Ini Alasan Mahasiswa UGM Gugat Aturan Pertanahan di UU DIY

Antara
20/11/2019 17:41
Ini Alasan Mahasiswa UGM Gugat Aturan Pertanahan di UU DIY
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), beberapa waktu silam.(MI/Susanto)

MAHASISWA Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Felix Juanardo Winata menggugat Pasal 7 ayat (2) Huruf d Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang mengatur kepemilikan tanah.

Gugatan itu dilakukan dengan permohonan pengujian UU ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: Mahasiswa UGM Gugat UU DIY, Sultan Yogya: Wajar Saja

Pasal 7 ayat (2) huruf d UU Keistimewaan DIY berbunyi: "Kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: d. pertanahan".

"Pemberlakuan pasal a quo telah memberikan kewenangan keistimewaan bagi DIY dalam mengurus bidang pertanahannya sendiri, secara nyata telah menciptakan kesewenang-wenangan dalam menentukan suatu kebijakan yang berkaitan dengan urusan pertanahan di wilayah DIY," kata Felix dalam alasan permohonannya yang dikutip dari laman MKRI.id, Rabu (20/11).

Menurut dia, pemberlakuan pasal tersebut telah menyebabkan WNI berketurunan Tionghoa tidak dimungkinkan untuk menguasai suatu hak atas tanah dengan status hak milik di wilayah DIY.

"Karena pasal a quo telah melegitimasi Instruksi Wakil Kepala Daerah DIY nomor K.898/I/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah seorang WNI nonpribumi," katanya.

Baca juga: Handoko Tetap Lawan Instruksi 1975

Felix menjelaskan, Pasal 20 ayat (1) UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menyebutkan hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.

Dan Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 1960 ini menyebut bahwa hak milik hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia (WNI). "Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat berketurunan Tionghoa, sepanjang merupakan WNI, berhak untuk menguasai suatu tanah dengan status hak milik," katanya dalam permohonannya.

Untuk itu, Felix meminta Majelis Hakim MK untuk menerima dan mengabulkan permohonannya. "Menyatakan bahwa Pasal 7 ayat (2) huruf d UU Nomor 13 tahun 2012 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," katanya dalam petitum permohonannya.

Dia juga meminta apabila majelis hakim MK berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). (X-15)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian
Berita Lainnya