Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
RATUSAN nelayan tradisional di kawasan pesisir Provinsi Aceh berhetinti melaut. Pasalnya sejak sepekan terakhir di perairan laut setempat sedang dilanda cuaca buruk seperti angin kencang dan gelombang tinggi.
Para nelayan yang harus berhenti melaut itu adalah pencari ikan di perairan laut Selatan Malaka. Mereka tersebar di Kabupaten Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Lhok Seumawe, Aceh Utara dan Kabupaten Aceh Timur.
Abdullah, nelayan tradisional di pesisir kampung Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie, kepada Media Indonesia, Kamis (2/6) mengatakan sudah tiga hari tidak turun ke laut. Mereka menghindari cuaca buruk yang terkadang datang dengan tiba-tiba.
"Selain angin kencang juga terjadi gelombang tinggi mencapai 2,5 meter. Jangankan melabuh jaring, mengarungi badai saja sangat berisiko terguling ombak," tutur Abdullah.
Karena itu ratusan kapal kayu berukuran sedang dan perahu kecil, terpakir di berbagai dermaga pelabuhan ikan. Untuk mengisi hari-hari selama cuaca ekstrim itu, para nelayan melakukan perbaikan alat tangkap atau pembersihan kapal.
Mantan Sekretaris Panglima Laot Aceh yang juga Dosen Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, M Adli Abdullah mengharapkan nelayan bersabar tidak berlayar ke laut. Kondisi cuaca yang sedang tidak bersahabat itu sering menghanyutkan nelayan Aceh ke perairan India, Thailand dan Myanmar.
Pihak terkait hendaknya selalu mengabarkan perkembangan cuaca di perairan Selat Malaka dan Samudera Hindia. Dimana dia perairan laut yang mengelilingi Pulau Sumatera tersebut merupakan sumber kehidupan masyarakat Aceh.
Bahkan sekitar 60 ribu nelayan Aceh menggantung harapan untuk mencari nafkah dari hasil laut Selatan Malaka dan Samudera Hindia. Bila cuaca buruk melanda perairan tersebut, sangat berpengaruh terhadap roda perekonomian warga di Serambi Mekkah tersebut.
"Bagi mereka yang berprofesi nelayan, tidak mudah bertahan disaat cuaca buruk menyelimuti peraran laut Aceh. Kondisi seperti ini antara kesulitan nafkah keluarga dan risiko gelombang badai. Karena itu, nelayan selalu membutuhkan informasi cuaca setiap waktu" tambah Adli Abdullah yang juga Staf Khusus Kementeri ATR/BPN tersebut. (OL-13)
Baca Juga: Gus Halim dan Dubes Tiongkok Sharing Pengalaman dan Tingkatkan Kerja Sama
Atas tujuan apa sebenarnya Mendagri memutuskan Sumut menjadi pemilik baru empat pulau itu? Adakah agenda tersembunyi baik ekonomi atau politik?
peninggalan kerajaan samudra pasai dalam berbagai bentuk benda, tempat bersejarah hingga kebudayaan yang hingga kini masih dilestarikan
rumah adat Aceh yang sangat beragam karena berasal dari suku-suku di Aceh sehingga memiliki ciri dan filosofi tersendiri
pakaian adat Aceh dengan berbagai motif unik dan desain menawan yang mengandung filosofi tersendiri sebagai bentuk kekayaan budaya Indonesia
tarian Aceh dengan keunikan dan filosofinya, beberapa digunakan sebagai media dakwah Islam dengan syair Islami sebagai pengiring
Para desainer asal Aceh merasa bangga memamerkan karya mereka di Muslim Fashion Fest (Muffest) 2024
Kegiatan mencari ikan dilaut tetap dilakukan meski kondisi cuaca saat ini sangat tidak bersahabat dan mengancam jiwa.
Di tengah laut cuaca bisa cepat berubah atau yang awalnya cerah tiba-tiba turun hujan deras disertai angin kencang dan petir, sehingga membahayakan keselamatan nelayan.
Para petani ikan mengalami kerugian ratusan juta rupiah. Kejadian itu diduga akibat cuaca buruk yang terjadi dalam tiga hari terakhir
Selama 2024 produksi ikan menghasilkan pendapatan sebesar Rp24,8 miliar, turun dari 2023 sebesar Rp25,1 miliar.
Peristiwa kecelakaan laut terjadi pada Jumat (16/5) sekitar 15.00 WIB. Lokasinya berada di kawasan pesisir Pantai Cikakap, Desa Tanjungsari, Kecamatan Agrabinta.
El Real langsung melakukan perjalanan ke Malaga, tanpa kembali ke Madrid, untuk mempersiapkan diri untuk laga semifinal Piala Super Spanyol melawan Athletic Bilbao.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved