Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
PROGRAM pembangunan instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) berbasis teknologi ramah lingkungan, di sejumlah lokasi termasuk Makassar, Sulawesi Selatan masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) baru untuk tahun 2025 ini. Sayangnya, proyek yang di Makassar dikenal dengan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) mendapat penolakan warga.
Puluhan warga Kelurahan Mula Baru, Kecamatan Tamalanrea yang menjadi lokasi pembangunan PSEL itu mendatangi Balai Kota Makassar, dan bertemu Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin, Selasa (19/8), menuturkan alasan-alasan penolakan terhadap pembangunan yang sudah dimenangkan PT Sarana Utama Synergy.
Jamaludin, perwakilan warga, mengungkapkan kekhawatiran utama terhadap dampak kesehatanakan pembangunan PSEL itu, karena lokasinya hanya berjarak 100 meter dari pemukiman dan berbatasan langsung dengan sekolah yang menampung 1.000 siswa. "Kalau ini beroperasi, tentu berdampak jangka panjang sampai 30 tahun ke depan," ungkapnya.
Mereka juga menyebutkan lima poin mengapa keberatan PSEL dibangun, di sana, yaitu karena lokasi dekat pemukiman 8.500 jiwa dan menimbulkan bau busuk dari 1.300 ton sampah per hari. Abu terbang penyebab ISPA, mengacu PLTSa Benowo yang menyebabkan kenaikan ISPA dua kali lipat, suara bising 50-60 desibel dari dua turbin melampaui baku mutu lingkungan, hasil pembakaran menghasilkan dioksin, furan, dan logam berat penyebab kanker, serta lindi berpotensi mencemari air tanah.
Menanggapi keluhan tersebut, Munafri menjelaskan pihaknya tengah berkonsultasi dengan kementerian terkait untuk memastikan dasar hukum pembangunan proyek tersebut. Regulasi sebelumnya berada di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang kini sudah ditiadakan.
"Saya sudah bolak-balik bertanya ke kementerian, apakah masih tunduk pada Perpres 35 atau tidak? Ini agar tidak ada masalah hukum maupun persoalan kesehatan lingkungan di kemudian hari," katanya.
Dan ternyata, pengelolaan PSEL kini akan ditangani Kementerian Koperasi Pangan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Termasuk mempertanyakan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang akan menyerap dana APBD dalam jumlah besar.
Dari total 1.000-1.300 ton sampah per hari di Makassar, lebih dari 50 persen merupakan sampah organik yang sulit dijadikan bahan bakar untuk menghasilkan listrik 20-25 MW. "Apakah kapasitas sampah itu cukup? Kalau tidak, apakah harus mengambil sampah dari daerah lain untuk mencukupkan. Ini yang harus dikaji serius," ujarnya.
Sebagai alternatif, Pemkot Makassar mendorong pengelolaan sampah berbasis wilayah dengan fokus pemisahan dan pengolahan sampah organik. Upaya ini diuji coba melalui penyediaan insinerator ramah lingkungan di tingkat kelurahan dan kecamatan.
"Kalau kita mampu kelola sampah organik, jumlah sampah yang tersisa tidak akan cukup lagi untuk PLTSA. Jadi, lebih baik kita kelola langsung di sumbernya," kata Munafri.
Ia pun dijadwalkan menghadiri rapat koordinasi di Jakarta 28 Agustus mendatang bersama kepala daerah lain membahas pembangunan PSEL secara nasional. Tiga hal yang akan dibahas, yaitu persoalan lingkungan, legalitas administrasi, dan pemilihan lokasi.
"Saya hadir bukan untuk marah kepada investor, tapi saya ingin investasi yang menyenangkan semua orang. Kalau investasi justru merugikan masyarakat, lebih baik tidak ada investasi sama sekali," tegasnya.
Munafri menegaskan Pemkot Makassar belum mengambil langkah apapun terkait proyek PSEL karena pembangunan masuk kategori Proyek Strategis Nasional (PSN) yang proses tender yang sudah dimenangkan perusahaan pengelola.
"Proyek ini sudah berjalan dalam kerangka PSN. Tapi saya ingin memastikan dulu semua kajian, aturan, dan dampaknya clear sebelum ada keputusan final," tutupnya.
Karena bagi Munafri, anggaran besar tersebut lebih baik digunakan untuk memperkuat pengelolaan sampah langsung di masyarakat
KASUS Leptospirosis di Kota Yogyakarta dilaporkan meningkat signifikan meski musim hujan telah berakhir. Diduga, peningkatan kasus tersebut berkaitan dengan persoalan sampah.
Pertalindo mendorong berbagai upaya agar persoalan sampah bisa diatasi seiring terwujudnya pembangunan berkelanjutan.
PRESIDEN Prabowo Subianto menargetkan penyelesaian 100 persen masalah sampah pada tahun 2029. Pemerintah harus lebih gencar melakukan aksi di lapangan.
IGC 2025 menjadi side event dari kegiatan Konvensi Sains dan Teknologi Indonesia yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (KSTI).
Targetnya di 2026 tidak ada lagi kabupaten/kota yang menggunakan sistem TPS terbuka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved