Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Kaoos, Kroos, Haoos?

Briyan B Hendro
29/6/2018 13:13
Kaoos, Kroos, Haoos?
(AFP/ROMAN KRUCHININ)

MANUSIA purba biasa menggunakan ukiran berupa simbol atau tanda di dinding gua, baik untuk menyampaikan pesan maupun berkomunikasi. Zaman now, manusia modern memanfaatkan gabungan aksara, huruf, alfabet, abjad, karakter, font, type, atau pun istilah lainnya untuk membentuk kata, kalimat, yang lantas kita gunakan dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan.

Bicara soal membaca tulisan tentu akan bersinggungan dengan unsur rupa dan penataan aksara, alias tipografi. Bisa dikatakan, tipografi merupakan salah satu unsur komunikasi tertua dalam peradaban manusia.

Seiring dengan ditemukannya sistem tulisan pertama pada 3200 SM di era Mesopotamia hingga era modern seperti saat ini, dunia tipografi turut berkembang begitu pesat.

Tanpa kita sadari, kita pun selalu berhubungan dengan tipografi dalam kehidupan sehari-hari. Mulai membaca pesan di gawai ketika bangun tidur, membaca marka lalu lintas di jalan raya, hingga menikmati pertandingan Piala Dunia di layar kaca.

Pada gelaran pesta sepak bola terakbar kali ini, saya tergelitik dengan suguhan tipografi yang terpampang pada seragam jersey tim nasional Jerman.

Tidak hanya permainan mereka yang buruk, pemilihan jenis huruf untuk nama punggung pada jersey punggawa juara bertahan Jerman itu pun tak kalah jeleknya. Alih-alih menggunakan jenis huruf yang mudah terbaca, tim 'Panzer' memakai jenis huruf modifikasi yang tingkat keterbacaannya kurang baik.

Merujuk regulasi perlengkapan pertandingan FIFA pada Pasal 7 mengenai nama punggung pemain, jenis huruf yang digunakan untuk nama punggung pemain mesti visibel, stylish, dan mudah dibaca. Sayangnya, Adidas mengabaikan unsur ketiga dalam pemilihan jenis huruf untuk Die Mannschaft.

Gaya huruf yang dipakai Jerman pada nama punggung bergaya square, terinspirasi dari alfabet cyrilic. Bentuk huruf dan angka tanpa lekukan kurva, hanya bersudut 90 derajat. Masalahnya, ada kemiripan rupa antara bentuk huruf X, H, dan K. Lalu huruf R juga mirip dengan A, huruf O mirip dengan D, dan huruf Z yang serupa angka 2.

AFP/LUIS ACOSTA

Saya sempat membaca Kaoos ataupun Haoos ketika kamera menyorot salah satu pemain kunci Jerman, Kroos, dari belakang. Ozil juga sekilas sempat terbaca menjadi O2il. Bahkan, iseng-iseng saya dapat membuat sedikitnya 20 list nama yang mungkin dapat terbaca ketika melihat nama Draxler dari belakang, yakni oaxlea, darkler, daahler, oraxler, dan seterusnya.

Dua aspek dasar dalam pemilihan huruf, yakni legibility atau kemudahan mengenali dan membedakan tiap huruf, serta readability atau tingkat keterbacaan suatu huruf, seakan diabaikan sang desainer jersey Jerman. Sebagai perumpamaan, Anda dapat membaca tulisan ini dengan nyaman di harian ini berkat ketepatan tim desain Media Indonesia dalam memilih huruf untuk teks dan judul, yang pastinya memperhitungkan aspek dasar legibility dan readability.

DOK ADIDAS

Allan Halley, seorang tipografer, pernah berpesan, "Respect the text, respect the reader, respect the type," kalau pesan Anda benar-benar ingin tersampaikan dengan baik ke audiens.

Beruntung, Polandia tidak mengikuti 'kreativitas' Jerman dalam pemilihan huruf untuk nama punggung. Andai terjadi, saya khawatir keponakan saya berusia 5 tahun yang sedang gemar membaca apa pun akan menangis ketika melihat nama punggung sang kiper utama, Szczesny. (R-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya