Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
SEKRETARIS Forum Peduli Kemanusiaan Kabupaten Jayapura, Jhon Mauridz Suebu, mengatakan, salah satu sebab lambannya pembangunan di wilayah Papua ialah perilaku koruptif oknum-oknum pengelola anggaran pembangunan itu sendiri. Kondisi ini bertambah parah dengan lambannya sikap aparat penegak hukum dalam merespons keluhan masyarakat.
Alumnus Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta itu menyebutkan, sebagai aktivis kemanusiaan pihaknya sering melakukan aksi-aksi unjuk rasa ke kantor Gubernur Papua maupun kantor Bupati untuk menyuarakan keluhan masyarakat. Rata-rata keluhan masyarakat yang mereka suarakan berkaitan dengan pengelolaan anggaran pembangunan yang tidak transparan.
"Dalam berbagai aksi, kami selalu berangkat dari data. Data yang kami dapat menyebutkan 100, misalnya, tetapi hasil investigasi kami di lapangan, kenyataannya tidak sampai 50. Yang kami suarakan ialah hak rakyat. Harusnya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) merespons cepat, tetapi tidak. Padahal KPK kan bisa bikin link (jaringan) sampai ke kampung-kampung. Bisa bersinergi dengan Polri, kejaksaan, bila perlu TNI," ungkap Jhon yang juga Ketua Aliansi Sentani Bersatu Sejahtera ini dalam keterangan tertulis, Rabu (14/12).
Untuk mencegah perilaku koruptif terus berulang di tanah Papua, Jhon menawarkan program ke KPK, yakni pembentukan Kampung Antikorupsi di sejumlah distrik. Di kampung-kampung antikorupsi itu para pengelola dana kampung (dana desa) dididik dan dilatih tentang pengelolaan dana kampung secara benar. "Ambil beberapa pengurus kampung, termasuk dari Bamuskam (Badan Musyarawah Kampung) selaku pengawas, mereka dilatih dan dididik di tingkat kabupaten di bawah bimbingan KPK. Setelah itu mereka disebar kembali ke kampung masing-masing untuk mengelola dana pembangunan di kampungnya sesuai hasil pelatihan," saran Jhon.
Jhon juga meminta agar KPK, jika ingin lebih serius memberantas korupsi di Papua, agar tidak melibatkan orang-orang yang berafiliasi ke partai politik. "Partai politik yang mempermainkan segala sesuatu, sehingga pejabat-pejabat daerah di Papua tidak bisa berfungsi, tidak bisa bergerak, dikendalikan oleh partai poltik. Itu fakta di Papua. Awalnya saat kampanye itu masyarakat yang membesarkan (pejabat daerah), tetapi begitu sudah duduk, dia tahu yang besarkan dia itu partai politik. Masyarakat ditinggalkan, partai politik dilayani. Itu fakta," ungkap Jhon.
Menurut Jhon, Otonomi Khusus (Otsus) jilid satu yang banyak dinilai gagal karena para pejabat daerah Papua gagal menerjemahkannya. Akibatnya, lanjut Jhon, Otsus kehilangan rohnya. Masyarakat hanya melihat Otsus sebagai uang, bukan sebagai instrumen untuk menggapai peningkatan kesejahteraan. "Pejabat orang asli Papua sendiri yang gagal untuk menerjemahkan, menyalurkan otonomi khusus dengan benar. Bukan uangnya yang gagal, roh dari otonomi khusus itu yang gagal," tegas Sekretaris Forum Pemuda Tabi Bersatu ini.
Jhon menilai Gubernur Papua Lukas Enembe dalam perjalanan karier politiknya mulai dari menjadi bupati dua periode. Setelah itu, ia menjadi Gubernur Papua dua periode, seakan tumbuh besar bersama dengan kebijakan Otsus. Mestinya, Lukas Enembe bisa mengevaluasi sendiri kesalahan-kesalahan yang sudah dibuatnya, sehingga hasil Otsus tidak seperti yang diharapkan.
"Pak Lukas seorang figur yang hebat. Sudah dua periode jadi Bupati Puncak Jaya, sekarang jadi gubernur juga dua periode. Jadi bapak sudah tahu bahwa negara ini punya aturan-aturan, punya rel-rel, itu bapak sebenarnya sudah di luar otaknya itu, bapak harus menjadi panutan untuk menerapkan itu. Bapak harus berikan contoh itu. Sekarang kalau bapak mau hadapi persoalan ini (kasus korupsi), bapak harus gentleman. Kalau ada kesalahan tinggal mengaku salah, tidak ada bilang tidak ada, tetapi harus dibuktikan karena ini negara hukum," kata Jhon. (OL-14)
Termasuk di Papua, pendidikan merupakan salah satu modal membangun Papua apalagi pemerintah telah mengucurkan dana otonomi khusus (Otsus) untuk Bumi Cendrawasih
Badan mahasiswa global asal Papua, IAPSAO, mendesak pemerintah Provinsi untuk mencari jalan keluar, perihal status beasiswa bagi mahasiwa yang sedang aktif, baik di dalam dan di luar negeri.
ANGGOTA Komisi XIII DPR RI, Yan Mandenas mengatakan aspirasi soal pendidikan gratis menjadi masukan bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap alokasi dana Otsus.
"Masyarakat juga harus tahu bahwa dana Otsus sudah diberikan delapan puluh persen kepada daerah, dan mereka perlu bertanya apakah yang dilakukan Bupati/Wali Kota dengan dana - dana tersebut?"
MAJELIS Rakyat Papua (MRP) menjaring aspirasi masyarakat (asmara) terkait pelaksanaa Otonomi khusus (Otsus) di Papua dan Papua Barat yang akan berakhir tahun depan (2021)
Gobay mengatakan terdapat lima mahasiswa yang luka-luka akibat tindakan represif yang dilakukan oleh kepolisian.
OTONOMI Khusus Papua dan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah dalam memajukan dan mensejahterakan masyarakat Papua.
Sekretaris Dewan Adat Suku (DAS) Moy, Benhur Yaboisembut, S.Th, mengatakan Otsus harus tetap dilanjutkan, tetapi berlanjutnya Otsus harus benar-benar tepat sasaran kepada masyarakat Papua.
Anggota DPR Papua Boy Markus Dawir mengatakan, revisi UU Otsus itu sangat penting dan berdampak terhadap Orang Asli Papua (OAP) di Tanah Papua.
Ketua MRP (Majelis Rakyat Provinsi) Papua Barat Maxi Ahoren, menyatakan meski belum sepenuhnya sesuai dengan harapan, namun sebagian besar aspirasi mereka sudah masuk dalam revisi UU Otsus.
Masyarakat Papua khususnya yang tinggal di kabupaten Waimena mendukung kelanjutan Otonomi Khusus (Otsus) Jilid II.
Dalam rencana yang dibahas pemerintah dan DPR RI, akan ada tiga provinsi baru di Papua yaitu Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved