Pemkab Sikka tidak Mampu Beli Telur untuk 3.995 Anak Stunting

Gabriel Langga
19/12/2020 10:20
Pemkab Sikka tidak Mampu Beli Telur untuk 3.995 Anak Stunting
Pemkab Sikka tidak Mampu Beli Telur untuk 3.995 Anak Stunting(MI/Gabriel Langga)

PEMERINTAH Kabupaten (Pemkab) Sikka, Nusa Tenggara Timur tidak mampu membeli satu buah telur sebagai makanan tambahan bagi 3.995 anak per hari yang menderita stunting. Hal itu membuat anggota DPRD Sikka, Mayastati merasa kecewa dengan sikap pemerintah karena tidak mengalokasikan anggaran untuk penanganan stunting di tahun 2021.

Kepada mediaindonesia.com, Jumat (18/12) Mayastati yang peduli dengan  perempuan dan anak mengaku merasa kecewa sekali. Dikarenakan ada 4.010 anak di Sikka alami stunting. Di DPA Dinkes itu ada alokasi anggaran Rp2,1 miliar termasuk untuk pemberian nutrisi tambahan makanan seperti telur ayam. Anehnya, saat di Bappeda malah anggaran tersebut dicoret dan malah dianggarkan hanya Rp100 juta untuk 15 anak stunting.

"Saya kecewa sekali. Hanya Rp100 juta yang dianggarkan oleh Pemkab Sikka untuk pembelian telur ayam sebagai makanan tambahan 15 anak menderita stunting. Bayangkan anggaran Rp100 juta hanya diperuntukkan kepada 15 anak selama enam bulan. Sementara ada 3.995 anak yang menderita stunting itu tidak dianggarkan di 2021 dan mereka ini mau dikemanakan. Saya kecewa sekali," ungkap politisi perempuan itu.

Politisi Golkar itu bahkan berharap dengan kondisi keuangan kita yang defisitnya besar, kita dapat reward dari pemerintah pusat melalui DID yang diperuntukkan untuk pendidikan, kesehatan dan pemulihan ekonomi. Namun juga tidak dianggarkan ke penanganan stunting.

"Sebanyak 3.995 anak yang menderita stunting ini tidak butuh lampu gemerlap, mereka tidak infrastruktur jalan yang mewah. Anak-anak ini hanya butuh satu buah telur selama enam bulan. Saya kecewa sekali. Bagaimana nasib mereka," ujar Mayastati ini.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Petrus Herlemus saat dikonfirmasi mediaindonesia.com menjelaskan, ada 4.010 anak yang menderita stunting di Kabupaten Sikka. Yang mana, anak yang menderita stunting paling banyak berada di Kecamatan Tanawawo.

Ditegaskan dia, untuk mempercepat Kabupaten Sikka keluar dari stunting maka setiap kecamatan harus memiliki rumah pemulihan stunting. Karena kita tidak bisa membiarkan bahwa masalah stunting adalah perhatian dari keluarga. Tetapi harus diingat masalah stunting adalah program Nawacita Presiden Jokowi. Jadi tidak ada alasan, setiap daerah tidak menganggarkan stunting dalam APBD.

Sehingga kata dia, dari 4.010 anak yang menderita stunting, pihaknya telah mengusulkan anggaran untuk pembelian telur sebesar Rp2,1 miliar selama enam bulan. Karena penanganan stunting di Sikka tidak bisa terputus-terputus.

"Untuk membantu anak stunting itu hanya bisa di usia dua tahun ke bawah dengan nutrisi pemenuhan protein. Setelah berusia di atas dua tahun, otak anak tidak bisa diperbaiki. Sehingga intervensi dominan kita adalah nutrisi yang condong ke pemenuhan protein seperti ikan, daging ayam, dan telur," papar dia.

Sehingga, ungkap Petrus Herlemus, bahwa Dinkes Sikka telah mengajukan anggaran ke Bappeda untuk mengatasi stunting di Sikka sebesar Rp2,1 miliar. Tetapi dalam sinkronisasi anggaran, Dinkes Sikka hanya diberikan Rp100 juta melalui APBD Kabupaten tahun anggaran 2021 untuk penanganan stunting anak.

"Dana Rp100 juta itu diperuntukkan hanya 15 anak stunting yang bisa  ditolong. Kalau 15 anak yang bisa ditolong, bagaimana dengan 3.995 anak stunting lainnya. Saya selalu katakan, anak stunting hanya meminta negara memberi hanya bantu satu butir telur selama enam bulan. Negara wajib hadir di tengah mereka," ungkap dia.

Ia menegaskan, rata-rata anak yang alami stunting berasal dari keluarga tidak mampu, maka negara harus hadir di sana. "3.995 anak stunting ini adalah anak-anak Kabupaten Sikka yang punya hak yang sama dengan harapan masa depan yang sama harus dibantu. Maka negara harus hadir membantu mereka. Kalau tidak kita rasa berdosa. Mereka mengharapkan sentuhan pemerintah. Saya juga heran mengapa dana Rp2,1 miliar untuk penanganan stunting itu dicoret di Bappeda. Malah dianggarkan hanya Rp100 juta di APBD 2021. Itupun hanya membiayai 15 anak stunting," papar Petrus Herlemus itu.

Selain itu, ia menyampaikan dari dana anggaran DAK hanya diluncurkan Rp750 juta. Namun dana itu tidak menyentuh pada anak-anak dikarenakan dana tersebut milik pusat yang digunakan untuk aksi konvergensi seperti rapat-rapat di provinsi kemudian komitmen pemerintah dengan desa dan kecamatan se-Kabupaten Sikka.

"Saya harap nanti ada perubahan APBD 2021 kita akan usulkan lagi untuk penanganan stunting terhadap 3.995 anak yang belum dibantu. Mereka juga butuh tambahan nutrisi protein seperti telur. Mereka juga punya masa depan yang sama," pungkas dia. (GL/OL-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya