Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Mantra di Piala Dunia

Basuki Eka Purnama Wartawan Media Indonesia
30/6/2018 07:00
Mantra di Piala Dunia
(DOK PRIBADI)

MENJELANG Piala Dunia 2018, saya membaca berita mengenai warga Meksiko yang menyebut dirinya grand warlock yang mengirimkan mantra demi kesuksesan tim 'Sombrero' di pesta sepak bola dunia empat tahunan itu.

Antonio Vazquez yang lebih dikenal dengan nama El Brujo Mayor--penyihir yang terkenal karena ramalan politiknya--berdoa kepada dewa ular Quetzalcoatl, yang disembah suku Aztec agar timnas Meksiko setidaknya bisa mencapai babak perempat final di Rusia.

"Berikan saya seluruh daya dan kekuatan untuk menembus pintu surga. Biarkan timnas Meksiko mencapai laga kelima. Quetzalcoatl, kabulkan permintaan ini," ujar Vazquez berjenggot putih kontras dengan jersey Meksiko berwarna hijau yang dikenakannya.

Hasilnya, Meksiko yang belum pernah menang melawan Jerman secara mengejutkan berhasil membukukan kemenangan 1-0 atas juara bertahan itu.

Tim 'Sombrero' juga dipastikan lolos setelah di laga kedua menang 2-1 atas Korea Selatan.

Sayangnya, pada laga terakhir mereka kalah telak 0-3 dari Swedia. Meski hal itu tidak menghalangi laju ke fase gugur, mereka harus puas finis sebagai runner-up grup. Itu artinya mereka harus menghadapi juara Grup E, Brasil.

Selain mantra yang dibacakan Vazquez, sebenarnya semua penggemar sepak bola membaca mantra demi kesuksesan tim pujaan mereka. Mantra itu berupa yel-yel yang menyemangati para seniman lapangan hijau.

Saya sudah jatuh cinta dengan mantra tim Islandia sejak perhelatan Piala Eropa 2016. Kala itu para pendukung tim berseragam biru tersebut memopulerkan mantra thunder clap.

Thunder clap berupa tabuhan drum yang disusul tepuk tangan dan teriakan huh. Aksi bunyi-bunyian ini awalnya pelan, tapi lama-kelamaan semakin kencang.

Rekaman yang menampilkan para pemain Islandia dipimpin sang kapten Aron Gunnarsson menjadi konduktor thunder clap di hadapan para pendukungnya selepas kemenangan bersejarah melawan Inggris di babak 16 besar Piala Eropa menjadi viral ke seluruh dunia.

Padahal, thunder clap bukanlah asli buatan pendukung Islandia. Berdasarkan laporan media Islandia Morgunbladid, mantra itu diadopsi klub Islandia, Stjarnan, saat melawat ke markas klub Skotlandia Motherwell di laga Liga Europa.

Para pendukung Stjarnan jatuh cinta dengan aksi itu dan mengadopsinya sebagai nyanyian dukungan untuk tim kesayangan mereka.

Thunder clap kemudian diadopsi kelompok pendukung timnas Islandia, Tolfan. Mereka merasa atmosfer di laga timnas bak kuburan. Semua orang duduk manis menonton pertandingan. Mereka sama sekali tidak bernyanyi memberikan semangat untuk para pemain. Namun, upaya itu tidak mudah.

"Saat kami pertama kali melakukannya, orang-orang melihat kami dengan aneh. Bahkan, ada orang yang menyuruh kami duduk karena mereka terganggu dengan aksi kami," ungkap anggota Tolfan, Arni Gunnarsson.

Namun, usaha keras mereka akhirnya berbuah manis. Thunder clap menjadi populer dan menjadi ciri khas Islandia. Mereka pun membawa mantra itu ke Piala Dunia 2018.

Saya punya mimpi suatu hari nanti kita akan mendengar mantra 'IN-DO-NE-SIA' atau 'Garuda di Dadaku' saat Indonesia berhadapan dengan Argentina atau Jerman di ajang Piala Dunia. Mumpung mimpi belum dilarang, kenapa tidak?

(R-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya