Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Food Estate Harus Dipadukan dengan Kawasan Pertanian yang Ada

Dwi Apriani
08/6/2022 09:25
Food Estate Harus Dipadukan dengan Kawasan Pertanian yang Ada
Gubernur Sumsel Herman Deru saat menyerahkan bantuan alat mesin pertanian (Alsintan) pra panen dan pasca panen untuk petani dan korporasi pe(MI/Dwi Apriani)

POTENSI krisis pangan di berbagai belahan penjuru dunia saat ini mulai dikuatirkan. Bukan hanya karena pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir, namun juga karena adanya perang Ukraina dan Rusia yang juga masih memanas.

Mengantisipasi persoalan pangan, pemerintahan Presiden Jokowi membangun Food Estate atau lumbung pangan nasional, terutama di luar Jawa. Strategi food estate atau program lumbung pangan nasional merupakan sebuah konsep pengembangan pangan yang terintegrasi dengan pertanian, perkebunan dan peternakan di suatu kawasan.

Namun merealisasikan food estate tidaklah semudah membalikkan tangan. Terdapat hambatan teknis, baik dari segi pengolahan tanah sampai manajemen pengolahannya paska panennya.

Syamsul Asinar Radjam, Pembina Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) mengatakan, food estate masih diletakkan diatas lahan kosong yang jauh dari komunitas petani, sehingga butuh proses yang banyak memakan waktu, biaya dan kerumitan dari hal teknis.

"Sebagai jawabannya, food estate mesti dipadukan dengan kawasan pertanian pangan yang telah ada, bermitra dengan petani, dan menerapkan intensifikasi pertanian," ucap Syamsul, kemarin

Karena, lanjut Syamsul, proses produksi komoditas pangan sudah menjadi bagian sehari-hari bagi petani secara mandiri, oleh karena itu, intervensi program food estate dalam bentuk permodalan, teknologi, peningkatan kapasitas  akan lebih menjamin realisasi gagasan food estate.

"Dengan pemilihan lokasi yang tepat sesuai daya dukung alam dan modal sosial di masyarakat petani, dalam dua musim tanam akan terlihat keberhasilan," ungkapnya.

Tak hanya itu, kata Syamsul, komoditas pangan yang dikembangkan di food estate tidak bisa dipatok seragam dan harus menyesuaikan dengan kesesuaian lahan, kesesuaian budaya serta pengalaman petani mitra.

"Tidak mesti terjebak pada produk pangan nabati, bisa juga hewani (perikanan dan ternak lain), bahkan produksi pakan untuk mendukung produksi bahan pangan," katanya.

Selain itu, lanjut Syamsul, hal yang tak kalah penting kedepannya adalah penyimpanan pasar kedepannya, gagasan food estate mesti dibarengi dengan penyiapan pasar.

"Akan lebih baik juga dibangun kelembagaan pemasaran yang melibatkan organisasi petani dan Badan Usaha Milik Desa (BumDes)," tambahnya.

Sebagai salah satu faktor pendukung keberhasilan food estate, yakni Alat mesin pertanian (Alsintan). Syamsul mengatakan, meski buka hal yang utama, alsintan harus yang bersifat tepat guna agar lebih digunakan maksimal dan bermanfaat.

"Jangan terjebak pada proyek pengadaan alsintan, teknologi pertanian yang bersifat tepat guna, berbasis pengalaman empirik petani dan mendukung tumbuhnya industrialisasi di tingkat desa, sebaiknya menjadi pertimbangan utama, terutama untuk mengatasi persoalan lahan gambut, sulfat masam dan yang lainnya," katanya.

Meski begitu, Syamsul mengatakan, gagasan food estate tidak boleh dimaknai sebagai pembukaan lahan baru atau alih fungsi lahan produktif atau lebih-lebih sampai alihfungsi hutan. "Karena jika membuka lahan baru akan sarat dengan resiko konflik agraria, persoalan lingkungan hidup dan pemborosan biaya lainnya," pungkasnya. (OL-13)

Baca Juga: Kadistan Belu Klarifikasi: Food Estate Belu Tidak Gagal, Ini Faktanya



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya