Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
SEJARAH Global Atmosphere Watch (GAW) sesungguhnya bermula pada 1950. Kala itu, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) secara resmi berinisiatif memulai program pengamatan yang dapat menghasilkan gambaran komposisi kimia atmosfer dan aspek meteorologi yang berkaitan dengan polusi udara secara global.
WMO memulai langkah awal dengan melakukan koordinasi internasional terkait pengukuran komposisi kimia pada 1957 dan menghasilkan kesepakatan berupa Global Ozone Observing System (GO3OS) atau sistem pengamatan lapisan ozon secara global yang bertujuan mengatur standar pengamatan ozon.
Dari sini ditemukan penurunan konsentrasi ozon di lapisan stratosfer, terutama di wilayah kutub ketika itu.
Pada akhir 1960-an, WMO kemudian mendirikan Background Air Pollution Monitoring Network (BAPMoN) yang fokus pada pengukuran komposisi kimia air hujan, aerosol, dan karbon dioksida (CO2).
Program BAPMoN menghasilkan informasi yang sangat penting bagi dunia yaitu telah meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmofer bumi.
Kemudian era 1970-an, beberapa isu mengenai atmosfer mulai dibahas secara internasional dan menjadi topik yang mengemuka di dunia.
Dimulai dari isu mengenai ancaman chlorofluorocarbons (CFCs) terhadap lapisan ozon, pengasaman danau dan hutan di sebagian besar Amerika Utara dan Eropa yang disebabkan oleh berubahnya SO2 (sulfur dioksida) menjadi asam sulfat (SO4) di atmosfer, kemudian yang ketiga dan paling fenomenal ialah isu kemungkinan terjadinya pemanasan global yang disebabkan oleh meningkatnya GRK di atmosfer.
Isu-isu tersebut menjadi dasar dan pijakan pokok perjanjian internasional. Kebijakan dan mitigasi dari perjanjian-perjanjian tersebut bergantung kepada WMO atmospheric composition monitoring programme (program pengamatan komposisi atmosfer).
Berdasarkan hal tersebut, pada 1989, BAPMoN and GO3OS dikonsolidasikan ke dalam suatu program yaitu WMO GAW programme. GAW merupakan salah satu program WMO yang mengikat seluruh negara anggota WMO yang saat ini berjumlah 187 negara.
Baca juga: Satu Lagi Korban Tenggelam di Aceh Barat Ditemukan Meninggal
Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Herizal, mengungkapkan Stasiun GAW Bukit Kototabang di Bukittinggi, Sumatra Barat, atau dikenal sebagai Stasiun Pemantau Atmosfer Global (SPAG) Bukit Kototabang ialah salah satu referensi udara bersih dunia, dan merupakan salah satu dari 31 stasiun global yang ada di dunia yang termasuk dalam WMO GAW programme.
"Stasiun GAW Bukit Kototabang menjadi referensi penting bagi dunia karena yang paling representatif dan merupakan jantung wilayah tropis ekuator. Stasiun GAW yang termasuk dalam Program WMO di wilayah tropis hanya berjumlah 5 lokasi," ungkap Herizal dalam keterangannya, Senin (8/7).
Ia juga menambahkan bahwa Stasiun GAW Bukit Kototabang memiliki tugas pokok dan fungsi melakukan pengamatan, pengumpulan, penyebaran, analisis dan pengolahan, serta pelayanan informasi mengenai komposisi kimia atmosfer, GRK, dan parameter fisis atmosfer lainnya.
"Karena menjadi bagian program GAW WMO, operasional dan data GAW Bukit Kototabang secara rutin mendapatkan audit dan kalibrasi oleh lembaga audit terstandar internasional yang direkomendasi WMO," tambahnya.
Seperti stasiun pengamatan BMKG lainnya, sesuai UU Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Nomor 31 Tahun 2009, Stasiun GAW pun melakukan pengamatan dan penyebaran informasi setiap hari 24 jam 7 hari, 365 hari.
"Data dan informasi terkait kualitas udara sangat diperlukan diberbagai sektor seperti lingkungan hidup dan kesehatan untuk mengambil langkah-langkah pengurangan polusi udara yang berdampak pada terhadap kesehatan dan lingkungan hidup, selain data utama berupa konsentrasi GRK sebagai dasar kebijakan mitigasi perubahan iklim dunia," tandas Herizal. (RO/OL-1)
Kualitas udara Jakarta tercatat berada pada urutan kedua sebagai kota paling berpolusi di Indonesia, setelah Tangerang Selatan, Banten dengan poin 191.
Kualitas udara Jakarta bukan hanya soal isu lingkungan, tapi juga soal kesehatan publik dan stabilitas ekonomi di wilayah urban.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa paparan jangka panjang terhadap polusi udara partikel halus (PM2.5) dapat menyebabkan fibrosis miokard.
Kondisi paling memprihatinkan ditemukan pada PT SBJ yang memiliki 12 tungku peleburan untuk kapasitas 8.816 ton per tahun, namun sama sekali tidak memiliki cerobong.
Peneliti dari University of Technology Sydney mengungkap debu bulan tidak seberbahaya polusi udara di jalanan.
Mengutip data WHO, 99% populasi dunia kini menghirup udara yang sudah melewati batas aman, dengan kualitas udara dalam ruangan bisa lima kali lebih buruk dari udara luar.
Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Memasuki musim kemarau, Kabupaten Kotawaringin Timur kini berada dalam status waspada tinggi terhadap potensi Karhutla
BMKG menyebut berdasarkan citra sebaran asap di wilayah ASEAN per 27 Juli 2025 pukul 16.00 WIB asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dari wilayah Jambi tidak sampai perbatasan negara lain.
Air laut pasang (rob) juga masih berlangsung di perairan utara sekitar pukul 11.00-15.00 WIB, hal ini berdampak terjadinya banjir rob di sejumlah daerah di Pantura Jawa Tengah.
BMKG merilis prakiraan cuaca untuk wilayah DKI Jakarta, periode Selasa 29 Juli 2025. Cuaca di seluruh kawasan ibu kota diprediksi cerah dan berawan.
BMKG merilis prakiraan cuaca untuk Selasa, 29 Juli 2025. Berbagai kondisi cuaca seperti berawan, udara kabur, hujan ringan hingga sedang
BMKG memperingatkan adanya peluang gelombang tinggi mencapai 2,5 hingga 4 meter di Perairan Pesisir Selatan, Perairan Timur dan Barat Pagai, serta Barat Sipora.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved