Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Program Padi Apung di Sejumlah Daerah Kalsel Kurang Berhasil

Denny Susanto
22/7/2024 07:35
Program Padi Apung di Sejumlah Daerah Kalsel Kurang Berhasil
Program penanaman padi apung yang dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan(MI/Denny Susanto)

PROGRAM penanaman padi dengan sistem padi apung di lahan rawa dan pasang surut yang dikembangkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, di sejumlah kabupaten sejak dua tahun terakhir, kurang berhasil.

Faktor hama perusak tanaman seperti tikus, keong (kalambuai), burung, biaya tinggi, dan sulitnya pemeliharaan membuat program padi apung kurang berhasil. Di Desa Paharangan, Kecamatan Daha Utara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan para petani setempat tidak lagi menanam padi apung.

"Tanaman padi banyak diserang hama sehingga tingkat produksi rendah. Karena itu kami tidak lagi menanam padi apung dan kembali menanam padi dengan pola tradisional," tutur Jali salah seorang petani Desa Paharangan.

Baca juga : Banjir Meluas Rendam Puluhan Hektare Tanaman Padi di Hulu Sungai Utara

Di desa ini, Jali dan kelompok tani setempat menanam padi apung seluas enam borongan. Sedikitnya 400 buah stereofom yang ditaruh 8.000an pot ditanam padi jenis IR dan siam madu. Kini ratusan streoform sudah rusak, namun ribuan pot padi sebenarnya masih bisa digunakan untuk beberapa musim tanam.

Tidak hanya di Desa Paharangan, kondisi serupa juga terjadi di sejumlah wilayah seperti Desa Sungai Buluh, Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Di Jejangkit, Barito Kuala, padi apung sudah beberapa kali tanam, meski produksi padi kurang maksimal.

Padi apung adalah sistem tanam padi di lahan rawa atau lahan basah menggunakan media tanam dalam pot dan streoform. Padi apung dikembangkan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kalsel di sejumlah daerah sejak 2022 meliputi Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara, dan Barito Kuala.

Sistem padi apung disebutkan mampu menghasilkan 6,4 ton per hektare dan diharapkan dapat menjadi solusi bagi petani lahan rawa yang kerap mengalami banjir. Pada 2024 padi apung akan dikembangkan di wilayah Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Tapin, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, dan Tapin.

"Sistem padi apung ini hanya cocok untuk lahan rawa dalam dan lahan terbatas, karena memerlukan biaya besar. Sebaiknya pemerintah lebih fokus dalam pemanfaatan lahan rawa yang potensinya luas dan membantu alat pertanian juga sarana penunjang produksi seperti pupuk dan pembasmi hama," tutur Bakeri, anggota Serikat Petani Indonesia, Hulu Sungai Selatan. (Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya