Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Pengungsi di Glagaharjo tidak Mendapat Makan Secara Prasmanan

Agus Utantoro
12/11/2020 09:10
 Pengungsi di Glagaharjo tidak Mendapat Makan Secara Prasmanan
Relawan menyiapkan nasi bungkus untuk pengungsi Gunung Merapi di Glagaharjo, Kabupaten Sleman, DIY, Kamis (12/11/2020).(MI/Agus Utantoro)

PENGELOLA Barak Pengungsian Glagaharjo, Kapanewon Cangkringan, mengubah model pemberian makan kepada para pengungsi. Jika saat pengungsian tahun-tahun sebelumnya pengungsi mendapat makan dengan cara prasmanan, maka yang sekarang ini dengan model nasi bungkus. Perubahan ini dibenarkan oleh Panewu Cangkringan, Suparmono. 

"Memang tidak lagi prasmanan, tetapi nasi bungkus," kata Suparmono, Kamis (12/11).

Menurut dia, perubahan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan penularan berbagai penyakit termasuk pencegahan covid-19. Suparmono menjelaskan, penyajian dengan cara prasmanan, barang-barang  kelengkapan makan akan banyak mendapatkan sentuhan terutama sendok, garpu dan piring serta alat untuk mengambil nasi dan mengambil sayuran. 

"Artinya untuk masa sekarang, sendok, piring, peralatan mengambil nasi dan sayuran menjadi titik rentan penyebaran virus," katanya.

Karena itu, lanjutnya, melengkapi upaya pencegahan covid-19, pengelola mengambil langkah menggunakan penyajian yang dibungkus, dan sendok yang sekali pakai. Bahkan, jelasnya, tempat minum pun juga menggunakna wadah yang sekali pakai. Supramono menambahkan pengelolaan barak pengungsian yang sekarang pun juga sudah menerapkan protokol kesehatan, di antaranya  dengan menempatkan pengungsi di bilik. 

"Barak yang semula aula besar, kita ubah settingnya menjadi bilik bersekat. Masing-masing berukuran 1,5 X 2 meter," kata  Suparmono. 

Penggunaan model ini, lanjutnya juga untuk  mengurangi pertemuan atau social distancing antar pengungsi. Di tiap barak pengungsian, lanjutnya, juga dilengkapi dengan peralatan cuci tangan dalam jumlah yang cukup banyak di titik-titik strategis. Konsekuensi lainnya, ujarnya, kapasitas barak juga diturunkan dalam jumlah yang cukup besar dari 300-an orang menjadi hanya sekitar 130-an per barak. 

Pengungsi di Barak Glagaharjo, ujarnya yang jumlahnya mencapai hampir 200 orang, selain di tempatkan di barak juga di ruang SD Muhammadiyah Cepitsari yang bersebelahan dengan Barak Glagaharjo. Secara terpisah, Ketua Bidang Penanggulangan Bencana PMI Pusat, Letjen (Purn) Sumarsono mengatakan, penanganan bencana kali ini berbeda, karena harus memperhatikan protocol kesehatan. 
 
"Agar tidak terjadi penularan covid-19 di tengah bencana," kata Sumarsono.

baca juga: Warga Lereng Merapi Sleman Diimbau Tidak Terbujuk Spekulan Ternak

Di sela-sela peninjauan kesiapan PMI menghadapi bencana Gunung Merapi, Sumarsono mengemukakan pengananan di Merapi ini akan menjadi model bagi penanganan kebencanaan selanjutnya. Ia mengakui, penanganan dengan penerapan protocol kesehatan ini berbeda dengan yang sebelumnya dan baru ada saat sekarang. Sumarsono menjelaskan, penerapan ini sudah dilakukan sejak awal termasuk saat  evakuasi warga.

"Kalau dahulu satu truk bisa untuk memuat banyak orang yang akan dievakuasi, sekarang tidak bisa, kapasitas angkut harus diturunkan sehingga satu truk hanya berisi beberapa orang saja," ujarnya.

Demikian pula, jelasnya, untuk penanganan di barak, juga berbeda, barak disekat-sekat, pemberian makanan tidak lagi prasmanan dan sebagainya. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik