PEREKONOMIAN Daerah Istimewa Yogyakarta pada triwulan III tahun 2021 ini, diproyeksikan akan tumbuh melambat pada kisaran 1,5 hingga 3 persen (yoy).
Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Yogyakarta, Miyono, terdapat potensi peningkatan risiko yang dapat menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan DIY.
Melalui rilis tertulis yang diterima Media Indonesia di Yogyakarta, Senin (9/8) malam, Miyono mengungkapkan ada beberapa risiko utama yang mengancam recovery ekonomi yang antara lain terkait dengan perkembangan covid-19.
"Penyebaran Covid-19 utamanya dari varian delta belum mereda, padahal pembatasan aktivitas melalui PPKM memiliki dampak negatif pada penurunan
produktivitas. Dengan demikian pemerintah harus terus mengevaluasi dan menyesuaikan kebijakan ini, agar mampu menurunkan penyebaran virus,
dengan dampak negatif terhadap perekonomian yang relatif minim," kata Miyono.
Disebutkan pula Paparan Covid 19 di DIY tergolong tinggi. Data per 7 Agustus 2021 menunjukkan jumlah kasus aktif di DIY mencapai kisaran 37 ribu orang yang menempatkan DIY menjadi provinsi dengan kasus aktif tertinggi keempat di Indonesia, sehingga banyak tenaga kerja yang mengalami sakit. Tingkat kematian juga relatif tinggi karena telah menyentuh 0,1% dari jumlah penduduk di DIY.
Dikatakan pula, penerapan PPKM Darurat dan PPKM Level 4 yang kemudian diperpanjang memberikan dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap beberapa sektor ekonomi seperti sektor industri pengolahan dan perdagangan sehingga menurunkan produktivitas yang cukup dalam.
Hal lain, menurut Miyono terjadinya kelangkaan kontainer sehingga akan mendorong tingginya shipping cost, yang berpotensi dapat menghambat pemenuhan bahan baku impor untuk industri maupun menghambat pengiriman barang ekspor.
Namun di sisi lain, jelas Miyono, secara regional, ekonomi DIY pulih lebih cepat dibanding Nasional. Ia mengemukakan, pada Triwulan II 2021, ekonomi DIY tumbuh 11,8% (yoy) , tertinggi di Jawa.
"Realisasi pertumbuhan ini lebih tinggi dari perkiraan semula, bahkan jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan Triwulan I 2021 yakni 5,8% year on year atau yoy dan secara akumulasi, pada semester I 2021 ekonomi DIY telah tumbuh 8,7% ctc mencapai Rp53,5 Triliun, tumbuh lebih tinggi dibanding sebelum pandemi sebesar Rp50,91 Triliun atau pada Semester I 2019," urainya.
Walaupun ekonomi tumbuh tinggi, ujarnya, masih terdapat tantangan dalam hal perbaikan kesejahteraan. Hingga data Maret 2021, imbuhnya, penduduk miskin di DIY masih tinggi mencapai 506 ribu penduduk, atau 12,8%. Jadi masih perlu upaya keras untuk mengurangi setidaknya 58 ribu warga miskin, agar dapat mencapai level yang sama seperti sebelum pandemi.
"Selain itu, pandemi Covid-19 telah melebarkan gap kesenjangan di DIY, tercermin dari gini ratio yang naik menjadi 0,441. Masyarakat pengeluaran rendah di DIY sangat tertekan dengan adanya pandemi ini," ungkapnya.
Untuk mendorong aktivitas ekonomi ke depan, Miyono menjelaskan perlu ada beberapa langkah antara lain percepatan program vaksinasi. "Kami meyakini vaksinasi merupakan game changer untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Kami mengapresiasi stakeholder terkait sehingga progres vaksinasi di DIY menjadi salah satu yang tercepat di Indonesia," ujarnya.
Ia juga menyarankan agar PPKM perlu dikawal secara ketat dan terus dievaluasi secara bertahap. “Kami mengapresiasi langkah Pemda yang menindak tegas terhadap pelanggar aturan PPKM, karena dapat mendisiplinkan masyarakat untuk bersama-sama memutus mata rantai Covid-19," katanya.
Hal lain yang penting, menurut Miyono adalah penguatan semangat gotong royong dan empati dalam mengatasi pandemi. Aksi belanja di tetangga terdekat merupakan langkah yang konkret untuk menghidupkan sektor UMKM.
"Aksi tolong menolong warga yang sedang isolasi mandiri perlu terus diapresiasi, untuk menjaga aspek ketahanan ekonomi dan memutus rantai
Covid-19," katanya. (OL-13)
Baca Juga: Ganjar Bersyukur Ekonomi Jateng Bisa Tumbuh 5,66%