Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Roh Nenek Moyang Menjaga Kampung Kawa Tetap Lestari

Ignas Kunda
05/12/2019 10:08
Roh Nenek Moyang Menjaga Kampung Kawa Tetap Lestari
Kampung Kawa di Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores, NTT yang hingga kini masih dipertahankan keasliannya oleh masyarakat.(MI/Ignas Kunda )

TIDAK hanya bentang alam dengan pemandangan alam seperti savana dan perbukitan serta pesona sunrise dan sunset yang indah, ternyata di Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores, NTT juga menyimpan kearifan lokal berupa kampung tradisional yang masih terjaga.  

Kampung Kawa adalah salah satu pesona keunikan dan keindahan yang masih terjaga dengan rumah adat yang masih asli. Serta kepercayaan pentingnya menjaga alam dengan hukum karma yang masih melekat. Embusan angin sepoi-sepoi dengan aroma rerumputan kering menjadi teman keseharian tak kala kita mengunjungi Kampung Kawa tepatnya di Kecamatan Aesesa ini.

Kicauan burung-burung Finch seakan menyapa ketika memasuki kampung. Jarak tempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor sekitar dua jam dari Kota Mbay. Medan jalan sangat berat menuju kampung karena kondisi jalan yang berbatu.

"Kalau musim panas masih bisa dengan sepeda motor satu jama dari jalan besar Ende-Mbay. Padahal dekat sekali sekitar 4 km. Tapi kalau musim hujan tidak bisa dilalui kendaran, harus jalan kaki," kata Anto Manatapi dari Nagekeo Photographer Club yang biasa hunting foto dan mengantarkan tamu.

Semua rasa lelah selama perjalanan ini terbayarkan ketika memasuki kemapung ini. Dua belas rumah beratap ilalang masih berdiri rapi di bawah kaki Gunung Ame Gelu ini. Semua rumah adat di kampung ini masih terpihara dengan baik sejak zaman nenek moyang mereka. Rumah setinggi 3-4 meter ini masih menggunakan kayu dan bambu dalam konstruksinya.

Tidak ada paku atau logam pengganti pasak dalam sambungan antar bahan bangunannya semunya menggunakan pasak kayu dan ijuk.

Seperti pada umumnya rumah adat di NTT terdapat tiga tingkatan dalam susunan rumah dengan filosofinya masing-masing. Paling atas atap adalah bagian dari roh sang pencipta dan leluhur. Bagian tengah adalah manusia yang masih hidup, dan bagian dasar atau tanah adalah hewan sebagai penopang hidup.

Bagi Orang Kawa, rumah adat yang dibangun bukan hanya bangunan kosong, benda mati namun memiliki jiwa dan roh. Selayaknya anak manusia yang dibangun secara hati-hati dan gotong royong.

"Setiap kami membangun rumah harus dengan restu nenek moyang yang telah meninggal. Dalam artian harus ada kurban seperti babi. Jadi kami percaya mereka tinggal bersama kami, melindungi kami," kata Don Bosco Doko tetua adat di kampung Kawa, Kamis (5/12/2019).

Don menuturkan setiap rumah dikerjakan dengan cara gotong royong oleh seluruh laki-laki penghuni kampung. Kesemrawutan, ketidak teraturan dalam membangun penanda melapetaka dan kesialan bagi penguhuni rumah. Karena itu dalam membangun rumah, orang Kawa percaya akan kedamaian tanpa percecokan. Sehingga perlu kedamaian dan sukacita hati dalam membangun rumah selayaknya membangun surga di bumi.

“Harus dengan damai, tidak ada amarah antara kita dalam membangun rumah," tambah Don.  

Untuk membangun rumah harus melalui beberapa tahapan ritual adat dengan  mengurbankan ternak babi sebagai simbol pengharagaan para leluhur dan Sang Pencipta. Kayu-kayu terpilih juga diambil dari hutan dengan cara beradab. Pantang bagi mereka untuk membakar ilalang ketika musim kemarau hanya untuk berburu atau sembarangan menebang pohon.

Orang Kawa meyakini segala tindakan mereka akan tercatat oleh  gae dewa ta tau muzi sang pencipta dalam konsep kepercayaan suku Kawa dan Nagekeo pada umumnya. Warga di Kampung Kawa meyakini sang pencipta selalu dekat dan memantau segala tindakan karena rumah adat yang masih berdiri bersama mereka.

"Sudah sejak nenek moyang kami bahwa setiap penghuni kampung harus menggunakan alang-alang sebagai atap dan kayu sebagi tiang dan dinding bambu. Karena semua bahan banguanan dari hutan pantang bagi orang Kawa untuk sembarang menebang pohon. Atau membakar hutan hanya untuk cari rusa atau babi hutan," kata Don.

Orang Kawa percaya jiwa dan roh sang pencipta masih terus berada dalam rumah yang mereka tinggal, bila segala upacara dan pantangan dalam pembuatan rumah masih mereka ikuti. Dan anak cucu harus menjadi pewaris dan taat nilai yang telah tertanam di kampung itu sejak dulu.

baca juga: Kerusuhan Penertiban Tambang Ilegal di Belitung Disepakati Damai

Kampung Kawa masih tetap lestari hingga saat ini karena masyarakatnya masih mempertahankan kepercayaan keyakinan dan ikatan dengan leluhur. Rumah-rumah yang masih berdiri kokoh ini menjadi simbol peradaban  yang tak pernah lapuk di telan zaman.

"Kalau tidak ada, nenek moyang juga tidak tinggal dengan kami. Mungkin kampung ini sudah habis dan habislah peradaban kami," tegas Don. (OL-3)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya