Kalsel Dongkrak Ekonomi Lewat Sumber Daya Hutan Non Kayu

Denny Susanto
06/8/2020 06:28
Kalsel Dongkrak Ekonomi Lewat Sumber Daya Hutan Non Kayu
Kerajinan dari rotan terus dikembangkan untuk mendongkrak perekonomian di Kalimantan Selatan.(MI/Denny Susanto)

DALAM dua dekade terakhir Kalimantan Selatan tercatat sebagai provinsi penghasil batubara terbesar di Indonesia bersama Kalimantan Timur. Hal ini menjadikan ekonomi daerah sangat bergantung dengan sumber daya alam tambang tersebut. Krisis dan tidak stabilnya perekonomian dunia ikut memengaruhi perekonomian Kalsel.

Berdasarkan hasil kajian ekonomi Bank Indonesia menyebutkan perekonomian Kalsel sangat tergantung dengan sektor pertambangan serta industri kelapa sawit (CPO). Dadi Esa Cipta, seorang ekonom dan ahli di Ahli Tim Pengembangan Ekonomi Bank Indonesia Banjarmasin beberapa waktu lalu menyampaikan data bahwa sejak 2017 pertumbuhan ekonomi Kalsel terus merosot. Tercatat pada 2017 pertumbuhan ekonomi Kalsel sebesar 5,28 persen, turun menjadi 5,13 persen pada 2018 dan 4,4 persen pada 2019. Penyebabnya adalah masih lesuhnya bisnis sektor pertambangan dan CPO. Bahkan tingkat inflasi di Kalsel juga tercatat tertinggi di Kalimantan.

Melihat kondisi ini Pemprov Kalsel berupaya melepas ketergantungan dari sumber daya alam sektor pertambangan yang tak ramah lingkungan dan tak bisa diperbaharui ini melalui pengembangan produk hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan seperti wisata alam. 

"Pemerintah daerah tidak bisa terus mengandalkan sektor pertambangan. Seperti di Kalsel, pemda setempat mulai mencari terobosan dan alternatif sumber ekonomi baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satunya dengan mengembangkan hasil hutan non kayu," ungkap Sekretaris Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK, Hanif Faisol Nurofiq.

Sejauh ini pemerintah pusat melalui Kementerian LHK telah meluncurkan program pembangunan berbasis kehutanan dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan. Di Kalsel pembangunan perhutanan sosial sudah mencapai 48.920 hektar, dan ada 103 izin yang melibatkan 110 kelompok tani dan 90 izin di antaranya sudah
beroperasi. Perhutanan sosial meliputi Hutan Desa, Hutan Kemitraan Kehutanan, Hutan Adat dan Hutan Kemasyarakatan.

Kepala Seksi Pemasaran Produk Hasil Hutan dan PNBP Dinas Kehutanan Kalsel, Judita Nurdiana beberapa waktu lalu mengungkapkan kawasan hutan Kalsel memiliki banyak potensi yang bisa mendongkrak perekonomian masyarakat sekitar hutan maupun ekonomi daerah. 

"Selain kayu, produk hasil hutan non kayu cukup menjanjikan. Salah satunya adalah produk kerajinan. Ada banyak produk dan beberapa diantaranya sudah menjadi produk unggulan daerah seperti kerajinan anyaman berbentuk tas, ransel dari rotan, tas kulit kayu, kerajinan purun, bakul bambu, tas manik, lampit hingga furnitur rotan. Selain itu produk unggulan seperti kayu manis, kemiri, madu serta pasak bumi," ungkapnya.

baca juga: BPS: Ekonomi Jatim Triwulan II-2020 Kontraksi 5,90 Persen

Kalsel memiliki 9 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang bertanggung jawab membina masyarakat sekitar hutan untuk memanfaatkan hasil hutan non kayu tersebut. Sembilan unit KPH ini meliputi KPH Tabalong,  KPH Balangan, KPH Hulu Sungai, KPH Kayutangi, KPH Cantung, KPH Kusan, KPH Pulau Laut Sebuku dan KPH Sengayam.

"Tujuan utama pembinaan masyarakat sekitar hutan selain peningkatan ekonomi masyarakat adalah pelestarian lingkungan. Dengan memaksimalkan pemanfaatan hasil hutan non kayu. Secara otomatis masyarakat akan menjaga kawasan hutan tetap lestari dan perambahan hutan dapat dikurangi," ujar Judita.

Sebagai contoh KPH Hulu Sungai telah mengembangkan potensi madu kelulut dan bambu, selain dipakai untuk bahan kontruksi ringan. Bambu juga dimanfaatkan untuk pembuatan tusuk sate dengan kapasitas produksi 12 ton/bulan. Potensi budidaya bambu di KPH ini mencapai 3.000 hektar. KPH Tabalong, melakukan pengembangan anggrek alam, saat ini ada rumah anggrek dengan 50 jenis lokal Kalimantan dan perbanyakan sistem kultur jaringan bekerjasama BPDAS Barito. Kemudian KPH Pulau Laut Sebuku mengembangkan
potensi gula aren sebanyak 1.700 pohon yang bisa menghasilkan gula aren dan gula semut 3-5 ton/bulan. Serta KPH Kusan lewat potensi kayu manis dengan produk tujuh ton per bulan.

Ada 15 jenis hasil hutan non kayu yang kini terus dikembangkan guna meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar hutan. Pengembangan hasil hutan non kayu juga berupa jasa lingkungan seiring dengan upaya pemerintah pusat menggalakkan industri pariwisata. Tercatat ada 66 potensi jasa lingkungan wisata alam dalam kawasan hutan yang berupa hutan, goa, air terjun, waduk, gunung, lembah, pulau dan lainnya. (OL-3)


 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya