraan haji
“Kemenag akan melakukan pertemuan dengan kementerian terkait, seperti kemenlu, kemenaker, kementerian pariwisata, imigrasi, untuk membuat regulasi."
Jemaah haji Indonesia yang terakhir mendapatkan Eyab, sesuai data Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) adalah embarkasi SUB (Surabaya) 84, SUB 85 serta Jakarta (JKG) 65.
"Setiap tahun pelaksanaan ibadah haji akan ada petugas-petugas yang ditunjuk pemerintah untuk membadalkan jemaah yang meninggal dunia," kata Khalillurrahman di Madinah, Selasa, (9/7).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved