Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
DPRD Kota Malang, Jawa Timur, silang pendapat soal besarnya penerapan satu tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sesuai perda. Ketentuan baru ini dianggap membebani masyarakat.
"PBB dari 0,055% menjadi 0,2% Itu naik hampir 4 kali lipat. Paling aman, ya, perda direvisi," tegas Anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Arief Wahyudi, Jumat (15/8).
Arief menekankan Pemkot Malang segera merevisi perda daripada masyarakat yang minta revisi.
Menurut Arief, tarif PBB yang diberlakukan secara pukul rata dengan tarif sama untuk semua warga jelas berimbas memberatkan masyarakat.
Saat ini, publik di Kota Malang menyoroti PBB setelah pengesahan Perda Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dalam perda itu kini mengatur satu tarif 0,2% dari sebelumnya terbagi dalam empat kategori sesuai klasifikasi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Sebelum perubahan perda, tarif terendah PBB sebesar 0,055% untuk NJOP maksimal Rp1,5 miliar, dan tertinggi 0,167% untuk NJOP di atas Rp100 miliar.
Namun, Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita, menyatakan tidak ada kenaikan tarif PBB.
"Dipastikan tidak ada kenaikan. Meskipun satu tarif, besarannya kan beda," ujarnya.
Karena itu, Amithya segera membicarakan masalah ini bersama panitia khusus dewan sekaligus melibatkan Bapenda Kota Malang. Tujuannya agar semua pihak mendapatkan gambaran secara utuh terkait PBB.
"Perwal harus dikawal kendati ranahnya dinas teknis. Perlu dikawal sampai petunjuk teknis karena ini krusial. Termasuk berkoordinasi dengan wali kota agar kebijakan berpihak pada masyarakat," tutur Amithya.
Amithya mengingatkan kebijakan harus berpihak pada masyarakat.
"Menurut saya semua kebijakan perlu evaluasi, berkaca di Pati, kita sebagai pemerintah dalam membuat kebijakan perlu melihat banyak sisi mengutamakan masyarakat," pungkasnya. (BN/E-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved