Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Uji Klinis Vaksin, Unpad Terapkan Cepat, Tepat, dan Kehati-hatian

Bayu Anggoro
19/8/2020 05:00
Uji Klinis Vaksin, Unpad Terapkan Cepat, Tepat, dan Kehati-hatian
Seorang relawan menunjukkan nomor antrean uji klinis vaksin covid-19 di Puskesmas Dago, Bandung, Selasa (11/8/2020).(Antara)

UNIVERSITAS Padjajaran Bandung dipilih menjadi penguji klinis fase III vaksin virus korona (covid-19). Perguruan tinggi negeri ini memiliki sejarah yang cukup panjang dalam riset dan uji coba vaksin terutama yang diproduksi perusahaan anak bangsa seperti PT Bio Farma.

Menurut Ketua tim uji coba fase III vaksin virus korona Fakultas Kedokteran Unpad, Kusnandi Rusmil, Unpad selalu dipercaya dalam uji klinis berbagai vaksin lokal terutama buatan PT Bio Farma sejak puluhan tahun.

Ketua tim uji coba fase III vaksin virus korona Fakultas Kedokteran Unpad, Kusnandi Rusmil. (MI/Bayu Anggoro)

Selain karena sudah memiliki tim medis yang disiapkan ketika uji klinis vaksin, menurut dia Unpad pun tidakkesulitan untuk mencari calon subjek/relawan yang akan menjalani uji coba tersebut.

Terlebih, dengan kebutuhan subjek yang tidak terlalu banyak, pihaknya akan mudah menemukan relawan karena berasal dari lingkungan sekitar. Biasanya mereka merupakan tenaga pengajar, staf pegawai, dan mahasiswa Unpad.

Selain itu, terdapat juga komunitas masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap dengan perkembangan medis. "Dalam setiap uji klinis vaksin, kami sudah punya wilayah-wilayah dalam pengambilan sampel," katanya.

Pada uji klinis vaksin virus korona ini, FK Unpad memerlukan calon subjek yang cukup banyak yakni 1.620 orang. Kondisi ini mengharuskan pihaknya untuk membuka pendaftaran bagi masyarakat umum.

"Biasanya kita uji coba ke 20 orang, 30 orang. Sekarang 1.620," katanya.

Meski begitu, kata dia, dari sisi waktu uji klinis vaksin virus korona akan lebih cepat dibanding vaksi-vaksin lainnya.

Kondisi ini tidak terlepas dari mendesaknya kebutuhan warga dunia khususnya Indonesia akan adanya vaksin virus korona. "Sekarang kan sedang pandemi, jadi kita berkejaran waktu dengan virusnya, jangan sampai semakin banyak orang yang terkena," katanya.

Biasanya, tambah dia, uji klinis vaksin dalam kondisi normal memerlukan waktu 3-4 tahun. "Sekarang kita harus secepat mungkin dengan tetap mengedepankan kehati-hatian dan ketepatan," katanya.

Selain dianggap memiliki sumber daya manusia dan laboratorium yang baik, menurut dia dipilihnya FK Unpad pun dikarenakan lokasinya berdekatan dengan BUMN tersebut. "Mungkin salah satu pertimbangannya juga karena Unpad lokasinyadengan dengan Bio Farma," kata Kusnandi.

Dia menceritakan sejumlah pengalamannya saat menguji coba vaksin lokal seperti polio dan hepatitis. Bahkan, menurutnya seluruh vaksin yang dibuat anak bangsa diuji coba oleh Unpad, tanpa kecuali.

"Saya rasa semua vaksin buatan kita (Indonesia) ini diuji cobanya oleh Unpad," ucapnya.

Kusnandi yang merupakan dokter spesialis anak itu mengaku sudah melakukan uji coba vaksin selama hampir 30 tahun.

Atas dasar itulah, kata Kusnandi, FK Unpad dipercaya menjadi penguji klinis vaksin virus korona yang nantinya akan diproduksi secara massal oleh PT Bio Farma.

Libatkan puluhan dokter

Lebih lanjut, Kusnandi optimistis uji coba ini akan berjalan lancar dan aman. Selain karena sudah memberikan hasil positif pada uji coba fase I dan II di Tiongkok, menurut dia pihaknya pun akan mengerahkan puluhan dokter untuk memastikan keamanan pada relawan yang akan mengikuti tes tersebut.

"Kami sudah menyiapkan 40 dokter umum, dan semua dokter spesialis," katanya.

Menurut dia, nantinya para dokter itu akan mendeteksi efek apa saja yang akan terjadi pada diri subjek.

Sebagai contoh, menurutnya relawan akan dicek oleh dokter spesialis anak untuk mengetahui apakah ada efek vaksin terhadap anak yang menjadi relawan. "Ada juga dokter penyakit dalam dan keahlian lainnya sesuai kebutuhan ini," ujarnya.

Sehingga, tambah dia, usai mengikuti uji klinis vaksin tersebut, para relawan ini akan dipantau secara maksimal oleh tim dokter. "Semua (relawan) akan kami pantau, apakah terindikasi covid atau tidak. Sehingga kita punya data tentang keamanan, kekebalan di atas nilai proteksi, dan apakah vaksin ini memberi perlindungan yang nyata terhadap covid-19," ucapnya.

Dia mengaku optimismenya ini semakin kuat karena uji klinis ini hanya akan diikuti oleh relawan yang kesehatannya baik. "Subjeknya enggak sembarangan harus yang sehat," katanya.

Tak hanya itu,  dia juga memastikan setiap subjek penelitian akan diberi asuransi. Ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya hal-hal yang tidak diinginkan.

"Kalau ada apa-apa, akan dicover asuransi," ucapnya.

Kusnando pun menambahkan, vaksin asal Tiongkok ini telah menjalani berkali-kali uji keamanan.

Dengan begitu, dia optimistis uji klinis ini tidak akan memberi dampak negatif. Terlebih, kata dia, vaksin tersebut mengandung virus korona yang sudah dimatikan sehingga tidak akan bisa menyebabkan kasus positif baru.

"Bahan yang dipakai ini virus covid-19 yang dimatikan. Jadi tak akan menyebabkan penyakit covid-19, hanya menimbulkan zat aktif untuk mencegah," katanya.

Pendaftar tidak layak

Hingga Jumat (14/8) pagi, sudah terdapat lebih dari 1.500 calon subjek yang mendaftar. Dari jumlah tersebut, menurutnya memang tidak semua diterima menjadi relawan.

"Ada sebagian yang dianggap tidak layak karena kesehatannya," kata dia.

Sebagai contoh, menurutnya pada Jumat (14/8) ini terdapat 25 pendaftar di Puskesmas Ciumbuleuit. "Setelah dicek kesehatannya, hanya 20 yang bisa jadi subjek. Yang lainnya punya penyakit yang kami anggap tidak bisa untuk ikut uji vaksin," katanya.

Dalam uji klinis ini, lanjut Kusnandi, pihaknya menyiapkan enam tempat berbeda yakni empat puskesmas di Bandung (Garuda, Ciumbuleuit, Dago, Puter) serta balai kesehatan dan rumah sakit pendidikan Unpad. Meski belum terpenuhi (total 1.620 subjek yang diperlukan), pihaknya langsung memulai penelitian ini sambil menunggu calon subjek berikutnya.

"Kita running saja dulu, enggak usah nunggu semuanya ada," kata Kusnandi.

Setiap tempat yang dipilih itu akan menguji vaksin terhadap 20 subjek dalam setiap harinya.

Tahapan

Pada tahap pertama, menurutnya calon subjek akan dicek kesehatan fisiknya. Jika dinyatakan sehat dan sesuai kriteria, calon relawan ini akan diberi penjelasan terkait uji vaksin ini.

Mereka diberi kesempatan untuk bertanya hal apapun seputar penelitian tersebut. "Setelah dicek kesehatan, lalu rapid test juga. Dan di hari yang sama akan diberi penjelasan," kata dia.

Setelah itu, masih di hari yang sama, calon subjek yang setuju dengan aturan dan segala hal terkait uji klinis akan menandatangani pernyataan sebagai bukti kesiapan menjadi relawan. "Baru tiga hari kemudian akan divaksin (antara vaksin atau placebo)," ujarnya.

Selang dua pekan kemudian, seluruh subjek yang sudah menjalani vaksin pertama akan kembali diberi vaksin. "Setelah enam bulan, kami akan kembali memeriksa subjek," katanya.

Pemeriksaan dilakukan dengan mengecek darah untuk mengetahui apakah vaksin tersebut berhasil membentuk antibodi di tubuh subjek. Kusnandi menjelaskan, selama mengikuti penelitian sekitar tujuh bulan itu, seluruh subjek akan dipantau oleh sekitar 50 dokter yang 20 di antaranya merupakan spesialis.

Mereka pun akan dijamin kesehatannya mulai dari pemberian asuransi hingga penyediaan layanan rumah sakit. Jika ada subjek yang merasakan gejala, tim dokter akan langsung menangani untuk mengetahui apakah berasal dari proses vaksin atau bukan.

Lebih lanjut, dia meminta subjek untuk tetap menjaga protokol kesehatan selama mengikuti proses uji klinis ini. Meski dia optimistis uji cobanya ini akan berhasil, para relawan ini jangan sampai lengah karena merasa sudah diberi vaksin.

"Harus tetap pakai masker. Tunggu sampai herd immunity, sekitar 3-4 tahun lagi. Kalau semuanya (masyarakat) sudah benar-benar kebal, baru enggak pakai masker," katanya.

Virus mati

Dokter anggota tim uji klinis fase III virus korona Unpad, Sunaryati Sudigdoadi, menyebut subjek yang menjalani uji klinis tidak akan dipaparkan dengan virus aktif sehingga tidak terlalu berisiko. Meski begitu, pihaknya bisa mengetahui apakah mereka memiliki kekebalan atau tidak terhadap virus tersebut.

Sebab, tambah dia, vaksin yang disuntikkan berasal dari virus korona yang sudah dimatikan. "Nanti ada tes netralisasi, yang hanya bisa dilakukan di laab dengan kriteria BSL III, di Litbangkes," ujarnya.

Dia menambahkan, saat menunggu enam bulan setelah dua kali disuntikkan vaksin, subjek pun akan kembali menjalani beberapa pemeriksaan. "Nanti di tengah-tengah akan dicek lagi. Kadar antibodinya memang sudah cukup tinggi atau belum," katanya. (BY)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian
Berita Lainnya